17 Mei 2024

Dimensi.id-Bulan Ramadhan, bulan yang dinanti-nanti semua umat muslim. Bulan yang di dalamnya penuh keberkahan dan ampunan. Bulan dimana Al-Qur’an diturunkan, petunjuk bagi manusia, pembeda antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah).

Setiap muslim pasti merindukan datangnya bulan yang mulia ini. Tak terkecuali dalam kondisi pandemi saat ini. Terdapat 203 negara dan wilayah di seluruh dunia yang telah melaporkan Covid-19 per tanggal 2 April 2020. Ini artinya sebaran wabah ini sudah begitu luas. Manusia tengah diuji dengan wabah di tengah syahdunya keberkahan Ramadhan. 

Beberapa wilayah di Indonesia, sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi memutus rantai penyebaran Covid-19 dan arahan pemerintah untuk tidak mudik lebaran tahun ini. Ajang silaturahmi dengan keluarga besar ketika berhari raya Idul Fitri, sepertinya harus ditangguhkan dulu demi keselamatan bersama.

Hal ini memang seharusnya dilakukan sebagai bentuk ikhtiar sekaligus berempati kepada paramedis dan dokter serta tenaga kesehatan yang terus menerus berjibaku mengurusi membludaknya pasien di beberapa rumah sakit rujukan Covid-19.

Kepatuhan masyarakat atas instruksi pemerintah apakah berbanding lurus dengan jaminan kebutuhan pokok selama masa PSBB ini? Faktanya, banyak rakyat marginal yang menjerit. Di saat mereka harus membatasi “gerak” untuk keluar rumah dalam rangka mencari nafkah, bantuan dari pemerintah tidak kunjung mereka dapatkan.

Bahkan di beberapa wilayah, bantuan tersebut tidak tepat sasaran. Sangat disayangkan, dalam kondisi ekonomi yang lagi porak-poranda, masyarakat harus menelan pil pahit pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut. Di satu sisi kekhawatiran akan tertular virus, di sisi lain yang juga mengancam jiwa adalah kelaparan. Sungguh dilematis!

***Pandemi, Momentum Menambah Ketaatan***

Di tengah pandemi saat ini yang juga berbarengan dengan bulan suci Ramadhan, seharusnya pemerintah lebih peka atas kondisi masyarakat. Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dalam rangka penanganan Covid-19 seyogianya sudah dipertimbangkan secara matang berikut dampak yang ditimbulkan dari pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut.

Jangan sampai kekhusyuan beribadah terganggu hanya karena tidak terjaminnya kebutuhan pokok. Padahal, Ramadhan adalah bulan dimana umat Islam mengerahkan semua potensinya agar bisa beribadah dengan maksimal. Mengingat banyaknya keutamaan-keutamaan di bulan mulia ini.

Penguasa sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas rakyatnya, seyogianya menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk lebih menambah ketaatan kepada Rabb-Nya. Dalam suasana pandemi saat ini, upaya yang harus dilakukan penguasa adalah memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat; yakni kebutuhan pokok (pangan, sandang, dan papan), kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, introspeksi atas karut-marutnya kondisi negeri yang semakin hari semakin parah harus terus dilakukan.

Keberkahan Ramadhan Dengan Ketaatan Paripurna

Pandemi ini membuka mata kita bahwa makhluk kecil ciptaan Allh Swt. yang bernama virus, mampu meluluhlantahkan perekonomian dunia bahkan peradaban. Hal ini membuktikan bahwa manusia hanyalah makhluk yang sangat lemah dan terbatas sekaligus membuktikan bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Semaju dan secanggih apapun suatu negeri, tak mampu mengelak dari serangan virus ini jika Allah berkehendak.

Dari pandemi ini, banyak ibroh (pelajaran) yang bisa kita petik, terutama karena kita dalam suasana diliputi keberkahan bulan Ramadhan. Tak dipungkiri bahwa suasana Ramadhan membuat hati lebih dekat dengan Sang Khalik, sehingga lebih mudah menerima dan mengerjakan kebaikan.

Keberkahan Ramadhan tidak akan berkurang dengan ujian wabah ini, bahkan sebaliknya. Ramadhan momentum untuk melebur dosa karena di dalamnya Allah Swt. menjadikan 10 hari kedua sebagai maghfirah (ampunan). Dari Abu Hurairah RA, dimana ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Awal bulan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”

Sebagai seorang muslim, teladan terbaik adalah manusia mulia, Rasulullah Saw. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Beliau dalam sehari beristighfar sebanyak 100 kali. Apatah lagi dengan kita, manusia yang penuh dengan dosa. Konsekuensi dari semua ini adalah ketaatan totalitas atas semua hukum-hukum yang Allah Swt. telah bebankan kepada hamba-Nya.

Ibadah puasa Ramadhan ditujukan untuk membentuk muttaqin (orang bertaqwa). Sedangkan di antara karakter orang bertaqwa ialah sibuk bersegera memburu ampunan Allah ta’aala dan surga seluas langit dan bumi. Sebagaimana Allah Swt. di dalam QS. Ali Imran ayat 133, yang artinya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Akhirnya, mari jadikan Ramadhan sebagai pembuktian ketaatan totalitas kita kepada Sang Ilahi dengan menjalankan seluruh hukum-hukum Allah ‘azza wajalla dengan sempurna, termasuk didalamnya hukum bernegara.

Wallahua’lam bishshowab.

Penulis : DR. Suryani Syahrir, ST., MT. (Dosen dan Pemerhati Sosial)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.