18 Mei 2024

Penulis : Siti Latifah, Mahasiswa

Dimensi.id-Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

LENSAINDONESIA.COM Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mendorong upaya membangun ‘perjodohan’ atau kerjasama antara perguruan tinggi atau Kampus dengan industri.

Strategi ini dinilai penting agar perguruan tinggi dan industri bisa terkoneksi untuk saling memperkuat keduanya. Menurut Nadiem, Kampus bisa menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan dunia usaha.

Pemerintah, kata Nadiem, memiliki sejumlah peran yakni sebagai pendukung, regulator, dan katalis. Meski demikian, pemerintah tidak bisa memaksa pihak Kampus dan industri untuk saling bermitra lewat regulasi, melainkan dengan berbagai macam insentif untuk berinvestasi di bidang pendidikan, misalnya lewat penelitian.

Dia menjelaskan, bahwa Kemendikbud telah menjalankan program Kampus Merdeka. Salah satunya untuk menghasilkan mahasiswa yang unggul dan bisa menjadi pendisrupsi revolusi industri 4.0.

Sungguh miris, ketika visi pendidikan berorientasi pada industri semata. Akibatnya sistem pendidikan negeri ini kian kehilangan visi pendidikan, kurikulum menyesuaikan keinginan dunia industri dan akan mengikis ketertarikan generasi muda negeri ini terhadap ilmu. Semangat menuntut ilmu akan padam karena mereka akan berpandangan ‘tidak perlu kuliah tinggi, toh nanti ujung-ujungnya bergelut dengan dunia industri’.

Tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqaid, maupun hukum. Islam bahkan telah memberikan dorongan agar manusia menuntut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan. (Q.S. Az-Zumar 9 ; Al-Mujadalah 11).

Pada dasarnya, sistem pendidikan Islam didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap Muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh mengabaikannya. Banyak nash al-Qur’an maupun hadits Nabi yang menyebutkan juga keutamaan mencari ilmu dan orang-orang yang berilmu.  Sesungguhnya motivasi seorang Muslim untuk mencari ilmu adalah dorongan ruhiyah, bukan untuk mengejar faktor duniawi semata. Seorang Muslim yang giat belajar karena terdorong oleh keimanannya, bahwa Allah Swt sangat cinta dan memuliakan orang-orang yang mencari ilmu dan berilmu di dunia dan di akhirat.

Betapa pentingnya pendidikan, karena hanya dengan proses pendidikanlah manusia dapat mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang mulia, melalui pemberdayaan potensi dasar dan karunia yang telah diberikan Allah. Apabila semua itu dilupakan dengan mengabaikan pendidikan, manusia akan kehilangan jatidirinya.

Konsep pendidikan Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan pada pembentukan keribadian yang utuh dan bulat. Pendidikan Islam menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah pada surat Al Baqarah ayat 208, yang artinya :”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Bagi manusia pendidikan penting sebagai upaya menanamkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam pada kehidupan nyata melalui pribadi-pribadi muslim yang beriman dan bertakwa, sesuai dengan harkat dan derajat kemanusiaan sebagai khalifah di atas bumi. Penghargaan Allah terhadap orang-orang yang berilmu dan berpendidikan dilukiskan pada ayat berikut. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan derajat (yang banyak)” (QS. Al Mujadalah 11). “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS, An-Nahl 43). “Katakanlah :”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” (QS.Az.Zumar:9).

Pentingnya pendidikan telah dicontohkan oleh Allah pada wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang banyak mengandung isyarat-isyarat pendidikan dan pengajaran dengan makna luas dan mendalam. Perilaku Nabi Muhammad saw sendiri, selama hayatnya sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang tinggi, seperti firman Allah “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. 33:21).

Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Qur’an merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara garis besar, konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan pengaruh ajar.

Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang utuh dan bulat.

Konsep pendidikan islam yang mengacu kepada ajaran Al-Qur’an, sangat jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr. M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman. Beliau mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam menurut Al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman diberikan keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman nalar dan kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin mengajari anaknya hikmah dan membesarkannya dengan metode hikmah itu pula.

Jika  kita masih memegang erat sistem neo-liberal ini sampai kapanpun pendidikan tinggi akan terus terjajah dan tidak akan pernah mampu mencetak ilmuwan yang bermanfaat bagi umat. Patutlah Indonesia belajar bagaimana di abad pertengahan dunia Islam telah mencetak para ilmuwan yang berpengaruh di dunia.

Ilmuwan tersebut antara lain Al-Khawarizmi (780-846 M) ahli matematika, Ibnu al-Haitham (965-1040 M) ahli astronomi dan matematika, Jabir ibnu Hayyan (721M – 815 M) peletak dasar ilmu kimia modern, Ar-Razi (865-925 M) ahli pengobatan, serta sederet lainnya menguasai sains dan juga memiliki basis ilmu agama atau keislaman yang amat kuat. Contoh lain adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani bukan hanya seorang ulama besar, beliau juga menguasai 13 bidang ilmu sains mulai dari astronomi hingga kedokteran. Juga Ibnu Sina (980-1037 M), sebagai Bapak Pengobatan Modern yang oleh sejarawan George Sarton disebutkan sebagai ilmuwan paling terkenal dari Islam juga seorang ilmuwan multidisipliner. Dan masih banyak yang lainnya.

Para Ilmuwan tersebut adalah hasil dari tata kelola pendidikan tinggi di era kehilafahan. Saat itu, tata kelola pendidikan dilaksankan selaras dengan sistem politik-ekonomi yang berlaku di negara tersebut. Pengaturannya didasarkan kepada seperangkat prinsip yang bersumber dari aturan Allah SWT. Diterapkan melalui sistem pemerintahan yakni kekhilafahan yang telah didesain Allah SWT sehingga selaras bagi keniscayaan terlaksanakannya  sejumlah prinsip pendidikan Islam. Prinsip-prinsip tata kelola tersebut antara lain sebagai berikut.

Pertama, pelayanan pendidikan harus steril dari unsur komersil. Kedua, negara bertanggung jawab penuh dalam peran pelayanan pendidikan. Ketiga, strategi pelayanan harus mengacu pada tiga aspek yakni kesederhanaan aturan, kecepatan pemberian layanan, dan dilaksanakan oleh individu yang profesional. Keempat,  negara berkewajiban mengalokasikan anggaran dengan jumlah yang memadai untuk pengadaan pendidikan gratis yang berkualitas bagi setiap anggota masyarakat. Kelima, pengelolaan keuangan yang amanah (anti korupsi dan tidak boros). Keenam, peran individu/swasta dalam pengelolan pendidikan tinggi tidak dibenarkan menjadikan kelalaian tanggung jawab dan fungsi negara, apalagi sampai mempengaruhi kurikulum pendidikan tinggi.

Maka, sudah saatnyalah kita meninggalkan sistem kapitalisme yang telah nyata menjadikan pendidikan hanya sebagai pabrik pencetak budak korporasi. Selanjutnya, marilah kita berjuang untuk mewujudkan sistem Islam, sebagai satu-satunya sistem yang akan bisa mewujudkan manusia yang memiliki intelektual unggul multidisipliner dan peduli terhadap kondisi umat, insya Allah.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.