28 April 2024

Dimensi.id-Pandemi Covid-19 tak hanya merenggut nyawa nyawa orang yang kita cintai atau kenali, namun juga mencabut rasa empati dan simpati. Seperti yang dialami dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur. Paramedis tersebut justru mendapat perlakuan tak menyenangkan karena tiba-tiba diusir dari kosan yang disewa (25/3/2020).

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah, membenarkan adanya aduan dan keluh kesah dari paramedis tersebut. Harif menduga, peristiwa itu ada kaitannya dengan rasa cemas dan ketakutan masyarakat terkait penyebaran virus Corona Covid-19. Meski disebut hanya beberapa dari perawat yang mengadu, dia menyayangkan adanya tindakan tersebut.

Demikian pula pernyataan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, “Saya mendapatkan laporan yang mengejutkan, peristiwa yang membuat tatu ati (sakit hati). Sekelompok warga Ungaran menolak pemakaman pasien Covid-19. Ini kejadian kesekian kali, dan saya mohon maaf,” kata Ganjar dalam cuplikan video yang diunggah di akun instagram @ganjar_pranowo, (11/4/2020).

Gubernur nyentrik itu merasa teriris hatinya tatkala mendengar kabar peristiwa penolakan pemakaman jenazah Covid-19 Penolakan tersebut dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang pada Kamis (9/4/2020).

Sungguh tak bisa dicerna nalar mengapa masyarakat antipati terhadap jenasah penderita positif Covid-19 dan kebetulan pula mereka adalah tenaga kesehatan di rumah sakit. Selama hidupnya hingga ia ditakdirkan meninggal senantiasa bekerja keras menjaga kesehatan pasiennya.

Terlebih setelah mewabahnya pandemi Covid-19, merekalah yang berdiri di garda terdepan. Tak hanya karena ikatan dinas mereka, namun juga demi kemanusiaan. Menantang bahaya demi sebuah senyum yang bisa dikembalikan kepada keluarga si pasien. Resiko yang mereka hadapi sungguh tak bisa dibayangkan, sekalipun mereka telah sesuai prosedural kesehatan. Namun siapa bisa jamin mereka berstatus Carier ( pembawa).

Lantas, jika keadaan sudah Cheos seperti ini haruskah pula hati nurani dan belaskasih ikut tercabut? Para tenaga medis bukannya tak tahu resiko, namun juga ketika ajal menjemput dalam keadaan positif Covid-19 bukanlah kematian yang mengandung aib.

Pasien, keluarga dan tenaga medis mendapat Perlakuan diskriminatif dari masyarakat berupa cap negatif, pengucilan dan pengusiran dari rumah kos hingga penolakan jenazah. Sungguh tak masuk akal, masyarakat khawatir tertular.

Masyarakat menjadi zalim karena minimnya informasi akurat  dan edukasi yang sampai ke masyarakat. Peduli dan tanggap menjadi sesuatu yang langka. Cara pandang masyarakat cenderung individualis. Bentukan sikap ini bukan sehari dua prosesnya, namun selama penguasa menerapkan apa yang disebut cara pandang sekuler.

Yaitu sikap meninggikan hukum buatan manusia serta meninggalkan hukum berupa Wahyu Allah SWT. Akibatnya negara mandul dalam menanggapi fenomena ini, lebih jauh lagi, ini hasil dari kelalaian negara dalam menangani pandemik.

Seandainya manusia bisa mengedepankan keyakinannya ( akidah) bahwa segala rupa bencana ini adalah bagian dari cara Allah SWT mengembalikan manusia, hidup dan alam semesta pada aturan awal. Yaitu pengaturan Allah Rabbul Aalamin, maka persoalan pandemi akan segera berakhir tanpa meninggalkan persoalan lainnya.

Secara defakto dan deyute kita bisa bandingkan bagaimana sistem atau aturan  Islam . Sepanjang sejarahnya kaum Muslim tak pernah hidup dalam pengaturan selain Islam.  Syariat menjadi hukum praktis ketika menyelesaikan berbagai persoalan rakyat. Dari ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, keamanan, sandang, pangan, papan dan termasuk penanganan wabah. 

Diberikan  tanggungjawab pengurusan semua urusan tadi kepada negara. Negara didukung dengan finansial yang Koko, Baitul maal dan departemen I’lami sebagai media penyambung komunikasi penguasa kepada rakyat akan mengatasi wabah semaksimal mungkin. Dan memberikan informasi yang shahih, tidak hanya berupa edukasi namun juga penguat akidah , agar rakyat sabar menghadapi kesulitan akibat wabah atau bencana.

Demikian pula para tokoh umat, akan diminta oleh penguasa  untuk menjelaskan hakikat wabah sehingga masyarakat menyikapi dengan tepat dan mendukung penanganan. Sehingga wabah bisa berlalu dan masyarkat pasca bencana menjadi sehat lahir dan batin. Wallahu a’lam bish showab.[ia]

Penulis : Rut Sri Wahyuningsih (Ibu Rumah Tangga)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.