4 Mei 2024

Penulis : Farohatin Na’imah, S.Mat

Dimensi.id-Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2020 yang bertemakan “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”  telah usai.  Adanya peringatan Hari Anak yang dilaksanakan tiap tahun ini diharapkan semakin mampu memberikan jaminan hak perlindungan terhadap anak. Namun sayangnya, harapan itu jauh panggang dari pada api. Tak ada perubahan signifikan untuk menanggulangi kekerasan yang terjadi pada anak. Apalagi ditambah adanya pandemi Covid-19 yang mengguncang berbagai aspek dan menjadi faktor pula pada peningkatan kekerasan terhadap anak.

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (Simponi) Kemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dari Januari-17 Juli 2020, terjadi 3.928 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan bahwa hampir  55 persennya adalah kekerasan seksual.

Meski Kalimantan Selatan mendapatkan penghargaan dari KPAI karena dinilai memiliki komitmen dan inovasi penyelenggaraan perlindungan terhadap anak, nyatanya kekerasan anakpun masih tetap terjadi. Dari Januari sampai April 2020 misalnya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalsel sudah harus menangani 93 aduan. Kepala DPPPA Kalsel, Husnul Hatimah mengatakan, dari 93 kasus tersebut, 49 di antaranya merupakan kekerasan terhadap anak (kalsel.prokal.co).

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menilai salah satu faktor yang menjadi penyebab kekerasan terhadap anak adalah masalah ekonomi. Pandemi diketahui telah meluluhlantakkan perekonomian warga, banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan sehingga itu berdampak pada pola asuh anak. (nasional.okezone.com, 2020/07/22). Disisi lain direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi menyampaikan kasus kekerasan anak semakin meningkat dikarenakan banyak pihak yang belum paham akan pentingnya pengasuhan (kemenpppa.go.id, 23/06/2020).

Sebenarnya kasus kekerasan telah terjadi jauh sebelum pandemi menimpa. Sehingga kasus kekerasan terhadap anak adalah hal serius yang harus dirumuskan penyelesaiannya. Selama ini kebijakan yang diterapkan tidak menyentuh sedikitpun akar masalah. Artinya pemerintah yang memiliki amanah dan kewenangan penuh mengatur urusan negeri telah gagal memberikan keamanan dan perlindungan terhadap anak. Mengapa ini terjadi? Jika kita cermati program pemerintah lebih banyak membebankan tanggung jawab kepada orangtua dan keluarga. Sedangkan tanggung jawab pemerintah diwujudkan hanya dengan pemberian sanksi pada pelaku kejahatan dan pemberian fasilitas agar korban mendapatkan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental. Sejatinya untuk menangani kasus kekerasan terhadap anak butuh perubahan sistem yang mendasar. Dan negara memiliki kemampuan dengan segala perangkat yang dimilikinya untuk melakukan perubahan sistem tersebut.

Anak adalah amanah dari Allah, yang harus dijaga dan dididik dengan baik karenanya kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Maka butuh penyelesaian sistem yang berasal dari Allah dan bukan dari sistem sekuler liberal (memisahkan agama dari kehidupan) yang menjadi biang permasalahan dan justru menjadi rujukan penyelesaian kasus kekerasan anak. Islam memiliki paradigma yang khas dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kejahatan anak. Diantaranya penerapan aturan yang integral dan komprehensif dengan negara, masyarakat, dan individu/keluarga sebagai pilar pelaksana. Tidak mungkin kita bisa menyelesaikan masalah kekerasan dan kejahatan anak jika yang melakukannya hanya individu atau keluarga. Sebab negara memiliki beban sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak.

Negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi anak-anak dari kejahatan. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan. Pertama  Penerapan sistem ekonomi Islam. Beberapa kasus kekerasan anak terjadi karena peran ibu sebagai pendidik dan penjaga teralihkan untuk turut mencari nafkah sehingga terpaksa harus meninggalkan anak. Hal ini dikarenakan tekanan ekonomi yang semakin sulit. Tak heran jika muncul kasus pembunuhan anak oleh ibu sendiri akibat stresnya menghadapi kesulitan hidup. Disisi lain banyak pula anak terlantar dan terpaksa menjadi anak jalanan untuk menyambung hidup. Padahal anak jalanan rentan menjadi korban kekerasan fisik hingga seksual. Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan masalah asasi manusia. Karenanya, Islam mewajibkan Negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak agar para kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Sehingga tidak ada anak yang terlantar; krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stress bisa dihindari; para perempuan akan fokus pada fungsi keibuannya (mengasuh, menjaga, dan mendidik anak). Kedua penerapan sistem pendidikan yang menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam. Sehingga melahirkan individu bertakwa yang memahami kewajiban seperti merawat dan mendidik anak-anaknya dan menjauhi kemaksiatan. Ketiga penerapan sistem sosial yang sesuai syariat. Seperti memerintahkan laki-laki menundukkan pandangan, perempuan menutup aurat serta memiliki iffah, dijauhkan dari eksploitasi seksual,diterapkan larangan khalwat, larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan serta perilaku yang merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan muncul gejolak seksual liar yang memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak. Keempat pengaturan Media Massa. Media massa dijauhkan dari konten apapun yang mendorong pelanggaran hukum syara. Kelima Penerapan sistem sanksi, negara menjatuhkan hukuman tegas para pelaku kekerasan pada anak. Sanksi tegas yang diberikan dalam islam memiliki efek jera dan mencegah individu lainnya untuk terjerumus pada perilaku yang sama.

Orang tua juga mempunyai peranan penting dalam menyayangi anak-anak, mendidiknya, serta menjaganya dari ancaman kekerasan, kejahatan. Salah satu materi pendidikan yang wajib diberikan orang tua adalah terkait syariat Islam. Di antaranya menyangkut hukum: batasan aurat; konsep mahram; larangan berdua-duaan laki-laki perempuan tanpa udzur syari; menundukkan pandangan; batasan berinteraksi dengan orang lain; baik dalam memandang, berbicara, berpegangan atau bersentuhan; pemisahan tempat tidur; hukum meminta izin dalam 3 waktu aurat. Sehingga pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam akan menjadi salah satu benteng anak terhadap kondisi yang mengancam dirinya.

Sementara, masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dari kekerasan. Masyarakat wajib melakukan amar ma’ruf nahiy munkar. Budaya saling menasehati tumbuh subur dalam masyarakat Islam. Jika ada kemaksiatan atau tampak ada potensi munculnya kejahatan, masyarakat tidak akan diam, mereka akan mencegahnya atau melaporkan pada pihak berwenang. Masyarakat juga wajib mengontrol peranan Negara sebagai pelindung rakyat.

Maka sebenarnya kekerasan terhadap anak ini dapat diakhiri dengan penerapan aturan Islam secara kaffah. Karena fakta menunjukkan bahwa penerapan sekulerisme-kapitalisme yang hanya mengedepankan materi tapi menyingkirkan agama, telah memerosotkan perlindungan  pada anak. Apakah kita akan terus tinggal diam menyaksikan kekerasan pada anak marak terjadi? Tegakah kita membiarkan hampir seluruh anak merana dihantui ketakutan setiap harinya? Sedangkan mereka adalah generasi emas yang menjadi aset bangsa. Tidak ada jalan lain untuk menghadirkan harapan masa depan cerah pada mereka selain dengan membuang sistem sekulerisme-kapitalisme. Wallahu’alam Bisshowab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.