2 Mei 2024

Dimensi.id-Wabah Covid 19 yang terus menjalar ke seantero dunia kini semakin menyusahkan. PSBB dijadikan solusi terakhir yang diterapkan pemerintahan Indonesia. Bukannya menyelesaikan justru menimbulkan masalah lain yang mengakibatkan bencana kelaparan terus bertambah. Bantuan pangan juga tidak tepat sasaran, parahnya dijadikan ajang pencitraan, selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Terakhir yang mengejutkan adanya mafia APD yang bermain dibalik langkanya ketersediaan APD bagi tenaga medis. Sungguh keterlaluan.

Di lansir dari, Kalbar.antara.news, (19 April 2020) –  Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru-baru ini mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 ini Indonesia sedang menghadapi berbagai mafia, salah satunya mafia alat kesehatan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), mafia merupakan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan.

Menteri BUMN Erick Thohir pun beranggapan selama ini ada mafia atau kelompok yang membuat Indonesia terus-menerus melakukan impor bahan baku obat dan alat kesehatan. Demikian pula dengan alat bantu pernapasan atau ventilator yang saat ini masih harus impor. Padahal, sumber daya manusia (SDM) Indonesia mumpuni membuat alat itu.

Tak lama kemudian sebuah berita mengejutkan datang dari pernyataan Donald Trump. Di lansir dari, Jakarta CNBC,  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mencuit jika dirinya baru melakukan perbincangan dengan Jokowi, terutama soal ventitator. Trump yang menyebut Jokowi sebagai teman meminta bantuan ventilator kepadanya.

Hal itu diungkapkan Trump dalam cuitannnya di akun Twitter pribadinya @realDonaldTrump, “Baru saja berbicara dengan seorang teman, Presiden RI Joko Widodo. Ia meminta ventilator yang tentu akan kami berikan. Kerja sama hebat antara kami,” tulis Trump di akun Twitternya, Jumat (24/4), yang diterbitkan pukul 09.12 waktu setempat, pada Jumat (24/4/2020).

Pernyataan Trump di atas tentu saja menimbulkan berbagai macam pertanyaan. Sebelumnya menteri BUMN sudah mengingatkan tentang adanya mafia APD yang selama ini merusak sistem kesehatan Indonesia. Dia sudah menjelaskan bahwa negara sebesar Indonesia bisa mandiri untuk menciptakan ventilator sendiri tanpa harus impor dengan biaya yang jauh lebih tinggi ketimbang produksi sendiri. Tetapi tiba-tiba Jokowi minta bantuan APD kepada AS. sikap presiden di atas  terlihat berseberangan dengan yang diharapkan Erick Thohir. Ini mengingatkan kembali kepada pernyataan menteri Erick Thohir yang mengecam keras tindakan mafia yang gemar impor APD.

Sebenarnya, gagasan yang disampaikan menteri BUMN tersebut ada benarnya. Indonesia bisa produksi sendiri tanpa harus impor. Tinggal lagi pemerintahannya mau memfasilitasi atau tidak.  Semangat para ahli dalam memerangi covid 19 ini sudah sangat luar biasa bahkan para dokter sudah mewakafkan nyawa mereka untuk merawat pasien positif covid 19. Tetapi kok pemerintah seperti tidak mengerti, tidak peka, masih saja memikirkan impor yang hanya membuat keuangan negara semakin anjlok.

Kembali lagi pada kemampuan Indonesia yang bisa produksi ventilator sendiri sudah dibuktikan oleh para dosen dari ITB sebagaimana dikutip dari Kompas.com(26/04/2020) – Terkait alat bantu pernapasan atau ventilator, Tim Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan ” Airgency: Emergency Automatic Bag-Ventilator”. Dipilihnya teknologi ambu-bag karena lebih murah dan dapat diproduksi dalam jumlah massal. Jika dibandingkan dengan ventilator lain yang memiliki harga mencapai ratusan juta, ventilator ITB dengan ambu-bag harganya jutaan rupiah saja.

Nah kurang apalagi usaha yang dilakukan para ahli dalam negeri untuk mengatasi wabah Covid 19 ini. Tetapi sekuat apapun usaha yang mereka lakukan tetap tidak akan terlaksana jika Negara tidak menyediakan fasilitas yang cukup dan memadai dalam proses pembuatan ventilator tersebut.

Miris memang melihat kinerja pemerintah yang tak pernah sinkron dengan apa yang dibutuhkan oleh warga negara. Padahal SDM negeri ini tak kalah jenius dari SDM luar negeri.  Contohnya saja waktu impor APD dari China ternyata APD tersebut merk nya made in Indonesia. Lagi-lagi hal ini mengundang pertanyaan, kok bisa impor barang buatan dalam negeri sendiri?

Tidak cukup sampai kasus mafia  dalam negeri saja, pasalnya mafia APD tersebut ternyata permainan mafia internasional. Sebuah fakta yang mengejutkan dikutip dari youtube bossman mardigu, bahwa ternyata sebelum wabah covid 19 merambah ganas di Wuhan, China sudah beli 250 juta APD dari seluruh negara termasuk Indonesia. Jumlah tersebut ternyata setengah dari kebutuhan APD dunia.

Kemudian dijual kembali dengan harga 10 kali lipat lebih mahal. Disamping hal itu ternyata Cina diklaim telah berbohong kepada dunia bahwa virus corona jenis baru Covid19 tidak berbahaya. Dan hanya bisa di tularkan melalui hewan bukan manusia. Dan ini dibenarkan oleh WHO. Akhirnya dunia marah dan ingin menuntut China karena telah memberikan informasi palsu dan membahayakan dunia internasional.

Di satu sisi, Amerika merasa telah ditikung oleh China yang  bersekongkol dengan Who karena memberikan data palsu terkait covid 19. Kali ini AS benar-benar kecolongan. WHO yang selama ini dianggap loyal kepada Amerika ternyata berpaling kepada China.

Itu adalah hal yang wajar. Karena hubungan yang mengikat diantara mereka dibangun atas dasar materi. Dan para kapitalis selalu menjadikan tolak ukur didalam mengambil sebuah keputusan. Tak peduli kawan atau lawan, semua dipukul rata jika mampu memberikan materi yang diinginkan. Maka tak ada teman sejati dalam diri kapitalis. Yang ada hanyalah kepentingan sejati akan materi. Semua hal dilakukan termasuk jika harus mengkhianati teman sendiri. Yang penting untung terus.

Wah, kejam ya cara bertemannya para budak kapitalisme. Tak hanya itu. Berdasarkan sumber berita di atas, telah membuktikan kepada dunia bahwa  penduduk di seluruh dunia  benar-benar telah di permainkan para kapitalis.

Negara-negara kapitalis hari ini juga berlaku kejam dan kapitalistik pada negara-negara lain, terutama negara-negara lemah. Banyak dugaan negara-negara miskin menjadi praktek percobaan senjata kimia atau biologis seperti Anthrax milik militer Amerika Serikat, atau Ebola yang ditengarai dikembangkan militer Uni Soviet di akhir tahun 80-an. Virus Corona yang mewabah sekarang diduga kuat oleh intelijen Israel bocor dari laboratorium militer rahasia milik pemerintah komunis Cina.

Selain itu, negara-negara kapitalis Barat bersama perusahaan-perusahaan farmasi kapitalis sering kali menjadikan masyarakat di negara dunia ketiga sebagai kelinci percobaan berbagai obat-obatan yang diproduksi perusahaan-perusahaan kapitalis farmasi Barat. Misalnya pemerintah Nigeri menuntut perusahan farmasi asal  Amerika Serikat, Pfizer, dengan tuduhan melakukan eksperimen medis tahun 1996 pada anak-anak yang mengakibatkan 11 orang tewas. Nigeria menuntut ganti rugi 7 miliar Dollar AS.

Bahkan seringkali wabah penyakit yang berkembang di negeri-negeri dunia ketiga itu diambil sampelnya untuk kemudian mereka buat vaksin, lalu mereka jual ke negara-negara miskin tersebut untuk mengambil keuntungan berlipat-lipat. Inilah penjajahan Barat terhadap negara dunia ketiga dalam bidang medis dan farmasi.

Jika saat pandemi ini seluruh dokter ahli sedang merancang ventilator untuk membantu mengurangi wabah Covid 19 maka, hal yang harus dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi seluruh kebutuhan proses produksinya, baik dana maupun materialnya. Dalam hal ini pemimpin juga harus bijak dalam mengambil keputusan. Jangan segala sesuatu harus import. Selain harus menghemat pengeluaran negara, pemerintah harus kreatif memutar otak dalam mengurangi belanjanya, dan menghindari penambahan hutang pinjaman luar negeri. Semua itu dilakukan agar negara bisa fokus untuk menyelesaikan masalah pandemi ini.

Negara sebesar Indonesia tidak akan kesulitan untuk memproduksi ventilator karena dukungan SDM dan SDA yang melimpah. Tentu saja ini semua bisa diwujudkan ketika Indonesia berdaulat tanpa adanya campur tangan asing.

Namun melihat pejabat negara yang sangat akrab dengan para kapital ini membuat rakyat semakin ragu terhadap kedaulatan negeri ini. Pemerintah kerap kali mengabulkan segala macam permintaan rekan bisnisnya dalam  mengelola negara. Tidak terkecuali dalam penyediaan APD (ventilator) yang memungkinkan pemerintah akan import lagi.

Bagaimana jika ini terjadi? Tentu akan menimbulkan masalah yang sangat riwet lagi. Maka mafia APD yang bermain di Indonesia sangat merugikan negara dan rakyat. Mereka harus seger dihentikan. Jika tidak nyawa rakyat akan semakin menjadi bahan permainan rezim zalim ini. Maka tidak ada yang bisa menghentikan permainan mafia APD ini kecuali dengan mengganti sistem pemerintahannya.

Sistem demokrasi yang melahirkan penguasa korup, anti kritik,  gemar ngutang, penjual aset rakyat dan menumbulkan nyawa rakyat. Itulah sejatinya wajah asli democrazy system. ada yang mampu menghentikan penguasa kapitalis tersebut kecuali dengan menerapkan sistem khilafah yang tegas dalam hal pengurusan urusan umat.

Lalu bagaimana daulah Islam (khilafah) memberikan layanan kesehatan kepada seluruh rakyatnya? Saat kapitalisme menjadikan kesehatan dan nyawa manusia sebagai sumber untuk mendapatkan materi, dengan tingginya biaya layanan kesehatan, harga obat-obatan, Islam justru memerintahkan Daulah Khilafah dan kaum muslimin untuk berkhidmat melayani kesehatan umat manusia. Nabi SAW. pernah diberi hadiah seorang dokter oleh Raja Mesir Muqauqis, lalu oleh Beliau dokter itu dipekerjakan untuk melayani kesehatan kaum muslimin.

Ini menjadi dalil bahwa negara berkewajiban melayani kesehatan umat secara Cuma-Cuma. Tersedianya pelayanan kesehatan yang canggih, profesional dan memadai bagi warga menjadi amat penting untuk mencegah berkembangnya wabah penyakit dan mengobati warga.

Semua langkah di atas hanya akan ditempuh oleh khalifah dalam institusi khilafah. Bukan dalam sistem lumpur demokrasi ini. Untuk sudah saatnya umat segera mengambil langkah untuk mau mengambil islam secara keseluruhan mencakup sistem pemerintahannya yaitu Khilafah agar wabah Covid 19 ini dapat segera di tuntaskan. Dan umat segera diselamatkan dari cengkeraman rezim demokrasi kapitalis ini.

Penulis : Anggi Rahmi, S.E(Muslimah Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.