18 Mei 2024

Penulis : Ratna Mustika Pertiwi (Pegiat Literasi)

Dimensi.id-Sudah hampir 3 bulan ini virus covid-19 menjadi topik utama di semua media massa. Bagaimana tidak, covid-19 terus menginfeksi masyarakat dengan cepat sementara vaksin belum kunjung ditemukan. Melansir data dari laman Worldometers, hingga Minggu (14/6/2020) pagi, total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 7.855.012 (7,8 juta) kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.017.931 (4 juta) pasien telah sembuh, dan 431.724 orang meninggal dunia. Kasus aktif hingga saat ini tercatat sebanyak 3.405.357, dengan rincian 3.109.545 pasien dengan kondisi ringan dan 295.812dalam kondisi serius (Kompas.com).

Kasus virus corona di Indonesia tercatat juga mengalami peningkatan, baik dari jumlah kasus, sembuh, maupun yang meninggal dunia. Hingga Sabtu (13/6/2020) pukul 12.00 WIB, kasus positif Covid-19 bertambah sebanyak 1.014. Sehingga jumlahnya saat ini menjadi 37.420 orang (Kompas.com). Dari membaca trend data tersebut, wajar saja masyarakat dunia semakin khawatir akan keselamatan mereka, karena jumlah angka positif tidak kunjung menurun tetapi malah semakin mengalami peningkatan.

Ditambah lagi dibukanya Lockdown sehingga negara bisa menggantinya dengan regulasi “Normal Baru” masih menjadi pro-kontra, pasalnya apabila wabah terus menyerang dan karantina wilayah tetap diberlakukan, ekonomi akan ambruk sedangkan pemerintah tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup masyarakat. Walhasil tidak ada jalan lain kecuali membuka kembali interaksi ditengah-tengah masyarakat lewat kebijakan ini meskipun nyawa masyarakat terancam.

Namun yang lebih memprihatinkan, ditengah hectic pemerintah dan masyarakat menanggulangi wabah covid-19, baru-baru ini tersiar kabar bahwa 300 pengungsi Rohingya yang bermigrasi dari Bangladesh ditolak masuk ke Malaysia dan Thailand karena dikhawatirkan memperparah kasus virus covid-19. Padahal mereka berangkat dari Bangladesh sejak bulan Februari menggunakan kapal tanpa adanya makanan dan minuman yang memadai, diperkirakan pula lebih dari 100 orang meninggal dalam perjalanan mereka mencari suaka (Republika).

Pihak berwenang menegaskan bahwa kapal itu sudah berputar haluan. Sebelumnya pada 9 Juni, Malaysia menahan 269 pengungsi Rohingya di dekat Langkawi. Pemerintah pun mendesak Bangladesh untuk mencegah pengungsi Rohingya memasuki Malaysia melalui laut. Dalam setahun terakhir, sejumlah upaya untuk memulangkan orang-orang Rohingya secara damai ke tanah air mereka di Rakhine, Myanmar, tak kunjung berhasil. Akibatnya, orang-orang Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh memilih bermigrasi secara ilegal ke Malaysia dan Indonesia melalui rute laut yang berbahaya.

Kasus migrasi Rohingya ini menambah daftar pelik penderitaan kaum muslimin. Mereka ditolak oleh saudaranya sendiri karena khawatir ancaman virus corona sedangkan mereka tidak dapat pulang ke Myanmar karena disana mereka tidak diakui kewarganegaraannya. Tidak hanya sampai disitu, sudah lama tersiar berita bahwa marginalisasi Rohingya disetiap bidang kehidupan terjadi di negara tempat mereka tinggal, hingga genosida besar-besaran, pembakaran perkampungan mereka dan juga pemerkosaan terhadap wanita dari etnis Rohingya menambah jeritan pilu kaum muslimin.

Meskipun etnis rohingya sementara mendapat bantuan dari pemerintahan Bangladesh dengan dibangunkannya kamp-kamp pengungsian, hal ini tidak cukup mengobati rasa sakit yang mereka alami, karena di kamp tersebut mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Seorang dokter dari Kanada bernama Fozia Alvi yang secara teratur melakukan perjalanan ke kamp Rohingya yang penuh dan tidak sehat di Asia Selatan, memperkirakan jutaan pengungsi akan hancur setelah kasus pertama virus corona muncul pekan lalu.

Dia juga memaparkan Kondisi di kamp-kamp Bangladesh jorok dan penuh sesak, dengan kekurangan segalanya, termasuk air bersih. Melihat situasinya, Alvi menyebut “lelucon” arahan Organisasi Kesehatan Dunia untuk mencuci tangan secara teratur dan berlatih menjaga jarak sosial sejauh enam kaki untuk membantu mengurangi penyebaran virus (Pikiran Rakyat).

Ketidakberdayaan Negeri-Negeri Muslim Menolong Rohingya

Seperti yang diketahui kasus genosida dan marginalisasi Etnis Rohingya menjadi PR besar kaum muslimin sejak lama. Ironisnya sampai hari ini kasus-kasus etnis Rohingya tidak pernah selesai, meskipun banyak deklarasi ataupun perundingan yang dibuat. Contoh saja deklarasi Bali Process yang dibentuk tahun 2016, deklarasi ini dibuat untuk mendorong negara-negara menyediakan perlindungan dan keselamatan bagi migran, korban perdagangan orang, dan pencari suaka terutama perempuan dan anak (Republika).

Saat itu, Indonesia menggandeng Malaysia untuk membuat pernyataan bersama. Indonesia pun mengeluarkan Perpres No. 125 Tahun 2015 tentang pengungsi luar negeri (Suara.com). Tapi kenyataannya, saat pengungsi Rohingya menepi diperairan Malaysia, mereka didorong kembali ke lautan internasional karena dikhawatirkan memperparah wabah virus corona.

Ironis sekali bukan? Mereka saudara satu akidah, tetapi dibuang seperti benda yang tidak berharga. Padahal Rasulullah menyampaikan bahwa “kamu muslimin seperti satu tubuh, bila satu bagian sakit maka bagian tubuh yang lain akan merasakan sakit”.

Rohingya adalah manusia-manusia biasa yang membutuhkan kejelasan didalam kehidupan mereka. Mereka membutuhkan jaminan keamanan dan kehidupan yang layak. Tetapi bila berkaca dengan penerapan sistem kapitalis demokrasi hari ini, nampaknya pertolongan terhadap mereka mustahil akan didapatkan.

Sistem ini yang sudah mencabik-cabik negara kaum muslimin yang satu dan digantinya dengan negeri-negeri kecil nan lemah bersekat nasionalisme. Sistem ini telah memporak-porandakan kekuatan kaum muslimin sehingga mereka terlihat lemah, tak berdaya dan tak berharga dimata dunia. Hanya satu yang harus kita pahami, persatuan kaum muslimin dalam bingkai sebuah negara yang menerapkan syariah islam, yang bisa menyelamatkan mereka dari kejamnya penjajahan.

Negara yang akan melindungi kaum muslimin dan juga muruahnya, mengirimkan tentara untuk menyelamatkan mereka serta menyediakan kehidupan baru yang di ridhoi oleh Allah, bukan hanya negeri yang pemimpinnya hanya mampu memberikan kecaman semata atau bualan deklarasi yang tak pernah menjadi solusi kehidupan mereka.

Wallahu’alam bishawab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.