5 Mei 2024

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam tidak sekedar mengatur ibadah- ibadah ritual. Namun dalam perekonomian, Islam juga memiliki aturan maupun solusi di dalam aktivitas kehidupan pemeluknya. Untuk itu perlu kiranya, umat islam menilik lebih dalam lagi agar memiliki wawasan yang lebih luas dari sisi penerapannya.

Akhir- akhir ini masalah terbesar yang sering mencuat adalah ekonomi. Namun sebuah masalah akan dapat diminimalisir jika segala sesuatunya dijalankan sesuai dengan aturan yang digariskan oleh Allah SWT. Karena Allah SWT adalah al Khaliq (Maha pencipta) sekaligus al mudabbir (Maha Pengatur). Hanya Allah yang mengerti hal yang terbaik untuk hambanya.

Secara fitrah manusia, setiap orang ingin terlahir dan hidup dalam keadaan kaya. Namun ketika dihadapkan pada masalah rezki maka setiap orang meemiliki garis takdir masing – masing. Tidak ada yang lebih baik dan lebih utama dari keduanya. Karena kaya dan miskin memiliki potensi masing – masing untuk mengarah pada perbuatan baik maupun buruk. Si kaya bisa bersyukur dan banyak berderma, sedangkan si miskin bisa bersabar atas kekurangannya. .

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebagian sufi, seperti Harits al-Muhasibi dan Imam al-Ghazali, memberikan keutamaan (afdhaliyah) kepada si miskin. Sedang  sufi lain memberikan keutamaan justru kepada si kaya dengan merujuk kepada sehabat-sahabat Nabi saw, yang hartawan, tapi dermawan, semacam Utsman Ibn ‘Affan dan Abdul Rahman Ibn ‘Auf.

Sementara Ibn Taimiyah, pembaharu pramodern yang sangat kritis terhadap tasawuf, mengemukakan pemikiran baru dalam masalah ini. Dalam buku bertajuk Al-Shufiyah wal-Fuqara, Ibn Taimiyah memberikan keutamaan bukan kepada si kaya atau si miskin, melainkan kepada orang yang lebih bertakwa di antara keduanya. (Kitab Al-Shufiyah wal-Fuqara’, hlmn. 25-26). Menurut Ibn Taimiyah, bila kebaikan si miskin lebih banyak, maka ia lebih utama. Sebaliknya, bila kebaikan si kaya lebih banyak, maka si kaya lebih baik. Jika kebaikan mereka sama, maka kemuliaan mereka sederajat dan setingkat. (republika.co.id 23/04/2019)

Dari sisi lain Islam memiliki mekanisme agar antara si kaya dan si miskin tidak terjadi kesenjangan:

  1. Membangun kesadaran kaum muslimin tentang kewajiban zakat, terutama zakat maal. Negara memiliki petugas yang memungut dan mengingatkn jatuh tempo zakat kepada orang yang wajib zakat.
  2. Zakat disalurkan kepada 8 asnaf (Fakir, Miskin, Amil, Gharim, Mu’allaf, Rikab, Fii sabilillah, Ibnu sabil).  
  3.  Islam memperhatikan lemah dan kuatnya seseorang terutama dalam memenuhi kebutuhan primernya. Sehingga Negara menjamin terpenuhinya kebutuhan primer si miskin melalui zakat dan sedekah si kaya.
  4. Melarang penimbunan harta (Kanzul maal)
  5. Melarang Riba, Judi, Penipuan, dan pematokan harga
  6. Seorang individu diperbolehkan mengelola dan mengembangkan harta yang dimiliki sesuai syari’at.
  7. Seorang individu dilarang menguasai harta milik Negara maupun kekayaan umum (air, api dan padang gembala)

Tentunya beberapa hal di atas dapat diterapkan jika syari’at islam diterapkan secara komprehensif dalam institusi Negara. Insya Allah, keberkahan dan kesejahteraan hidup dapat diraih. Wallahu’alam bish showab.

Penulis: Asri Prasasti, SE.I

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.