17 Mei 2024
56 / 100

Dimensi.id–Mengejutkan, ternyata Indonesia menjadi urutan ketiga di dunia dengan persentase pengguna internet bermain video game sebesar 94,5% berusia 16-64 tahun per januari 2022. Hal ini wajar karena memang game online sangat populer di kalangan remaja dan anak-anak. Sayangnya, game online ini juga membawa efek negatif mulai dari kecanduan, kekerasan sampai dengan perilaku bullying.

 

Hal ini juga menjadi kekhawatiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI mendesak agar Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dapat memblokir game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas. Pasalnya, game seperti itu bisa berdampak buruk pada anak terutama yang bergenre battle royale seperti Free Fire yang sangat populer saat ini. (katadata.id,  12/04/2024).

 

Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, siap memblokir atau men-takedown game-game online tersebut apabila terbukti bermuatan kekerasan dan pornografi. Beliau juga meminta agar masyarakat juga dapat melaporkan game-game lainnya yang bermuatan kekerasan dan pornografi melalui kanal aduankonten.id.

 

Upaya untuk melindungi anak dari pengaruh game online mulai diseriusi pemerintah. Pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang peta jalan perlindungan anak di ranah daring. Apakah upaya ini bisa menyelesaikan tuntas efek negatif dari gim online? Atau masih menjadi solusi abal-abal bagi masalah generasi hari ini?

 

Pada faktanya game online memang memiliki dampak buruk terhadap anak. Meningkatnya kasus bullying dan tawuran di kalangan pelajar terjadi seiring dengan kemudahan mengakses game online. Efek kecanduan pun tak bisa dihindarkan. Sampai-sampai mayoritas pengguna game rata-rata menghabiskan waktunya lebih dari 4 jam sehari. Kecanduan game online dapat berpengaruh terhadap perilaku, karakter dan kesehatan mental anak karena adanya konten kekerasan, pornografi dan bullying di dalamnya.

 

Mirisnya di tengah kerusakan generasi hari ini Indnesia justru tengah mengembangkan industri game online dalam negeri dengan dalih menambah devisa negara. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional. Tim ini juga berisi berbagai pemimpin di kementerian dan lembaga, termasuk Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Ketua Pelaksana Harian (Republika, 20/02/2024).

 

Sungguh paradoks, upaya meningkatkan perekonomian melalui industri game online ini seakan tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam menanggulangi dampak buruk dari game online. Sikap pemerintah demikian menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani masalah ini.

 

Negara tidak bertindak tegas terhadap game online yang mengandung kekerasan. Negara hanya akan bertindak jika mendapat desakan dari masyarakat. Namun sayangnya tindakan yang dilakukan pun masih setengah-setengah bahkan bisa disebut masih solusi abal-abal.

 

Potensi pengembangan game online sangatlah menggiurkan. Perusahaan penyedia game online akan mendapat keuntungan yang berlimpah. Provider internet juga akan mendapat banyak pelanggan. Di sisi lain negara juga untung karena mendapat penghasilan dari pajak. Inilah watak asli negara yang menerapkan sistem kapitalisme-sekuler. Negara hanya memikirkan cuan dan cuan tanpa berpikir dampak buruknya bagi generasi bangsa.

 

Teknologi ibarat pisau bermata dua. Tentu sangat berbahaya jika negara tidak memiliki visi-misi dan regulasi yang jelas dalam pemanfaatan teknologi. Maka bukanlah kebaikan yang didapat, namun generasi hanya akan mendapat kehancuran.

 

Berbeda sekali dengan Khilafah Islam. Islam membawa risalah yang sempurna. Islam juga memilki regulasi yang jelas terkait bagaimana pandangannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan di masa Khilafah Abbasiyah telah dikembangkan ilmu-ilmu dasar yang menjadi peletak dasar pengembangan teknologi yang berkembang sampai hari ini. Pengembangan teknologi sesuai dengan visi-misi yang benar akan membawa kebaikan bagi manusia, alam dan seisinya.

 

Secara khusus terhadap generasi, maka Khilafah Islam telah memiliki visi dan misi yang jelas. Khilafah Islam menjadikan pendidikan adalah sebagai pilar untuk menyiapkan generasi untuk siap mengarungi perjalanan hidup di dunia.

 

Sehingga generasi di dalam Islam memiliki kepribadian yang kokoh, memilki skill dan keahlian, dan juga memiliki kepekaan terhadap kondisi umat. Hal-hal yang disiapkan di dunia pendidikan tumpuan utamanya ialah mengokohkan kepribadiannya sesuai Aqidah Islam, maka akan berkorelasi dengan melejitnya potensi generasi tersebut.

 

Pengembangan teknologi di dalam Islam boleh-boleh saja selama mengandung maslahat bagi masyarakat bukan mudharat. Akan tetapi Islam punya aturan juga agar teknologi tersebut bisa berdaya guna bagi masyarakat tanpa melalaikan kewajiban mereka untuk taat kepada Allah SWT. [ DMS/ry].

 

Penulis: Raudatul Jannah S.M

Penulis Pena Banua

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.