1 Mei 2024

Penulis : Ade Cassidy

Dimensi.id-Puluhan warga etnis Rohingya yang telah lama bertahan di kapal motor terkatung-katubg dilaut wilayah negara Indonesia, tepatnya di wilayah laut Aceh di kawasan Pantai Lancuk Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara .

Pada awalnya mereka tidak diizinkan merapat kedarat, dikarenakan tidak ada persetujuan dari pemerintah daerah setempat. Para pengungsi ini merupakan pengungsi internasional yang notabenenya bukanlah kewenangan pemerintah daerah. Kami harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, itulah alasannya mengapa kapal tersebut dibiarkan terkatung-katung dilaut.

Namun atas inisiatif warga setempat yang tidak tega melihat keadaan para pengungsi tersebut yang banyak terdiri dari wanita dan anak-anak, atas nama kemanusiaan mereka mendesak pemerintah setempat untuk membawa mereka kedarat dam memberi bantuan logistik jelada para pengungsi. Seandainya pemerintah daerah tidak mau menanggung maka masyarakat setempat berinisiatif untuk memberi bantuan secara mandiri.

Sebelumnya kapal motor yang membawa Muslim Rohingya itu terlihat di perairan Aceh Utara pada Rabu (24/6) siang. Ketika ditemukan, kondisi kapal Muslim Rohingya tersebut dalam keadaan kehabisan bahan bakar dan nyaris tenggelam. Para penumpangnya pun dalam kondisi ketakutan. Saat ada nelayan asal Aceh Utara melihat, mereka dikabarkan memberikan isyarat untuk diselamatkan. Nelayan akhirnya menarik kapal tersebut hingga ke daratan.

Terdamparnya kapal yang mengangkut Muslim Rohingya di Aceh bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya pada 20 April 2018 sebanyak 79 warga Rohingya diselamatkan nelayan di Kabupaten Bireuen. Kapal yang mengangkut 71 orang dewasa dan 8 anak itu tiba di Aceh setelah mendapat penolakan oleh otoritas Thailand dan Malaysia.

Jauh sebelum itu, pada 2015 silam, kapal yang bermuatan pengungsi Rohingya yang lari dari tanahnya sendiri akibat konflik kemanusiaan juga sampai ke Aceh.

Sungguh miris kita melihat nasib saudara muslim kita di Rohingya, mereka korban dari genosida pemerintahan Myanmar.Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar adalah masalah agama. Namun krusi ini juga disebabkan dari sisi  politis dan ekonomis.

Dari sisi geografis, penduduk Rohingya adalah sekelompok penganut Muslim yang jumlahnya sekitar satu juta orang dan tinggal di negara bagian Rakhine. Wilayah Rakhine juga ditempati oleh masyarakat yang mayoritas memeluk agama Budha. Rakhine dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi hal itu menjadi timpang ketika pada kenyataannya tingkat kemiskinan di sana ternyata tinggi. Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik.

Mayoritas warga Rakhine menilai Rohingya sebagai saingan dalam hal mencari pekerjaan maupun untuk kesempatan untuk berwirausaha. Dari permasalahan politik, warga Rakhine merasa jika kaum Rohingya telah mengkhianati mereka lantaran tidak memberikan suara bagi partai politik mayoritas penduduk setempat. Jadi bisa dibilang, rasa tidak suka warga Buddha terhadap Rohingya bukan saja masalah agama, melainkan didorong masalah politis dan ekonomis.

Hal ini diperburuk oleh sikap pemerintah Myanmar yang bukannya mendorong rekonsiliasi, tetapi malah mendukung kelompok fundamentalis Budha.

Seluruh perkampungan warga Muslim Rohingya di Myanmar telah dihancurkan dan digantikan dengan barak-barak polisi, bangunan pemerintahan, serta kamp relokasi pengungsi, dari hasil temuan BBC.

Di dalam negeri Myanmar sendiri,  nyaris tak ada yang membela Muslim Rohingya. Sedangkan dunia hanya mengutuk pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang diam seribu bahasa soal penindasan di Rohingya.

Dan kita, umat muslim diseluruh dunia hanya bisa mengutuk kezaliman yang terjadi disana, tanpa bisa melakukan apa-apa. Bahkan pada saat para pengungsi Rohingya lari dan memohon perlindungan pada negeri-negeri muslim yang lain , tidak ada yang menerima mereka dikarenakan mereka bukanlah tanggung jawab negara karena mereka bukan warga negaranya.

Sekat-sekat nasionalisme telah membatasi wilayah negeri-negeri muslim saat ini. Sudah tidak ada lagi ukhuwah Islamiyyah yang mempersatukan kaum muslimin. Padahal Rasulullah SAW dalam haditsnya mengatakan :

“Janganlah kamu sekalian saling mendengki, saling menipu, saling memarahi dan saling membenci. Muslim yang satu adalah bersaudara dengan Muslim yang lain. Oleh karena itu, ia tidak boleh menganiaya, membiarkan, dan menghinanya. Takwa itu ada di sini [Rasul menunjuk dadanya tiga kali] . Seseorang itu cukup dianggap jahat bila ia menghina saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim yang satu terhadap Muslim yang lain itu haram mengganggu darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR Muslim).

Lewat hadist tersebut Rasulullah SAW menegaskan bahwa kaum Muslim adalah bersaudara. Beliau mengimplementasikan hal itu dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Sekalipun tidak kenal satu sama lain, bahkan tanah airnya pun berbeda, namun itu semua bukanlah menjadi penghalang mempersatukan mereka, karena mereka dipersatukan oleh akidah yang sama yaitu Islam.

Bahkan perumpamaan seorang muslim dengan muslim yang lain seperti satu tubuh jika salah satu bagian tubuh sakit maka yang lain pasti akan merasakan sakit , tangan teriris pisau maka mata akan menangis , hal ini digambarkan dalam hadist Rasulullah SAW

“Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Al-Bukhari (no. 6011), Muslim (no. 2586)

Nasionalisme telah menghancurkan rasa persaudaraan kaum muslimin. Sehingga tidak lagi merasakan penderitaan saudara sesama muslimnya. Hal ini terjadi karena hari ini umat Islam telah kehilangan pelindungnya yaitu seorang pemimpin umat yang dikenal dengan Khalifah. Seorang Khalifah berfungsi sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Dan sekaligus berfungsi junnah (perisai) yakni wiqâyah (pelindung) umat.

Fungsi junnah dari Khalifah ini tampak ketika ada Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi saw melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan Rasulullah Saw, demi menjadi junnah bagi Islam dan kaum Muslim.

Pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid, di era Khilafah ‘Abbasiyyah, telah menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi, dan memaksanya berlutut kepada Khalifah. Al-Mu’tashim di era Khilafah ‘Abbasiyyah, memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan.

Sekat-sekat nasionalisme ini sengaja dibangun oleh kafir penjajah yang sengaja ingin menguasai negeri-negeri kaum muslimin yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya. Faham Nasionalisme ini menjadikan loyalitas yang seharusnya diberikan kepada Aqidah Islam menjadi setia kepada nasionalisme. Nasionalisme inilah yang mereka jadikan alat hingga banyak menimbulkan dampak buruk bagi kemajuan Islam dan kaum muslimin. Nasionalisme ini yang menjadi salah satu sebab runtuhnya Daulah Islamiyah Turki Utsmani.

Dalam sejarah, nasionalisme di dunia Islam tidak datang dengan sendirinya dari benak dan pikiran kaum muslimin, melainkan masuk melalui sekolah-sekolah asing yang didirikan di wilayah Daulah Khilafah Islamiyah, dari para pelajar Islam yang belajar di dunia barat, para misionaris maupun agen-agen asing yang menyusup Daulah Khilafah Islamiyah. Hal ini terbukti dengan adanya American University of Beirut, Libanon. Universitas  ini menyebabkan orang semacam Anthony Sa’dah, tokoh nasionalis Syiria yang membangkitkan sentimen nasionalisme, yang menyebabkan masyarakat Islam terpecah belah ke dalam berbagai golongan dan kelompok.

Hingga pada tahun 1924, Mustafa Kamal Attaturk membubarkan Daulah Khilafah islamiyah yang berpusat di Turki Utsmani yang telah berhasil menjadikan negara Islam terbesar lebih kurang selama enam abad. Ia menggantikan khilafah dengan sistem nasionalis-sekuler ala barat. Dunia Islam pun berkeping-keping dan semakin didomonasi oleh kolonial Barat khususnya Inggris, Prancis, Amerika Serikat, dan Rusia.

Hingga saat itulah gerakan nasionalisme ini tumbuh subur dan merusak ukhuwah kaum muslimin. Yang sejatinya dipersatukan oleh ikatan aqidah . Mengenai hakikat nasionalisme, paham nasionalisme merupakan kedustaan yang ditanamkan ke dalam hati kaum muslimin terutama, pada awalnya paham ini mengajak seseorang untuk mencintai negaranya, akan tetapi tujuan final dari nasionalisme adalah mencerai-beraikan ikatan dien (Islam) dan membatasi setiap negara dengan teritorial masing-masing.

Sudah saatnya kita bangkit, sudah cukup tidur panjang yang dilakukan kaum muslimin selama ini. Saatnya kita bangkit dan menyatukan kembali ukhuwah Islamiyyah yang terbelenggu oleh sekat nasionalisme. Saatnya menyatukan umat dalam ikatan yang shahih yaitu ikatan akidah.

Ikatan Islam adalah ikatan aqidah, lebih utama dibandingkan wathaniyah. Islam adalah umat yang satu, disatukan oleh satu kalimat “Laa illaha illallah Muhammad Rasulullah”.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.