1 Mei 2024

Penulis :Siti Komariah (Pegiat Opini, dan Pemerhati Ummat)

Dimensi.id-Pandemi covid-19 yang melanda dunia, termaksud Indonesia belum juga berakhir, bahkan tidak diketahui kapan akan berakhirnya. Pun vaksin belum juga ditemukan. Namun, pemerintah saat ini sudah mulai mewacanakan new normal life atau atau kehidupan normal baru bagi rakyatnya.

Kebijakan ini pun mendapatkan kritik dari sejumlah pakar, salah satunya Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.

Terlalu dini, maksud Hermawan adalah wacana new normal ini membuat persepsi masyarakat seolah-olah telah melewati puncak pandemi Covid-19, namun kenyataan belum dan perlu persiapan-persiapan dalam new normal tersebut.

Menurutnya ada prasyarat untuk memberlakukan new normal life diantaranya sudah terjadi perlambatan kasus, sudah dilakukan optimalisasi PSBB, masyarakat sudah mawas diri dan meningkatkan imun masing-masing. Pemerintah juga sudah memperhatikan infrastruktur untuk memberlakukan new normal life. (merdeka.com, 25/5/2020).

New normal adalah perubahan perilaku agar tetap beraktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Konsep ini diterapkan sampai vaksin dan obat Covid-19 ditemukan. Tentunya diiringi dengan protokol yang ketat dan harus penuhi.

Sedangkan jika kita melihat kondisi di Indonesia, semua prasyarat tersebut belumlah terpenuhi. Kita bisa melihat fakta di lapangan bahwa kasus Covid-19 terus meningkat, bahkan di beberapa daerah terjadi lonjakan yang cukup signifikan, PSBB terus dilanggar saat diterapkan dan belum optimal. Pun penanganan wabah dari aspek kesehatan tidak memadai, bahkan terbilang minim.

Hal ini jelas membuat masyarakat resah dan khawatir. Bagaimana tidak, mereka harus menjalani hidup normal di tengah pandemi yang mengancam nyawa mereka. Ditambah lagi, negara terkesan abai terhadap nyawa rakyatnya yang tergambar dari kebijakan yang mencla-mencle beberapa waktu lalu.

Seyogianya, jika ingin menerapkan new normal life pemerintah harus benar-benar melihat situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan negeri sendiri. Apakah rakyat telah siap melaksanakan kebijakan tersebut ataukah tidak? apakah telah terjadi penurunan yang signifikan terhadap wabah Covid-19, dan lainnya. Bukan hanya mengikuti tren global semata.

Karena wacana new normal jika tidak dibarengi dengan prasyarat yang ditentukan bisa menimbulkan bahaya dan masalah baru bagi rakyat negeri ini. Bahkan, alih-alih ingin memulihkan perekonomian dan kehidupan negerinya, bisa jadi yang terjadi adalah peningkatan wabah Covid-19, bahkan gelombang ke dua mengintai di depan mata.

Pemerintah seakan tidak mau pikir panjang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menimpa rakyatnya. Apakah kebijakan yang diambil dalam menyelesaikan masalah tersebut telah benar demi kemaslahatan rakyat ataukah justru menimbulkan masalah baru, bahkan mengorbankan nyawa rakyatnya.

Namun, inilah tabiat rezim kapitalis sekuler yang hanya membebek pada negeri barat, tanpa memiliki kemandirian dalam menyelesaikan segala problematika yang menimpa negerinya. Kedaulatan negerinya seakan telah hilang ditelan bumi. Mereka bahkan tak segan-segan mengorbankan nyawa rakyatnya demi arogansi tren global.

New normal life sejatinya kembali membuktikan kegagalan rezim dalam sistem kapitalisme sekuler dalam meriayah rakyatnya, terlebih menangani pandemi Covid-19. Dalam sistem kapitalisme negara berlepas tangan dalam memelihara urusan masyarakat, dan menyerahkannya pada sektor swasta. Sehingga sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang bisnis yang lebih menitikberatkan pada untung dan rugi untuk menormalkan kondisi ekonomi, dibandingkan dengan menyelematkan nyawa rakyat yang notabene memerlukan dana yang sangat besar.

Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang memprioritaskan kemaslatahan rakyatnya. Karena mereka menjadi pemimpin untuk meriayah dan bertangungjawab terhadap rakyatnya. Sabda Rasulullah “Imam [kepala negara] itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya. ” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Sabda Rasulullah, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Khalifah (pemimpin) benar-benar menjaga rakyatnya dengan baik, harta, darah dan nyawa rakyatnya menjadi prioritas utama yang harus dijaga dan dilindungi. Tidak sekali-kali menyerahkan urusan rakyatnya pada swasta ataupun asing. Selalu menjaga kedaulatan negerinya.

Akidah Islam sebagai dasar berdirinya peradaban menjadikannya sebagai satu-satunya peradaban yang layak bagi manusia. Syariat Islam menjadi pedoman mereka dalam pola pikir dan pola sikap mereka. Kehidupannya yang berjalan sesuai dengan perintah dan larangan Allah mewujudkan nilai materi, spiritual, kemanusiaan dan moral secara serasi dan seimbang. Ketika terjadi gangguan baik wabah maupun bencana, negara akan berada di garda terdepan untuk melindungi rakyatnya. Bahkan, para pemimpin merelakan kehidupan mereka demi rakyatnya. Mereka rela kelaparan agar kebutuhan rakyatnya tercukupi selama wabah dan bencana berlangsung.  Menyelesaikan masalah sesuai tuntunan syariat, bukan tren global.

Jika terjadi wabah penyelesainya pun sesuai dengan tuntunan syariat. Dimana, pada masa khalifah Umar bin Al-Khattab, Beliau menerapkan lockdown total pada wilayah yang terjangkit wabah tersebut. Memenuhi kebutuhan rakyat selama wabah, berusaha sekuat tenaga memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi rakyat yang terjangkit, serta selalu berdoa agar wabah segera diangkat.

Maka tidak heran jika berbagai problematika yang menimpa negeri Islam dapat teratasi dengan sempurna. Karena dalam diri para khalifah selalu terpaut kepada ridho Allah dalam setiap kepemimpinannya. Bukan hanya sekedar mendapatkan materi semata. Wallahu A’alam Bisshawab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.