Penulis : Farida ida
Dimensi.id-Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (PUMK) selama pandemi Covid-19 menjadi salah satu yang paling merasakan dampak wabah Virus Corona (Covid-19). Tercatat ada 60 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia (data Badan Pusat Statistik -BPS) tahun 2018 yang telah berkontribusi menyumbang negara sebesar Rp 8.573,9 triliun terhadap PDB atau setara 57,8 %
Akibat pandemi virus Corona (COVID-19) ini, hampir 50% atau tepatnya 48,6% dari 60 juta UMKM di Indonesia menutup sementara usahanya.
Dari survey ADB (Asian Development Bank), menyebutkan bahwa hampir 50% dari total UMKM sudah menutup usahanya. Kemudian 30% mengalami gangguan permintaan domestik, hampir 20% mengalami gangguan produksi, dan 14,1% mengalami pembatalan kontrak,” ungkap Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani dalam webinar KTT Indef, (Detik Finance, 28/7/2020).
Selain dari survey ADB, dibuktikan juga dari jumlah UMKM yang sudah mengajukan restrukturisasi kredit ke perbankan menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karena tak mampu menyelesaikan kewajibannya akibat pandemi Corona.
Akibatnya banyak dari pekerja UMKM terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang dan di PHK sebagai imbas dari penerapan status tanggap darurat yang membatasi aktivitas warga.
Berbagai solusi telah dilakukan mulai dari peningkatan pemasaran online pada setiap produk UMKM dan berikan harga terbaik atau justru diskon besar agar masyarakat membeli produk atau layanan yang dijual dan upaya mencari bahan baku produksi dari bahan lokal, namun belum juga menunjukkan adanya peningkatan ekonomi di sektor UMKM.
Pemerintah melalui Menteri Koperasi dan UMKM telah berusaha mengajak semua pihak termasuk swasta, BUMN, serta masyarakat untuk membantu para pelaku UMKM untuk bisa tetap produktif di tengah pandemi Corona. Tujuannya membantu pelaku UMK untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pemerintah juga tengah menyiapkan bantuan sosial sektor informal dan stimulus ekonomi untuk menjaga daya beli dengan percepatan program social safety net atau jaring pengaman sosial, yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal dan pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro, usaha kecil. Juga memberi keringanan pembayaran listrik bagi UMKM dan keringanan pembayaran utang dan pajak.
Untuk membantu pelaku UMK agar dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi karena pandemi Covid-19. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga mengeluarkan kebijakan pengurangan atau pembebasan biaya sewa kios dan lokasi usaha bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (PUMK) selama pandemi Covid-19. Tujuannya membantu pelaku UMK untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19. juga memberikan percepatan layanan perizinan dan non-perizinan serta memberikan relaksasi Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) kepada PUMK. menggunakan sistem jemput bola yang memanfaatkan inovasi layanan Antar Jemput Izin Bermotor (AJIB), karena ada 84.388 PUMK di DKI yang belum memiliki IUMK.
Mengingat pemerintah menganggap Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM) atau Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat signifikan dalam pertumbuhan perekonomian karena memiliki kontribusi dan peran cukup besar yang dilakukan dalam perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) serta Penyediaan jaring pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi produktif.
Peran UMKM ini tidak hanya dirasakan di negara-negara sedang berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Di negara maju maupun berkembang, sebab menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar. Kontribusi UMKM terhadap pembentukan atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), menetapkan definisi dan kriteria UMKM yaitu usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar serta memenuhi kriteria lain, yang meliputi :
Usaha Mikro dengan aset maksimal Rp 50 juta dengan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun; Usaha Kecil dengan aset lebih dari Rp 50 juta – Rp 500 juta dengan omzet maksimal lebih dari Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar per tahun; Usaha Menengah dengan aset lebih dari Rp 500 juta – Rp 10 miliar dengan omzet lebih dari Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar per tahun; Usaha Besar dengan aset lebih dari Rp 10 miliar dengan omzet lebih dari Rp 50 miliar per tahun.
Paling tidak ada tiga kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi: Sarana memeratakan tingkat perekonomian rakyat kecil dengan berperan dalam pemerataan tingkat perekonomian rakyat sebab berada di berbagai tempat. UMKM bahkan menjangkau daerah yang pelosok sehingga masyarakat tidak perlu ke kota untuk memperoleh penghidupan yang layak; sebagai sarana mengentaskan kemiskinan UMKM berperan untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebab angka penyerapan tenaga kerja terhitung tinggi ;serta sarana pemasukan devisa bagi negara, UMKM menyumbang devisa bagi negara sebab pasarnya tidak hanya menjangkau nasional melainkan hingga ke luar negeri.
Namun nyatanya dampak pandemi Covit-19 hingga saat ini belum berakhir, akankah terus menjadikan UMKM tidak berdaya yang akan berakibat pemasukan negara berkurang dan mempercepat menuju resesi ekonomi? mengingat hampir 60 % aktivitas ekonomi dibidang konsumtif yang merupakan kebutuhan masyarakat secara langsung tidak dapat dipenuhi melalui UMKM disebabkan daya beli masyarakat menurun.
Islam menjaga keseimbangan ekonomi dalam masyarakat baik dalam kondisi normal maupun dalam masa wabah, karena islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang, sebagaimana firman Allah SWT pada QS.al- Hasyr (59):7,
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kalian”
Pemerintahan Islam memberikan kesempatan seluasnya kepada laki-laki untuk memenuhi kewajibannya dalam menafkahi keluarganya dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan dasar dan pokoknya.
Jika masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antar individu dalam memenuhi kebutuhannya, karena meremehkan hukum – hukum islam, maka negara harus memecahkannya dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga terwujud keseimbangan dalam memenuhi kebutuhannya, tidak hanya bersifat temporer tapi juga menjadi sarana terpenuhinya kepemilikan atas kekayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Negara tidak memungut pajak apalagi pinjaman ribawi kepada rakyat jika harta negara tidak cukup, tapi diambilkan dari ghonimah dan hak milik umum.
Begitupun jika negara melihat adanya ancaman terhadap keseimbanagn ekonomi di dalam masyarakat, misalnya terjadi bencana alam atau wabah pandemi, maka negara harus menyelesaikan dengan menyuplai kepada orang yang tidak sanggup memenuhi kebutuhannya dengan harta dari Baitul Mal atau dari ghanimah dan hak milik umum.
Sebagaimana ketika Nabi saw. melihat adanya kesenjangan dalam pemilikan harta antara kaum Muhajirin dan Anshor, maka beliau mengkhususkan harta fai’ yang dirampas dari bani Nadhir untuk kaum Muhajirin, agar terjadi keseimbangan ekonomi diantara kaum muslim.
Maka perlunya umat islam sadar dan paham hanya sistem islamlah yang mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi umat dan akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Aamiin.
Wallahu a’lam bi as showaab
Editor : Fadli