3 Mei 2024
Problem Vaksinasi

Penulis : Juniati | Aktivis dakwah Babel

Dimensi.id-Anggota komisi VI DPR Mahfudz Abdurrahman meminta pemerintah untuk mewaspadai munculnya spekulan. PEMERINTAH diminta hati-hati dan tidak memberi ruang bagi spekulan untuk membeli vaksin COVID-19. Potensi jual beli vaksin secara mandiri berpotensi memunculkan spekulan yang berujung dirugikannya masyarakat.

Dia menilai inisiatif membuka pemesanan atau “pre order” vaksin COVID-19 jalur mandiri saat ini merupakan hal yang terlalu terburu-buru. Terlebih kepastian ketersediaan vaksin untuk dalam negeri belum dapat ditetapkan.

Selain itu, harga vaksin juga belum ditetapkan pemerintah. Bahkan pola distribusi vaksin dan metode jual belinya juga masih dalam tahap rencana.vaksin COVID-19. Munculnya spekulan seiring rencana Bio Farma akan membuka pre order vaksin Sinovac.

Untuk itu, anggota Komisi VI DPR Mahfudz Abdurrahman meminta agar pemerintah segera memastikan harga vaksin. Dan juga tidak menyerahkan harga vaksin ke mekanisme pasar. Ini untuk mencegah terjadinya praktik pemburu rente dalam penyediaan vaksin.

Sedangkan juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan hingga saat ini pemerintah masih menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk vaksin Sinovac.

(BabelPos.26Desember2020).

Vaksin Covid-19 yang kredibilitasnya masih belum sepenuhnya teruji tidaklah dapat memberikan rasa aman bagi rakyat sehingga belum layak dijadikan solusi hidup normal, belum lagi masyarakat masih harus menunggu, karena belum ada izin BPOM, sertifikasi halal dari MUI, maupun dari harga itu sendiri.

Jika kita cermati faktanya ada pihak yang diuntungkan dibalik pengadaan vaksin covid 19 ini, tentu saja para pembisnis atau pengusaha, mereka yang punya banyak modal.

Apalagi obat atau vaksin disaat pandemi sudah menjadi kebutuhan. Bayangkan berapa banyak masyarakat Indonesia yang membutuhkan vaksin covid ini.

Dalam sistem kapitalis sudah menjadi keharusan ada kerja sama antara penguasa dan pengusaha, penguasa yang memberikan izin dan pengusaha yang memberikan modal, jadi sama-sama diuntungkan, meskipun ini masalah kesehatan.

Tapi dalam sistem kapitalis ini adalah peluang untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.

Tidak heran apapun dijadikan bisnis. Ingat sebelumnya masker saja ditimbun dan dijual mahal, mengingat banyak sekali yang membutuhkan disaat pandemi seperti ini.

Umat rindu pengurusan yang benar dari Negara, namun sistem saat ini memustahilkan hal tersebut. Hanya dengan menerapkan sistem Islam yang Kaffah memberikan pengurusan dan perlindungan pada hidup rakyat.

Sistem kesehatan di dalam Islam adalah kewajiban dari penguasa untuk meriayah/mengurusi rakyatnya. Karena Islam memandang kesehatan adalah hal yang penting dalam kehidupan masyarakat. Kesehatan adalah tanggung jawab Penguasa maka akan diminta pertanggungjawaban dihari penghisaban kelak. Maka seorang pengusaha yang bertakwa kepada Allah SWT sudah pasti akan menerapkan sistem Islam untuk melindungi rakyatnya.

Tindakan medis, seperti operasi katarak, vaksinasi, termasuk pendidikan kedokteran di rumah sakit adalah bagian dari praktik standar yang telah diterapkan. Begitu juga, kesadaran tentang pentingnya asupan nutrisi dan olahraga untuk menjaga kesehatan senantiasa ditanamkan kepada masyarakat.

SUMBANGSIH peradaban Islam mengenai pelayanan kesehatan begitu besar. Sebagai salah satu bukti, rumah sakit yang pertama kali dibangun di dunia adalah oleh orang muslim. Pelayanan kesehatan melalui Rumah Sakit yang dalam bahasa Persia disebut Bymaristan ini menjadi garda depan di saat bangsa-bangsa Barat sedang dalam masa keterpurukan.

Dr. Raghib As-Sirjani dalam buku “al-Qishshah al-Thibbiyyah fî al-Hadhârah al-Islâmiyyah” (2009: 77-82) menyebutkan data sangat penting terkait masalah ini. Rumah Sakit Islam pertama kali dibangun sejak abad pertama Hijriah di masa Kekhilafaan Umawiyah. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Walid bin Abdul Malik (86-96 H). Lembaga ini menangani pelayanan orang yang sakit kusta.

Pada masa Sultan Mahmud Saljuqi –yang memerintah tahun 511 sampai 525 Hijriah– rumah sakit yang memberikan pelayanan berpindah-pindah ini diangkut segala fasilitasnya (dokter, alat kesehatan dan obat-obatan) dengan 40 onta. Hal ini dimaksudkan tidak lain agar  pelayanan kesehatan bisa dirasakan secara merata oleh masyarakat yang jauh dari perkotaan.

Tentu saja siapa saja bisa mendapatkan secara gratis, karena masalah kesehatan adalah kewajiban penguasa untuk mengurusinya. Dan hanya dengan diterapkannya sistem Islam secara keseluruhan oleh pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.