18 Mei 2024

Penulis : Riska Novita

           

Dimensi.id-Belakangan beredar kabar adanya pemotongan tunjangan profesi yang membuat dunia pendidikan kembali ramai setelah dengan berbagai polemiknya semasa Covid-19. Para guru melalui Forum Komunikasi Guru SPK (Satuan Pendidikan Kerja Sama) mengeluhkan penghentian tunjangan profesi. Tunjangan profesi yang dihentikan ini tercantum dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 6 Tahun 2020.

            Dalam aturan tersebut, di Pasal 6 tercantum bahwa tunjangan profesi ini dikecualikan bagi guru bukan PNS yang bertugas di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). SPK sendiri merupakan satuan pendidikan yang diselenggarakan atau dikelola atas dasar kerja sama antara Lembaga Pendidikan Asing (LPA) yang terakreditasi atau diakui di negaranya dengan Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) pada jalur formal atau nonformal yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

            Melansir laman resmi DPR via Kompas.com, keluhan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020). Para guru menilai bahwa peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Saat rapat, Fikri pun membacakan regulasi soal tunjangan ini dalam UU Guru dan Dosen. Ia menegaskan bahwa guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikat profesi dan diangkat oleh penyelenggara berhak atas tunjangan.

            “Dalam PP Nomor 41/2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen serta tunjangan kehormatan profesor pada ayat 1 disebutkan, guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikat pendidikan dan memenuhi persyaratan dengan ketentuan perundang-undangan diberi tunjangan profesi setiap bulan,” kata Fikri.

            Lantas, apa saja tunjangan profesi yang dihentikan menurut Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 6 Tahun 2020? Pada peraturan tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tunjangan profesi merupakan tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya. Guru bukan PNS yang diberikan tunjangan profesi dan/atau tunjangan khusus meliputi :

            Guru yang diberi tugas sebagai kepala satuan pendidikan. Guru yang diberi tugas tambahan. Adapun tunjangan profesi dan tunjangan khusus guru bukan PNS ini diberikan dalam bentuk uang melalui rekening bank penerima tunjangan. Namun, pada Pasal 6 dari peraturan tersebut dijelaskan bahwa tunjangan profesi diberikan kepada guru bukan PNS yang memenuhi kriteria penerima tunjangan profesi. Pemberian tunjangan profesi tersebut dikecualikan bagi guru-guru berikut :

            Guru pendidikan agama yang tunjangan profesinya dibayarkan oleh Kementerian Agama dan guru yang bertugas di satuan pendidikan kerja sama. Dalam forum bersama DPR, SPK pun mendesak Komisi X DPR RI untuk membantu agar para guru yang kehilangan hak tunjangan profesinya tersebut.

            IKATAN Guru Indonesia (IGI) memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun. Kemudian pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun.

            “Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus korona,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia, Senin (20/4).

            Dana BOS dipotong dari semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun, bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) PAUD dipotong dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 triliun, lalu bantuan operasional pendidikan kesetaraan dipotong dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun. Di sisi lain, anggaran Kemdikbud yang lebih dari Rp70,7 triliun tidak banyak berubah.

            “Kami berharap Kemendikbud memiliki rasa empati yang tinggi terhadap guru-guru kita yang mengalami dampak dari pandemi Covid-19 ini, jangan sampai ada yang berkurang pendapatannya,” imbuhnya.

            Menurut Ramli, para guru justru harus dijaga pendapatannya karena tidak jarang ditemui guru yang membantu anak didiknya yang tidak mampu, khususnya dalam kondisi pandemi seperti ini. Bahkan ada juga guru yang rela membeli kuota data atau pulsa untuk anak didik mereka meskipun sekarang Permendikbud membolehkan penggunaan dana BOS untuk membeli kuota data baik untuk guru dan siswa.

            “Kami lebih cenderung agar anggaran-anggaran tak bermanfaat dan tak mengubah keadaan yang ada di Kemendikbud itu yang dialihkan untuk Covid-19, anggaran peningkatan kompetensi guru di Dirjen GTK Kemendikbud tak banyak bermanfaat seperti anggaran organisasi penggerak yang lebih dari setengah triliun dan anggaran lain terkait peningkatan kompetensi guru oleh Kemendikbud dialihkan saja untuk Covid-19,” tegas Ramli. Dia berpendapat, program peningkatan kompetensi guru yang berlangsung selama puluhan tahun dan menghabiskan dana yang cukup banyak cenderung tidak menimbulkan dampak yang signifikan. Di samping itu, Ramli yakin organisasi penggerak tidak akan mengubah banyak hal terkait kompetensi guru.(OL-4)

            Di tengah wabah covid-19 yang semakin meningkat dari hari ke hari dari bulan ke bulan. Di samping itu pemerintah lagi-lagi mengambil keputusan yang tidak masuk akal. Keputusan Kemendikbud untuk menghentikan tunjangan profesi guru sungguh tidak masuk akal. Kenapa dikatakan tidak masuk akal? Karena kita ketahui bahwa Indonesia sudah banyak mendapatkan bantuan dana untuk menangani wabah Covid-19 ini.

            Dengan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan tunjangan profesi guru dengan alasan untuk penanganan covid-19. Dengan memberikan alasan seperti ini justru menimbulkan banyaknya kebingungan dari rakyat dan banyak menuai tanda tanya. Ke mana bantuan yang didapatkan Indonesia selama ini? Yang kita ketahui kasus Covid-19 bukannya berkurang malah semakin bertambah dari hari ke hari. Padahal tunjangan ini adalah hak guru yang mengajar, mereka berhak mendapatkan tunjangan profesi tanpa didiskriminasi

            Dari sini sudah dapat kita lihat bahwa kegagalan sistem saat ini dan kegugupan pemerintah saat mengatasi masalah. Di sistem sekarang ini, pemerintah sudah gagal dalam menjamin kesejahteraan para tenaga pendidik sebagai upaya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai pelayan rakyat, pemerintah seharusnya menjamin terciptanya pendidikan yang berkualitas secara langsung. Mulai dari menjamin fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum pendidikan. Termasuk juga menjamin kesejahteraan tenaga pendidik dengan memberikan gaji yang cukup tanpa ada potongan sedikitpun.

            Namun nyatanya saat ini pendidikan justru sebagai komoditi komersil dengan terlibatnya swasta dalam penyelenggaraan pendidikan. Komersialisasi ini memberikan dampak ketimpangan kualitas pendidik baik itu dari segi fasilitas pendidik dan termasuk tenaga pendidiknya. Perbedaan ini akan memberi dampak besarnya gaji yang akan diperoleh bahkan sekalipun pemerintah memberi jaminan  dengan memberikan tunjangan kepada guru masih juga terjadi diskriminasi.

            Sebenarnya kegagalan ini tidak lepas dari sistem keuangan negara saat ini yang bertumpu pada sektor pajak dan hutang. Inilah ciri negara yang ada dalam naungan sistem kapitalis. Sebenarnya negara memiliki sumber daya alam yang melimpah namun pemerintah justru memberikannya kepada negara asing. Dan akhirnya mereka tidak sanggup lagi memberikan jaminan pendidikan yang membutuhkan dana besar. Artinya dalam memberikan tunjangan kepada tenaga pendidik diperlukan sistem keuangan yang tangguh sehingga pemerintah bisa memberikan jaminan tersebut.

            Dalam sistem Islam yaitu Khilafah. Dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Di mana pemerintah wajib menyediakan fasilitas pendidik yang lengkap dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran dan lain sebagainya. Termasuk tanggung jawab ini menjamin kesejahteraan guru. Jaminan tersebut direalisasikan dengan memberikan gaji yang cukup kepada guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.

            Pada masa Khilafah para sahabat telah sepakat untuk memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara Khilafah di seluruh kantor pendidikan. Di masa pendidikan Umar bin Khattab gaji pengajar itu sebesar 15 Dinar/bulan atau sekitar tiga puluh enam juta tiga ratus dua puluh lima ribu dua ratus rupiah (Rp. 36.350.250,-).

Di mana (1 dinar = 4,25 gram) dan jika 1 gram senilai Rp. 570.200.  Bahkan di masa Salahuddin Al Ayyubi gaji guru berkisar antara 11 Dinar sampai 40 Dinar atau setara dengan Rp. 26.656.850,-  sampai Rp. 96.934.000,-

            Pembiayaan pendidikan negara Khilafah seluruhnya diambil dari Baitul Mal yakni dari kepemilikan negara serta pos milkiyyahmah ‘amah (hasil pengolahan sumber daya alam). Dana dari kedua pos ini sangat mencukupi untuk menjamin ketahanan keuangan negara. Untuk menjamin kesejahteraan pegawainya sekalipun dalam kondisi pandemi. Oleh karena itu wajar bahwa kualitas masa pendidikan negeri dalam masa Khilafah jauh lebih berkualitas daripada pendidikan di bawah naungan kapitalisme yang hanya mengutamakan manfaat dan keuntungan.

Wallahua’lam Bish Showab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.