4 Mei 2024

Penulis : Yayah Ummu Yumi, Aktivis Dakwah dan Pemerhati Masyarakat.

Dimensi.id-Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja melakukan pertemuan dengan Kepala Sekolah TK, PAUD, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang ada di Kabupaten Bekasi. Pertemuan ini digelar secara virtual di Gedung Diskominfo Kabupaten Bekasi, Selasa (21/07). Pada kesempatan tersebut, Bupati Bekasi berdiskusi kepada para kepala sekolah yang ada di Kabupaten Bekasi perihal kesiapan di masing-masing sekolah ketika menggelar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara tatap muka kedepannya.

Bupati-bupati Bekasi mengatakan, jika kedepannya sudah di ijinkan melakukan pembelajaran tatap muka dan fasilitas yang dimiliki sekolah belum sesuai dengan standar protokol kesehatan, dikhawatirkan akan timbul klaster penyebaran baru di sekolah-sekolah. DirinyaDirinya menyampaikan, jika kegiatan belajar mengajar sudah dapat dilakukan secara tatap muka, penggunaan teknologi dalam aktivitas belajar harus tetap dimanfaatkan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyampaian materi kepada para siswa. “Selain pemanfaatan teknologi, yang paling utama meminta pihak sekolah untuk mempersiapkan fasilitas sekolah yang sesuai dengan standar protokol kesehatan yang berlaku.

Keputusan ini pun mendapat respons beragam. Banyak pihak justru galau. Pihak sekolah bakal kerepotan jika harus menangani pembelajaran tatap muka yang terikat dengan berbagai protokol kesehatan. Utamanya soal physical distancing yang mengharuskan kelas hanya terisi setengahnya. Tentu ini akan berimbas kepada kurikulum dan kinerja guru. Belum lagi jika ada siswa yang tidak mendapat izin orang tua belajar di sekolah. Maka pasti sekolah juga harus bertanggung jawab terhadap pembelajaran jarak jauh siswa-siswa tersebut. Pastinya, pekerjaan sekolah akan jauh lebih berat. Siswa dan orang tua pun sama, galau. Meski siswa akan terobati kangennya untuk belajar di sekolah, namun mereka tetap was-was akan risiko penularan Covid-19 yang begitu cepat dan tak terduga. Terlebih, kebijakan New Normal Life mulai diberlakukan

Bila ditelusuri, kegalauan tersebut sejatinya muncul karena negara tak memiliki panduan lengkap lagi sahih tentang penyelenggaraan pendidikan. Sebab, selama ini pendidikan diselenggarakan dalam sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang menyimpang dari Islam. Lebih jauh lagi, dalam implementasinya justru menyalahi Islam. Hal ini tampak antara lain dari kurikulum pendidikan yang tak memberi ruang cukup bagi pembentukan kepribadian Islami melalui upaya memahamkan tsaqafah (ilmu-ilmu) Islam. Sementara penguasaan materi seperti sains, matematika dan literasi (merujuk penilaian PISA) jauh lebih dominan.

Tampak di antaranya dalam materi Pendidikan Agama Islam yang mendudukkan Islam sebagaimana agama dalam pandangan Barat bukan sebagai ideologi yang sahih. Materi ke-Islaman pun lebih menonjolkan teori daripada pembentukan sikap. Walhasil, baik materi ajar maupun guru hingga lingkungan sekolah tak mampu membentuk suasana spiritualitas yang melahirkan ketaatan total kepada Sang Pencipta. Banyaknya problem moral remaja saat ini cukup menjadi bukti sekulernya pendidikan Indonesia. Pendidikan kapitalistik memang tidak dirancang untuk membentuk kepribadian Islam, tapi justru membentuk pribadi sekuler. Capaian pendidikan lebih mengutamakan aspek kognitif (pengetahuan). Diperparah juga oleh materi kurikulumnya sangat padat, bahkan saling tumpang tindih.

Beban berat kurikulum tersebut bertambah parah dengan minimnya kualitas guru dan sarana prasarana penunjang, apalagi pada kondisi pandemi. Baik tatap muka maupun jarak jauh sama-sama beratnya. Semua ini sebenarnya berpulang pada sistem pendidikan. Karenanya, hanya sistem pendidikan Islam saja yang selayaknya diemban negara untuk mengelola pendidikan di Indonesia.

Islam sebagai agama dan tatanan hidup bernegara yang bersumber dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebenarnya memiliki solusi bagi seluruh problematik manusia. Problem pendidikan saat pandemi pun sangat bisa diselesaikan mengikuti aturan Islam. Bahkan solusi tersebut seharusnya dijalankan dalam kehidupan. Sebab, dari segi paradigma utama asas, yaitu akidah Islam begitu selaras dengan fitrah insaniah. Terlebih lagi kita meyakini bahwa aturan yang berasal dari Allah pasti baik untuk manusia.

Bagaimana dengan kondisi sekarang? Tentu, membuat galau dimana-mana. Bukankah OTG (Orang Tanpa Gejala) yang tampak sehat, mereka juga bisa menyebarkan virus penyakit? Terlebih New Normal Life berlaku dan PSBB sudah tak seketat dulu lagi. Itu semua telah menepis keseriusan masyarakat melakukan physical distancing. Inilah dilema yang harus ditanggung masyarakat akibat penerapan kebijakan kapitalistik dalam menangani pandemi. Hitung-hitungan ekonomi lebih dominan dari pada keselamatan atau nyawa manusia.

Menerapkan kebijakan belajar tatap muka di zona kuning tentu tetap berisiko. Dalam sistem kapitalis, ia ibarat buah simalakama. Tak belajar di sekolah mereka tak mendapat pendidikan. Sedangkan jika memperhitungkan keselamatan, mereka terdampak tak mendapatkan pendidikan yang layak. Inilah, mengapa sistem Khilafah menjadi kebutuhan umat sepanjang masa. Sebab, ia menjadi penjaga dari segala kondisi yang mungkin terjadi pada manusia. Terlebih kebutuhan pendidikan, yang tak boleh terjeda oleh wabah. Prosesnya harus terus berjalan.

Dan Islamlah yang dapat menjawab semua kegalauan ini. Berikut ini gambaran sistem pendidikan Islam yang mampu mengantarkan siswa menjadi manusia pembangun peradaban mulia. Gambaran ini setidaknya bisa menginspirasi insan pendidik dan seluruh umat -termasuk penguasa- untuk menerapkannya pada kondisi serumit apapun, termasuk saat pandemi kini.

Pertama, pendidikan haruslah diselenggarakan dengan landasan akidah Islam. Sekolah dan guru bahkan orang tua haruslah mendidik karena dorongan iman, yaitu melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala. Pendidikan pun harus ditujukan untuk menghasilkan output pendidikan yang berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan Islam). Artinya, peserta didik dipahamkan tsaqafah (ilmu-ilmu) ke-Islaman, di samping diajarkan ilmu-ilmu terapan (kimia, fisika, teknik, kedokteran, dan lain-lain) serta kecakapan hidup.

Kedua, kurikulum haruslah disusun mengikuti tujuan sahih tersebut. Negara harus menyusun materi pengajaran secara lengkap dan efektif sesuai jenjang usia. Bobot materi tsaqafah Islam dan ilmu-ilmu terapan (umum) harus seimbang. Ilmu-ilmu yang mengasah kecakapan hidup pun harus selalu menyertai dalam rangka membentuk kepribadian Islam.

 Ketiga, metode pengajarannya harus sahih. Sejatinya, pendidikan tidak diselenggarakan untuk kemewahan (kekayaan) intelektual semata. Namun, untuk membentuk perilaku. Hal ini tentu sangat tergantung pada metode penyampaian ilmu.

Keempat, menggunakan teknik dan sarana pengajaran yang sahih. Belajar tatap muka tentu berbeda tekniknya dengan jarak jauh. Teknologi informasi bisa dimanfaatkan untuk merealisasikan target pendidikan. Yang penting, teknik apa pun tidak boleh mengabaikan metode talqiyan fikriyan. Karenanya, yang dibutuhkan adalah kesabaran dan ketekunan guru dalam proses pengajaran, baik tatap muka maupun jarak jauh. Ketika tanggung jawab selalu diemban oleh setiap pendidik, maka proses pendidikan akan tetap produktif dengan segala dinamikanya.

Kelima, dukungan langsung dan sepenuhnya dari negara pada semua aspek termasuk anggaran. Hal ini agar setiap individu masyarakat terjamin hak pendidikannya pada semua kegiatan pembelajaran. Situasi pandemi memang lebih menguras tenaga dan biaya. Karenanya, harus diantisipasi oleh negara dengan memberikan model pembiayaan berbasis baitulmal. Baitulmal didesain untuk memiliki kemampuan finansial terbaik bagi berjalannya fungsi negara pada kondisi apapun.

Demikianlah, pendidikan di masa pandemi jelas membutuhkan perlakuan dan perhatian serius dari negara. Sebab, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Jika negara tidak menyiapkan segala yang dibutuhkan maka negara telah berlaku zalim, karena mengabaikan hak warga negaranya.Semua prinsip di atas merupakan bagian integral dari penerapan syariah Islam secara kaffah. Karenanya, penerapannya membutuhkan kehadiran Khilafah. Sebab, Khilafah merupakan satu-satunya metode penerapan Islam.

Walhasil, kegalauan sekolah bisa teratasi jika saja negara menerapkan sistem pendidikan Islam dan menerapkan hukum Islam secara kaffah. Dengan kata lain, Khilafah memang menjadi kunci jawaban atas problem pendidikan di masa pandemi ini. Semoga hal ini menjadi pembelajaran terbaik untuk mengembalikan pengaturan hidup kita hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja.

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin” (TQS. Al Maidah [5] :50).Wallahu a’lam bishowab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.