4 Mei 2024

Penulis : Pipit Ayu Kartika wati ( Aktivis Dakwah Lubuk Pakam )

Dimensi.id-Lagi-lagi, masyarakat kembali dibuat bingung dengan pernyataan yang dilontarkan oleh presiden terkait meminta masyarakat untuk “hidup damai” dengan corona. Sebagaimana diberitakan dalam CNN Indonesia, Sabtu, 09/05/2020 bahwa Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan di tengah situasi penanganan penyebaran virus corona (Covid-19) yang belum lama ini baru genap dua bulan di Indonesia. Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5), Jokowi meminta agar masyarakat untuk bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan.

Jokowi menyadari perang melawan virus yang telah menjadi pandemi dunia itu harus diikuti dengan roda perekonomian yang berjalan. Oleh sebab itu, dengan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini, masyarakat pun masih bisa beraktivitas meski ada penyekatan pada beberapa hal.

Pernyataan tersebut kemudian menjadi sorotan di media sosial, mulai dari para tokoh pengamat sampai masyarakat biasa dengan tafsiran nya masing-masing. Pernyataan untuk hidup damai dengan corona ini juga bertentangan dengan apa yang disampaikannya dalam pertemuan virtual KTT G20 pada Maret lalu. Kala itu, Jokowi secara terbuka mendorong agar pemimpin negara-negara dalam G20 menguatkan kerja sama dalam melawan Covid-19, terutama aktif dalam memimpin upaya penemuan anti virus dan juga obat Covid-19. Bahasa Jokowi kala itu, ‘peperangan’ melawan Covid-19.

Pengamat komunikasi politik, Kunto Adi Wibowo menilai sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu, 09/05/2020 bahwa pesan dari Jokowi itu adalah pesan tersirat kepada masyarakat Indonesia agar dapat lebih berdisiplin lagi dalam menjaga diri. Dia berhipotesis bahwa Jokowi menggunakan diksi ‘damai’ untuk memperlihatkan selama ini pemerintah tidak hanya diam dalam melawan Covid-19. “Berdamai di sini seakan-akan, ‘Ya sudahlah pemerintah sudah berusaha. Ini saatnya berdamai, fokus ke ekonomi’. Itu persepsi saya yang kedua,” ujar pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad tersebut.

Kunto melihat pemerintahan Jokowi memang kerap memilih diksi dan permainan kata yang cenderung membingungkan masyarakat. Selanjutnya, diksi itu kemudian disiratkan dalam kebijakan pemerintahan yang terkesan tak seirama. Alih-alih membingungkan, Kunto menyarankan agar Jokowi dan jajarannya menggunakan pola komunikasi yang lebih lugas sehingga tidak merepotkan masyarakat di tengah krisis seperti ini.

Pasalnya, pernyataan dari pemimpin pemerintahan akan menjadi jalan yang ditempuh masyarakat di bawahnya. Misalnya, dengan langsung berpesan agar masyarakat hidup normal dengan catatan tetap mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak, cuci tangan dengan bersih dan dari air mengalir, pakai masker, dan sebagainya. “Itu harusnya pesannya seperti itu. Jangan berdamai, jadi ditegaskan langsung ke perilakunya,” kata Kunto. Kunto malah memandang pesan ‘damai’ dari Jokowi itu bisa memicu potensi berbahaya terkait Covid-19, apalagi jelang Idulfitri 1441 H. Kunto berkaca pada penerapan PSBB saat ini saja, masih banyak masyarakat yang mencoba untuk membandel dengan kebijakan pemerintah.

Sehingga dia menilai pemilihan kata ‘damai’ di tengah situasi saat ini pun menjadi tidak tepat. Masyarakat kini seolah merasa lebih leluasa kembali untuk beraktivitas tanpa memahami maksud ucapan Jokowi itu secara utuh. Kunto pun mendorong agar pemerintah yang selama ini mengedepankan pernyataan dengan bermain-main kata itu harus dikurangi. Permasalahan kebijakan yang lalu jadi polemik di tengah masyarakat, kata Kunto, bisa jadi selama ini disebabkan ketidaktegasan pemerintah dalam menyampaikan suatu pesan.

Selain Pengamat komunikasi politik, Kunto Adi Wibowo yang mengamati hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen juga menilai, ada dua perspektif yang dapat dilihat dari pesan Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat Indonesia untuk berdamai dengan Covid-19 sampai ditemukannya vaksin. “Pertama pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan Covid-19.

Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron sehingga masyarakat menjadi bingung,” kata Gus Nabil sapaan karibnya. Senin, 11/5/2020, kedaipena.com Kedua, lanjut Gus Nabil, Presiden Jokowi menyampaikan itu dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas, dari penanganan Covid19.

Gus Nabil mengakui, bahwa memang banyak prediksi kapan Covid-19 akan berakhir, tapi tidak ada yang bisa memastikan. “Maka diperlukan kesiapan bersama, untuk kasus yang terburuk. Diantara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar,” ungkap Gus Nabil. Gus Nabil menjelaskan, saat ini Indonesia memang melalui periode yang tidak mudah. Pemerintah harus mengkoreksi banyak hal, strategi, kebijakan maupun eksekusi program dari kementrian masing-masing. “Koordinasi antar kementerian harus lebih rapi, dengan eksekusi yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat,” ungkap Gus Nabil.

Politikus PDIP ini melanjutkan, diperlukan juga adanya perbaikan, misalnya lebih banyak tes PCR untuk mengetahui kasus positif Corona. “Jika dibandingkan dengan Vietnam, kita tertinggal sangat jauh. Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan Covid-19. Negara ini memeriksa 2.2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Ini yang harus dikejar,” papar Gus Nabil. Tidak hanya itu, lanjut Gus Nabil, penting juga yakni transparansi data sampai dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis.

Selain itu, dikutip dari kedaipena.com 11 Mei 2020, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang Bekasi mengaku khawatir dengan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat untuk hidup berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin untuk penyakit ini ditemukan.

“Kami was-was terhadap pernyataan tersebut, takutnya diartikan ya sudah kita terima saja,” ucap Ketua ARSSI cabang kota Bekasi, Dokter Eko S. Nugroho kepada wartawan, Senin, (11/5/2020).

Pasalnya, lanjut Eko, pesan berdamai dengan Covid-19 yang disampaikan oleh Jokowi tetap harus diiringi dengan usaha. Eko menilai berdamai dengan virus asal Wuhan tersebut dapat diterminologi sebagai dancing with Covid-19.

“Kita tetap bermusuhan dengan Covid-19, tetapi dapat melakukan aktivitas dengan aman, dan kesadaran masyarakat tetap menjaga jarak serta menggunakan masker untuk mengutamakan keamanan dan menjaga kebersihan,” jelasnya. Eko menegaskan, saat ini Indonesia tidak bisa berdamai dengan Corona lantaran tenaga medis yang menjadi korban dan terinfeksi virus tersebut semakin banyak.

Eko menjelaskan, jika tenaga medis ada di bagian hilir dalam pelayanan kesehatan. Namun, saat ini hanya pasien yang terkonfirmasi positif yang dirawat di rumah sakit, maka resiko untuk terpapar tinggi sekali. Eko mengingatkan, bahwa tidak semua rumah sakit dapat dijadikan sebagai rumah sakit rujukan pasien Corona atau Covid-19.

Sungguh pernyataan tersebut membuat masyarakat bingung. Ditengah kebingungan dan kesulitan masyarakat menghadapi wabah ini justru kesulitan semakin bertambah tambah dengan sikap inkonsisten pemerintah dalam menghadapi wabah ini. Berbagai cara sudah ditempuh namun jumlah pasien positif corona tak kunjung berkurang. Seruan agar ‘hidup damai’ dengan corona sebelum ditemukan vaksin menegaskan lepas tangan pemerintah utk penanganan wabah.

Tenaga medis dibiarkan maju ke medan perang dan rakyat dilepaskan ke rimba belantara tanpa perlindungan. Padahal virus covid 19 ini bukan hanya memakan korban jiwa tapi juga mengguncangkan roda perekonomian negeri ini. Ribuan pekerja kehilangan pekerjaan nya, ribuan orang berkurang pendapatan nya, bahkan nyawa telah melayang akibat beberapa hari tidak makan.

Bahkan sampai saat ini masyarakat masih mengeluhkan kesulitan ekonomi yang dirasakan akibat terdampak wabah covid 19 ini. Sungguh mengiris hati! Bahkan keistimewahan bulan Ramadhan dan Idul fitri tidak dirasakan manis oleh masyarakat karena kesulitan hidup yang dirasakan saat ini. Andai saja pemerintah mau berfikir sejenak terhadap solusi yang selama ini sudah ditempuh, pastilah ada yang salah dalam mengambil langkah-langkah pencegahan virus covid 19 ini yang menjadikan penyebarannya tak kunjung berakhir.

Nampak jelas bagi kita bahwa sistem kapitalis demokrasi yang diterapkan dinegeri kita hari ini semakin hari semakin menunjukkan kebobrokan nya. Sejak awal penyebaran virus corona ini mewabah di Indonesia hingga hari ini berbagai langkah sudah ditempuh namun belum nampak hasil yang mampu menekan jumlah penyebaran virus nya. Maka sudah saat nya kita mengganti system yang rusak ini dengan system yang sudah terjamin kebaikannya karena berasal dari dzat yang Maha menciptakan alam semesta ini, dialah system Islam.

System islam kaffah, telah terbukti selama 13 abad mampu membuat masyarakat sejahtera bukan hanya bagi warga negara muslim tetapi juga bagi nonmuslim. System pemerintahan islam yang dikenal dengan khilafah islam mampu memberikan jaminan kesejahteraan baik dalam kondisi tidak ada wabah apalagi dalam kondisi wabah. Penguasa pun punya peran sentral untuk menjaga kesehatan warganya.

Rakyat butuh perlindungan optimal dari penguasanya. Penguasa harus menjadi garda terdepan dan tidak boleh abai. Para penguasa Muslim pada masa lalu, seperti Rasulullah saw. dan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., sebagaimana riwayat di atas, telah mencontohkan bagaimana seharusnya penguasa bertanggung jawab atas segala persoalan yang mendera rakyatnya, dalam berbagai permasalahan termasuk dalam menghadapi wabah penyakit menular seperti saat ini. Sudah saat nya kita mencari sistem hidup yang benar-benar mampu membawa kita pada keberkahan hidup dunia dan akhirat yaitu sistem islam yang berasal dari Allah SWT.

Wallahu’alam bi shawab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.