17 Mei 2024

Penulis : Winda Oktavianti, Lembang

Dimensi.id-Tak bisa dipungkiri bahwasanya kemajuan teknologi saat ini sangatlah berkembang pesat. Masyarakat dari berbagai kalangan, kini bisa dengan mudah mengakses informasi yang diperlukan hanya dalam sekali klik. Jumlah pengguna media sosial pun semakin bertambah seiring dengan peningkatan kemajuan teknologi itu sendiri. Terlebih di masa pandemi saat ini yang sudah hampir satu tahun tak kunjung berakhir. Bagi sebagian besar masyarakat yang merasa aktivitasnya terbatas, tentu akan lebih akrab dengan gadget dan smartphonenya jika dibandingkan dalam kondisi normal. Hal ini tidak lain karena saat ini jaringan internet seolah menjadi kebutuhan mendasar dalam rangka menunjang aktivitas yang biasanya mereka lakukan secara langsung di luar rumah.

Namun ternyata, mudahnya mengakses informasi melalui jaringan internet tersebut, tidak lantas memberikan dampak yang baik bagi semuanya. Bagi yang bijak dalam menggunakan internet/medsos, tentu akan membawa dampak yang baik juga. Entah itu untuk dirinya sendiri, ataupun untuk orang lain. Akan tetapi, tidak sedikit dari masyarakat dengan berbagai golongan dan latar belakang melakukan sesuatu hal yang tidak terpuji melalui dunia maya. Misalnya saja menyebarkan berita hoax atau memposting sesuatu hal yang tidak sepatutnya untuk dipublikasikan, ataupun hal-hal lainnya yang dirasa oleh pemerintah bisa dikategorikan ke dalam sebuah pelanggaran.

Karena hal inilah, pemerintah akhirnya mengambil sikap untuk mulai mengaktifkan polisi siber di dunia maya. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Ia mengatakan bahwasanya serangan digital memang dilematis, sehingga pemerintah sudah memutuskan akan adanya polisi siber (Kompas.id, Sabtu 26/12/2020). Disinyalir, hal ini dilakukan tidak lain dalam rangka menjaga dan melindungi hak warga negara lain yang juga turut mempergunakan fasilitas dunia maya tersebut. Mahfud juga mengatakan, polisi siber akan diaktifkan secara sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga akan berbahaya.

Lantas yang menjadi pertanyaannya, apakah memang cukup dengan mengaktifkan polisi siber maka permasalahan yang ada di dunia maya akan terselesaikan? Bagaimana jika ternyata hal ini malah menghilangkan ide kreatif, memangkas pemikiran politis yang kritis dan cerdas terhadap amar ma’ruf nahyi munkar?

                Di dalam sistem demokrasi saat ini yang katanya menjunjung tinggi sikap demokratis, mengedepankan suara aspirasi rakyat dan kebebasan berekspresi, nyatanya hanya berlaku bagi golongan tertentu saja. Pada realitanya, ketika rakyat menyuarakan kritikan yang ditujukan kepada para penguasa, tidak jarang pemerintah langsung melakukan sikap represif. Intimadasi, persekusi bahkan kriminalisasi seolah sudah menjadi hal yang biasa ketika ada pihak yang bersuara lantang dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Alhasil, kini jarang kita mendengar saura kritis dari akademisi, ulama, dan intelektual. Sebagian mereka memilih diam dan tidak berpendapat kritis agar aman dari pasal-pasal karet dalam UU ITE.

                Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam menjadikan dakwah terhadap amar ma’ruf nahyi munkar adalah sebuah kewajiban syariat yang dibebankan kepada seluruh umat Islam. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary radhiallahu’ anhu,

“Agama adalah nasihat” . Kami bertanya:  “Bagi siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslim dan bagi kaum muslim secara umum.” (HR. Muslim).

Di dalam hadits lain pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya)

Dua hadits tersebut mengindikasikan bahwasanya Islam mendorong umatnya agar senantiasa melakukan amar ma’ruf nahyi munkar, terutama kepada penguasa yang memang berkewajiban mengurusi urusan umat sesuai dengan apa yang syariat tentukan. Karena pada hakikatnya, seorang penguasa memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memastikan agar syariat Allah dapat dilaksanakan oleh seluruh manusia dengan benar, sesuai tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah. Namun itu semua tidak akan terwujud ketika para penguasa masih menjadikan demokrasi dan turunannya sebagai sistem yang mereka pergunakan dalam mengurus urusan umat. Karena sistem buatan manusia tersebut adalah sistem bathil yang berasal dari buah akal manusia yang tidak akan pernah membawa keberkahan, bukan berasal dari Dzat yang menciptakan manusia yang dipastikan akan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

Dan semua kemaslahatan itu, hanya bisa terwujud ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan dalam sebuah bingkai institusi, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah yang mengikuti manhaj kenabian.

Wallahu’alam

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.