3 Mei 2024

Dimensi.id-Bulan ramadhan merupakan bulan yang mengandung peluang emas untuk bertaubat kepada Allah SWT. Bulan yang selalu dinantikan umat muslim karena pada bulan inilah pintu ampunan Allah SWT dibuka lebar-lebar. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dan berpuasa di bulan ini, maka Allah akan mengampuni dosanya sehingga ia dapat diumpamakan seperti saat hari dimana ia dilahirkan ibunya. Setiap bayi yang baru lahir dalam ajaran islam dipandang suci, murni tanpa dosa.

            Rasulullah SAW bersabda,

            “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan di mana Allah SWT wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan mengharap keridhoan Allah SWT, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya.” – (HR Ahmad No. 1596).

            Di dunia ini tidak ada seorang pun manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan, sebab manusia memang selalu rentan pada dosa. Setiap hari, secara sadar ataupun tidak manusia mampu melakukan kesalahan-kesalahan maupun dosa. Maka ketika ramadhan telah hadir di tengah-tengah kita saat ini, marilah bersama-sama berburu ampunan dari Allah SWT.

            Sebagaimana Rasulullah, suri tauladan umat muslim, Kekasih Allah yang sudah terjamin surga untuk beliau saja selalu mengucapkan istighfar tidak kurang dari sehari semalam. Beliau juga tidak pernah meninggalkan sholat tahajud bahkan sampai kakinya bengkak-bengkak. Masya Allah.

            Diriwayatkan dari hadist Abu Dawud, “sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah SAW dalam satu kali majelis, beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis) : “Ya Rabb-ku, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

            Ibadah puasa ramadhan ditujukan untuk membentuk mutaqqin (orang bertakwa). Sementara di antara karakter orang yang bertakwa ialah mereka yang sibuk bersegera memburu ampunan Allah SWT.

            “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”— QS Ali Imran : 133.

            Ramadhan 1441 Hijriyah ini menjadi ramadhan yang berbeda karena umat muslim menjalankannya di tengah pandemi Corona (Covid-19) yang tidak hanya melanda negeri ini akan tetapi hampir seluruh belahan dunia, termasuklah negeri-negeri kaum muslimin yang lain. Bagi mereka yang cerdas, ramadhan ini tetapi dijadikan sebagai momentum perubahan, tidak menjadikannya sebagai keluhan. Sebab seorang muslim haruslah menerima qadha yang telah telah Allah tetapkan serta menjalani dengan ikhtiar semampunya.

            Termasuk dengan mengupayakan sikap ketakwaan yang menghasilkan taat kepada perintah Allah SWT. Semestinya kaum muslimin pula menjadikan masa-masa ramadhan di tengah wabah ini sebagai masa untuk muhasabah diri. Barangkali inilah bentuk daripada teguran dari Allah SWT atas kemaksiatan umat muslim dalam mengabaikan hukum-hukum Allah.

            Sebagaimana hadist Rasulullah,

            “Apabila telah marak perzinahan dan praktik ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab Allah,”—HR Al-Hakim.

            Perzinahan dan riba di negeri ini telah menjadi hal yang mudah untuk ditemukan, dan tidak ada lagi rasa malu bagi pelakunya dalam melakukan perbuatan itu. Sebagian besar masyarakat abai akan kewajiban sebagai muslimin yang seharusnya taat pada perintah dan hukum-hukum Allah. Begitu pula dengan pemerintah yang berkuasa, di mana kekuasaan itu justru digunakan untuk mempermudah masukkan kerjasama-kerjasama dengan negeri-negeri kafir. Terlebih lagi di masa pandemi corona yang semestinya menjadikan pemerintah cepat tanggap dalam menanganinya bukan memberikan solusi timpang tindih yang sama sekali tidak menyelesaikan masalah apapun, justru menambah persoalan baru.

            Hadirnya ramadhan menjadi penenang bagi jiwa-jiwa yang panik akan pandemi corona ini. Itulah kiranya hikmah yang bisa dipetik umat muslim saat ini. Maka itu, mari menjadikan ramadhan ini sebagai perubahan. Bertaubat pada Allah, memohon ampun atas abainya pada hukum-hukum-Nya. Berkomitmen untuk taat, bukan semata-mata taat hanya pada perihal ibadah saja—hablumminallah dan hablumminannafsy, akan tetapi juga taat pada hukum-hukum yang Allah tetapkan dalam mengurus kehidupan umat, termasuk dalam bernegara.

            Sebab hanya hukum-hukum Allah saja lah yang mampu memecahkan solusi permasalahan hari ini, sebagaimana dulu pernah diterapkan selama kurang lebih 13 abad yang lalu. Dan hal itu bukanlah sekadar dongeng belaka, namun bukti sejarah peradaban islam yang membawa kebangkitan bagi umat yang bernaung di bawahnya. Bahkan terkait pandemi pun, sebelumnya pernah terjadi di masa kepemimpinan islam di masa lampau. Seperti yang pernah terjadi di Amwas, wilayah Syam tahun 639 M (Suriah), wabah ‘Black Death’ di Granada pada abad 14 dan wabah smallpox pada abad 19 yang melanda wilayah khilafah Ustmaniyah. Artinya ini bukan permasalah baru yang tidak ada solusinya. Islam selalu memiliki solusi permasalah apapun karena berlandaskan pada petunjuk dari Allah SWT—Tuhan Semesta Alam—melalui Al-Quran dan As-Sunnah.

            Maka tidaklah ketaatan kaum muslimin akan tercapai sempurna kecuali dengan bingkai kepemimpinan islam yang menerapkan hukum-hukum Allah, yaitu Khilafah Islamiyah.

            Wallahua’lam bisshowab…

Penulis : Tri Ayu Lestari

Editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.