1 Mei 2024

Penulis : Nuraida Tanjung

           

Dimensi.id-Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mengalami krisis ekonomi pada tahun ini. Ketidakpastian mengenai kapan berakhirnya pandemi ini dikhawatirkan akan membuat perekonomian semakin jatuh. Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini.

           

“Solusi global diperlukan guna mengatasi krisis ekonomi 2020 yang terjadi akibat pandemi Covid-19,” kata Adrian dalam diskusi virtual bertajuk ‘Mendulang Profit dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19’, di Jakarta, Ahad (26/4).

           

Adrian menjelaskan, krisis ekonomi 2020 memiliki tiga dimensi besar yakni wabah Covid-19, kebijakan sosio-politik untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui socialdistancing dan phisicaldistancing, serta pengaruh negatif bagi perekonomian dunia. Ketiga kombinasi tersebut saling berhubungan satu sama lain. Adrian memaparkan, tingkat pengaruh ekonomi ditentukan oleh bagaimana kebijakan socialdistancing maupun phisicaldistancing akan dilakukan dan berapa lama durasinya. Sementara kebijakan socialdistancing akan ditentukan oleh kemampuan negara negara di dunia untuk mengatasi Covid-19.

           

Berdasarkan dari keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Adrian mengatakan vaksin untuk menangani pandemi Covid-19 diperkirakan baru bisa dilakukan 12-18 bulan ke depan. Artinya, solusi global terhadap krisis ekonomi sekarang baru akan terjadi pada pertengahan 2021 atau pertengahan tahun depan.

           

Adrian mengatakan masalah yang dihadapi dalam menangani krisis ekonomi 2020 ini adalah terjadinya polarisasi di dunia. Polarisasi itu antara lain terjadinya persaingan antara Rusia dengan OPEC, rivalitas antara China dan Amerika Serikat, Eropa versus Eropa,  negara kaya dan negara miskin.  Polarisasi inilah yang membuat solusi secara global menghadapi sejumlah kendala yang harus terlebih dahulu diatasi

           

Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa meluncurkan panel tingkat tinggi beranggotakan para ahli di bidang ekonomi, keuangan, dan kesehatan untuk membantu paa menteri, gubernur bank sentral, dan pejabat senior dari negara-negara Asia Tenggara untuk mengidentifikasi langkah-langkah pemulihan pasca pandemi virus Corona (Covid-19).—kontan.co.id

           

“Kami memberikan ruang bagi para menteri dan ahli terkemuka untuk membahas beragam tantangan akibat Covid-19 dan mengidentifikasi berbagai aspek yang layak dikaji lebih lanjut,” ujar Asakawa di dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (11/6).

           

Asakawa menilai, pandemi corona sangat mungkin menimbulkan gelombang kedua dan ketiga yang kemudian akan berdampak pada kemerosotan ekonomi yang lebih dalam lagi. Saat ini saja, berbagai negara sudah dihadapkan pada tantangan besar akibat pandemi yang berdampak pada masyarakat dan dunia usaha. Maka dari itu, pembelajaran penting yang dialami setiap negara dinilai dapat bermanfaat bagi negara-negara lain dalam menanggulangi dampak

           

Seperti diketahui, pada 13 April lalu ADB mengumumkan paket bantuan senilai US$ 20 miliar untuk membantu negara-negara berkembang dalam merespons dampak Covid-19. Setelah itu, ADB juga telah menyetujui bantuan senilai US$ 7,2 miliar dalam bentuk pinjaman dan bantuan teknis untuk kegiatan tanggap darurat, termasuk 9 intervensi di bawah opsi respons pandemi Covid-19 atau Covid-19 Pandemic Response Option/CPRO  dengan total nilai bantuan sebesar US$ 5,52 miliar untuk Bangladesh, Bhutan, Filipina, Georgia, India, Indonesia, Mongolia, Nepal, dan Republik Kirgiz.

           

Indonesia sendiri, telah menerima bantuan sebesar US$ 1,5 milyar sebagai respons kontrasiklus dan hibah senilai US$ 3 juta sebagai dukungan tanggap darurat bagi pemerintah di sektor kesehatan. Tak hanya Indonesia, Filipina juga telah menerima bantuan senilai US$ 1,7 milyar untuk dukungan kontrasiklus dan perlindungan sosial, serta hibah senilai US$ 3 juta untuk membangun laboratorium pengujian Covid-19.

           

“Dialog tingkat tinggi ini, juga didukung oleh hibah bantuan teknis senilai US$ 5 juta yang telah disetujui ADB pada tanggal 24 April lalu. Hibah tersebut akan membantu negara yang menerima pendanaan CPRO untuk memantau respons Covid-19 di masing-masing negara, serta memandu mereka dalam menyiapkan strategi dan rencana aksi pemulihan,” kata Asakawa.

           

Dalam masa pandemi ini semua negara mengalami krisis ekonomi terlebih lagi negara Indonesia, yang mana tidak mampu melakukan lockdown dikarenakan ekonomi negara tidak mampu menanggung kebutuhan rakyat jika dikeluarkannya kebijakan lockdown.

           

Masa sulit seperti ini seharusnya pemerintah lebih bijak lagi dalam menangani permasalahan dalam negeri ini. Terlebih lagi Indonesia sudah banyak mendapatkan bantuan dari negeri tetangga seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan itu. Tetapi Indonesia justru membuat kebijakan-kebijakan yang tidak penting, padahal masih ada hal yang harus diurus yaitu ekonomi negeri. Pada masa sulit seperti ini Indonesia justru menerima import dari luar negeri dan membiarkan TKA (Tenaga Kerja Asing) masuk dengan mudah ke Indonesia.

           

Dikarenakan ekonomi negara menurun, rakyatpun mendapatkan dampak dari penurunan tersebut, dari bahan pokok yang naik dan ekonomi rumah tangga pun terancam. Dari sini kita lihat tidak konsistennya pemerintah dalam menangani dampak dari pandemi Covid-19 ini, yang merupakan dampak Ketika yang diterapkan adalah sistem kapitalis sekuler yang tidak bisa membuat hati tentram akan kebijakannya dalam menyelesaikan permasalahan. Dikarenakan dalam penerapan sistem kapitalis banyak kerusakan yang terjadi salah satunya ekonomi.

           

Berbeda halnya dengan Islam yang menjamin hak rakyat dan kehidupan rakyat. Dengan diterapkannya syariat Islam dalam negara Khilafah maka hidup rakyat akan dijamin dengan optimal dan memastikan hidup rakyat secara layak tanpa kekurangan.

            Pada masa Khalifah Umar bin al-Khatthab pernah mengalami krisis ekonomi yang hebat. Rakyat Daulah Islam kelaparan massal. Yang sakit pun ribuan. Roda ekonomi berjalan terseok-seok. Bahkan sudah sampai level membahayakan. Di antara masyarakat ada yang berani menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Bahkan binatang buas pun sampai berani masuk ke perkotaan.

           

Walhasil, krisis ekonomi ini, sungguh adalah sunnatullah. Bisa dialami oleh sebuah negara. Termasuk Daulah Islam. Yang menjadi pembeda adalah bagaimana Khalifah peduli dan memikirkan jalan keluar yang tepat dan cepat dalam mengatasi krisis ekonomi ini. Solusi yang tuntas dan menyeluruh. Bukan solusi tambal-sulam. Apalagi hanya sekadar basi-basi penuh pencitraan.

           

Al-Faruq adalah sosok kepala negara yang paling peka perasaannya terhadap musibah itu. Ia amat merasakan beban derita rakyatnya. Ia mengambil langkah untuk tidak bergaya hidup mewah. Makanan seadanya. Bahkan kadarnya sama dengan rakyat yang paling miskin atau bahkan lebih rendah lagi.

           

Pada masa-masa krisis ekonomi tersebut, Khalifah Umar diberi hadiah roti dengan campuran mentega. Ia kemudian mengajak seorang Badui untuk makan bersama. Orang Badui pun melahap roti berlemak. Seketika Khalifah Umar bersumpah untuk tidak merasakan daging dan mentega hingga orang-orang sejahtera.

           

Pada masa krisis ekonomi itu, Khalifah Umar ikut menderita hingga diceritakan warna kulitnya berubah. Diriwayatkan dari Iyadh bin Khalifah, ia berkata, “Saya melihat Umar pada tahun kelabu berkulit kelam. Ia tadinya adalah orang Arab yang selalu makan mentega dan susu. Saat rakyatnya tertimpa paceklik, Khalifah Umar mengharamkan keduanya. Ia pun makan dengan minyak hingga warna kulitnya berubah, lapar dan haus.

           

Inilah Al-Faruq. Inilah teladan kepemimpinannya dalam pemerintahan Islam yang sangat peduli dengan penderitaan rakyatnya. Rakyat memakan makanan yang lebih baik dari makanannya. Ia memikul beban pemerintahan dan beban kehidupan yang juga lebih berat dari yang dipikul rakyatnya. Ia lebih menderita dari derita yang menimpa rakyatnya.

           

Berbeda dengan sistem sekarang ini, pemimpin yang tak dapat menangani krisis ekonomi dan justru rakyat yang menanggung semuanya. Adakah mereka perduli? Tentu tidak! Karena mereka tidak menjalankan perintah syariat Islam, sebagaimana Khalifah Islam menjalani itu semua karena hanya melandaskan diri pada tuntunan syariah Islam.

           

Sudah saatnya umat sadar dan kembali ke pangkuan Khilafah, yang negara dan penguasanya siap melindungi dan menjalankan tugas dengan baik dan amanah, melindungi umat dengan aqidah dan syariat. Sehingga umat bisa hidup dengan normal kembali dan terjaminnya kehidupan rakyat yang penuh berkah dan kemuliaan.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.