8 Mei 2024

Dimensi.id-Sebanyak 36.554 orang napi telah dibebaskan.  Yang keluar melalui asimilasi sebanyak 33.902 dan anak binaan sebanyak 805 orang. Sisanya bebas melalui integrasi sebanyak 1.808 dan anak binaan sebanyak 39 orang. (11/4/2020)

Setidaknya ada dua alasan yang diutarakan Menkumham terkait pembebasan napi tersebut. Pertama untuk mencegah penularan wabah Corona. Agar warga lapas yang over kapasitas bisa lebih longgar untuk social distancing. Kedua negara akan mendapatkan penghematan anggaran pengeluaran untuk lapas hingga sebesar Rp260 miliar.

Senyum bahagia tentu saja terpancar pada napi yang termasuk dalam daftar pembebasan. Tak disangka tak diduga bisa bebas sebelum waktunya. Sebaliknya masyarakat luas justru bertambah was-was. Sudahlah was-was dengan Covid-19 yang terus mencari mangsa. Di tambah lagi kecemasan pada kejahatan para napi yang dibebaskan.

Meskipun Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nugroho meminta masyarakat tak cemas. Karena menurutnya napi yang dibebaskan sudah melalui proses penyaringan. Yakni mereka yang selama ini berkelakuan baik saat di penjara atau rutan.

Namun hal tersebut sama sekali tidak memberikan jaminan keamanan. Buktinya baru beberapa saat dilepas sudah muncul sederet kasus. Ada yang menjambret demi cukupi kebutuhan hidup. Menjadi kurir ganja, mabuk dan mengamuk di rumah makan, hingga mencuri uang rokok di warung. (12/4/2020)

Sungguh sekali lagi kebijakan yang diambil negara kali ini tak lain adalah menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Bahkan sebenarnya bisa dikatakan kebijakan ini sama sekali tidak mengandung penyelesaian masalah.

Pertama, mengapa harus ada social distancing di lapas? Bukankah selama ini mereka memang sudah berada dintempat yang sama dan semua bebas Corona. Corona tidak muncul sendirinya dalam tubuh seseorang. Apanya yang harus dibatasi, bukankah bagi sesama orang sehat (bebas corona) apalagi memang di dalam satu tempat tak ke mana-mana tak perlu ada social distancing. Layaknya anggota keluarga dalam rumah masing-masing. Tidak harus ada pembatasan interaksi.

Adapun yang perlu dilakukan hanyalah menutup akses dari luar seperti tamu. Petugas lapas yang harus dipastikan steril sebelum masuk lapas. Juga memisahkan tahanan baru setidaknya selama 14 haru sebelum digabung ke tahanan lama. Agar jika si tahanan baru ternyata mengidap Corona tidak serta merta menularkannya pada napi lainnya.

Dengan demikian tidak harus membebaskan para napi. Karena justru pada saat dibebaskan itu para napi rentan terpapar virus. Sebab bisa jadi mereka tak bisa berdiam diri di rumah karena harus mencari penghidupan untuk bertahan hidup. Berbeda dengan saat di lapas yang kebutuhan mereka dijamin.

Di saat mencari pekerjaan itulah mereka berpotensi tertular atau bahkan melakujan kejahatan kembali. Sebab saat wabah melanda ini, yang bukan napi saja banyak yang akhirnya kehilangan pekerjaan, apalagi dengan status mantan napi. Melakukan kejahatan kembali sangat mungkin jadi pilihan.

Kedua, alasan menghemat anggaran makan lapas ada benarnya secara hitung-hitungan nominal. Namun jika mau berhitung secara keaeluruhan termasuk social cost, justru berpotensu merugi. Pasalnya selain para napi yang kembali berulah di luaran sana merugikan masyarakat luas.

Hal ini juga menyebabkan semakin menghilangnya efek jera bagi para pelaku kejahatan. “Ah gak usah takut mencuri, merampok atau korupsi, toh nanti kalau ramai-ramai ditangkap penjara penuh. Paling nanti juga akan dibebaskan.”

Kejahatan pun semakin merajalela dan sudah pasti yang dirugikan adalah masyarakat umum. Jadi kalaupun penghematan sebesar 260 milyar itu dikembalikan ke masyarakat tetaplah jauh lebuh besar resiko yang bakal ditanggung masyarakat tersebab dibebaskannya para napi tersebut.

Masalah kelebihan kapasitas dan membengkaknya anggaran belanja lapas ini sejatinya karena kesalahan sistem sanksi yang diterapkan. Dengan atau tidak adanya wabah, masalah ini harus dipecahkan.

Dalam Islam tidak semua pelaku kriminal/maksiyat di penjara. Ada yang didera, dirajam, dihukum mati, dipotong tangan, diqisos (dibalas serupa kejahatan yang diperbuat), disita hartanya. Hanya sebagian yang dipenjara. Efek dari pelaksanaan hukuman tersebut juga sangat efektif membuat jera yang lain sehingga jumlah kriminal dalam tatanan kehidupan Islam sangat minim.

Dan yang paling fantastis di dalam Islam adalah pelaksanaan hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara otomatis menjadi upaya pencegahan kriminal yang sangat efektif. Misalnya kasus pencurian, rampok, penipuan atau korupsi. Sistem ekonomi Islam mampu memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan kepada setiap individu. Serta penanaman aqidah melalui sistem pendidikan yang luar biasa kuat membuat setiap orang tidak terpikir mengambil harta orang lain tanpa hak.

Contoh lain adalah kasus pelecehan seksual. Dengan penerapan sistem pergaulan yang memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, kewajiban menutup aurat dan menutup semua hal yang bisa merangsang naluri seksual. Dilengkapi dengan kemudahan menikah akan membuat orang tercegah dalam kehinaan saat ingin memenuhi naluri seksualnya.

Oleh karenanya, jika penguasa benar-benar ingin menyelesaikan masalah yang terjadi hari ini tak ada pilihan lain kecuali memberlakukan hukum Islam dalam pengaturan seluruh aspek kehidupan. InsyaAllah semua masalah akan selesai tanpa menyisakan apalagi menimbulkan masalah yang baru. Biidznillah.[ia]

Penulis : Umi Diwanti (Revowriter Kalsel)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.