18 Mei 2024

Penulis : Endang Sipayung

Dimensi.id-Penceramah asal Sumatra Utara Miftahul Chair dilaporkan ke polisi atas dugaan penistaan agama. Laporan itu dilayangkan oleh sejumlah Ormas Islam ke Polrestabes Medan, Jumat 17 Juli 2020.

Pelaporan itu adalah buntut unggahan kalimat di akun facebook Miftah yang dianggap provokatif. Dalam unggahannya 29 Juni 2020 lalu, Miftah menyinggung soal perempuan yang memakai cadar.

“Saya tak habis pikir, cewek-cewek yang bercadar itu. Saya aja pake masker gak bisa lama-lama. Mereka satu harian memakainya apa gak bau jigong, bau lecit atau bau tungkik itu kain cadarnya, dan parahnya dikatakan ini perintah Allah, padahal tak ada di Alquran menyuruh cewek pake cadar. Aneh sekali, masak Tuhan menyuruh kita menikmati bau jigong kita. Beragama itu bukan pragmatis, tapi wajib logis dan kritis,” tulis Miftah dalam akun facebook @ miftah.alustadz.12.

Dengan ini maka bertambah lagi satu kasus penghina agama dan profokator, Anehnya dia menyematkan diri sebagai penceramah agama Islam, tapi menghujat ajaran Islam.

Masih hangat dalam ingatan kita,sebelumnya penistaan agama sudah pernah dilakukan. Mulai dari penistaan ayat Alquran, ajaran Islam, simbol-simbol Islam, bahkan ulamanya dikriminalkan, namun tidak ada hukuman tegas bagi mereka.

Orang-orang seperti ini akan terus bermunculan karena di dalam kapitalisme, sikap seperti ini memang ditumbuhkan dan dikembangkan.

Penistaan agama tidak dianggap kesalahan di alam demokrasi kapitalisme bahkan cenderung dilindungi karena sering dilakukan oleh orang-orang yang berada di dalam lingkaran kekuasaan.

Sebut saja penistaan agama islam yang di lakukakan oleh sukmawati soekarno putri, Ade armando, denny siregar dan permadi arya alias abu janda. Tidak akan ada sanksi tegas untuk orang-orang seperti ini, dan yang lebih mengherankan lagi mareka ini justru orang-orang yang mengaku dirinya muslim.

Mereka yang melakukan penistaan agama seolah tidak tersentuh hukum. Pelaporan kasus penistaan agama berjalan lambat dan bahkan berhenti di tempat, tidak ada kelanjutannya. Hukum tidak tegas pada penista agama sehingga penistaan terulang tanpa ada sanksi yang jelas.

Oleh sebab itu para penista agama merasa aman-aman saja dan bebas melakukan penistaan yang bisa menyakiti hati umat Islam.

Beginilah salah satu dampak buruk dari rusak nya sistem demokrasi kapitalisme, Dalam sistem ini penistaan agama dibiarkan sementara ujaran kebencian terutama pada penguasa rezim diproses cepat yang berujung pidana.

Sebaliknya, dalam sistem Islam hampir tidak dijumpai penistaan agama, karena khilafah akan menjalankan fungsi dakwah, menutup semua jalan pemikiran yang berlawanan dengan Islam dan akan menerapkan sanksi tegas kepada pelaku nya.

Beragama adalah hak yang paling asasi yang dilindungi oleh hukum. Dan penistanya harus dihukum seberat-beratnya agar bisa menjadi efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan penistaan terhadap agama.

Sikap dan tabiat “menghina” atau “menistakan” adalah akhlak para musuh Allâh Azza wa Jalla yang menjadi akhlak orang kafir dan munafiqin.

Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla menjelaskannya secara jelas kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya dalam banyak ayat dan peristiwa.

Dalam sejarah kehidupan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi dalam peristiwa perang Tabuk, kaum munafikin menghina para Sahabat Radhiyallahu anhum.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang yang paling sayang kepada manusia waktu itu tidak memaafkan dan tidak menerima uzur para penghina tersebut, bahkan tidak melihat alasan mereka sama sekali yang mengaku melakukannya sekedar bermain dan bercanda.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan wahyu yang turun dari langit yang diabadikan dalam al-Qur`an, Firman Allâh Azza wa Jalla:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At-Taubah/9:66]

Dan bagi para penista agama islam yang mengaku bahwa dirinya seorang muslim, Para Ulama banyak menggunakan istilah Zindîq untuk menamakan orang munafik Yaitu menyebunyikan kekufuran dalam keyakinannya dan menampakkan iman dalam perkataannya.

Oleh karena itu imam Ibnul Qayyim mendefiniskan zindiq dengan kaum yang menampakkan keislaman dan mengikuti para Rasul dan menyembunyikan dalam batinnya kekufuran dan permusuhan kepada Allâh Azza wa Jalla dan rasulnya. Merekalah kaum munafik dan mereka ada di neraka paling bawah.

Wallahu a’lam bish Shawab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.