2 Mei 2024
13 / 100

 

Oleh Reni Rosmawati

Ibu Rumah Tangga

 

Bak tikus mati di lumbung padi, tampaknya itulah gambaran nasib rakyat di negeri ini. Bagaimana tidak, di negeri yang terkenal kaya akan hasil buminya, rakyat harus berjuang keras melawan getirnya kehidupan. Biaya pendidikan dan kesehatan mahal, harga pangan pun terus mengalami kenaikan. 

 

Dilansir oleh CNBCIndonesia (5/1/2024), harga beras dalam setahun terakhir terus merangkak naik. Bahkan di tahun 2023 yang lalu harga beras mengalami kenaikan hampir 20% dari harga sebelumnya. Sedangkan pada bulan Februari ini, harga beras mencapai Rp17.000 per kilogram. 

 

Masih dalam laman yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo mengatakan, kemungkinan harga beras turun hal yang sukar, nilai tukar rupiah harus menguat dulu di Rp13.000-Rp13.500 per US$. Arief pun mempertanyakan keinginan rakyat untuk menurunkan harga beras. Menurut Arief kenaikan harga beras ini justru membuat petani bahagia, karena harga gabah tidak ditekan murah. (CNBC, 5/1/2024)

 

Ironis

 

Mahalnya harga beras, tentunya menimbulkan kekhawatiran dan amat menyusahkan masyarakat. Apalagi di tengah situasi pelik seperti saat ini, BBM naik, biaya pendidikan dan kesehatan mahal, sementara pekerjaan sukar dicari, bahkan yang sudah bekerja pun terancam PHK.

 

Namun sungguh ironis, dengan dalih kenaikan harga beras dapat membuat petani bahagia, pemerintah justru mempertanyakan kenapa rakyat keberatan dengan harga beras yang mahal. Hal ini sungguh menyakiti hati rakyat. Karena semestinya negaralah yang berkewajiban menjamin dan menjaga ketersediaan pangan hingga rakyat mudah mengakses dan mampu menikmatinya. Apalagi beras merupakan kebutuhan pokok, yang wajib dipenuhi oleh negara. 

 

Di sisi lain, negara juga memiliki kewajiban menjamin kesejahteraan para petani. Tentunya dengan tidak memberatkan rakyat lainnya yang berperan sebagai konsumen. Lagi pula, kenaikan harga beras ini pun belum tentu bisa membuat petani bahagia. Pasalnya, pada 2015 lalu, Aliansi Petani Indonesia (API), mengatakan kenaikan harga beras di tanah air tidak berdampak positif bagi kesejahteraan petani. Sebab, meski harga gabah naik di level petani, tetapi modal petani untuk bertani seperti bibit, pupuk, obat-obatan, upah pekerja, dan lain-lain itu sudah duluan naik. (CNN Indonesia, 25/2/2015) 

 

Negeri Agraris Harga Beras Kok Miris?

 

Sebagai negeri agraris, tentunya mudah bagi Indonesia menjadi negara penghasil beras. Bahkan berdasarkan data dari FAO (Food Agriculture Organization) pada tahun 2021 lalu Indonesia menduduki jajaran ke-3 sebagai produsen beras terbesar di dunia. (InfoPublik, 26/3/2021) 

 

Karena itu meroketnya harga beras di negeri ini sungguh miris dan tidak logis. Bagaimana bisa harga beras terus naik di negeri yang menduduki peringkat ke-3 sebagai produsen beras?

 

Jika ditelusuri, ada beberapa faktor penyebab naiknya harga pangan (beras) di negeri ini seperti;

 

Pertama, mahalnya biaya pertanian, akibat dikuranginya subsidi pupuk dan benih. 

 

Kedua, massifnya pengalihfungsian lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri. Akibatnya rakyat kehilangan lahan pertanian dan tidak bisa memproduksi beras secara optimal. Alhasil pangan termasuk beras menjadi langka dan mahal harganya. 

 

Ketiga, adanya kebijakan impor yang mematikan produksi lokal. 

 

Keempat, rusaknya rantai distribusi beras. Sebagaimana kita ketahui, pendistribusian hasil pertanian kini diserahkan kepada mekanisme pasar. Beras dan hasil pertanian lainnya pun dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha inilah yang menjadikan terjadinya permainan harga dan penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha, yang tentu merugikan petani. 

 

Kelima, banyaknya perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak asing, sehingga membuat negeri ini kehilangan kedaulatan dalam menentukan kebijakan termasuk dalam hal ekonomi. Maka tidak heran harga beras menjadi tinggi, karena pemerintah harus menyesuaikan dengan pesanan negeri-negeri asing yang terlibat perjanjian. 

 

Sistem Demokrasi Kapitalisme Penyebab Utamanya 

 

Sejatinya penerapan sistem demokrasi kapitalismelah penyebab utama tingginya harga pangan tak terkecuali beras di negeri ini. Penerapan sistem ini telah mengikis fungsi negara dan penguasa sebagai pengurus dan penjamin kebutuhan rakyat. 

 

Sistem ini telah gagal menciptakan ketahanan pangan. Sebab setiap kebijakan yang lahir dari sistem demokrasi kapitalisme tak ada satupun yang berpihak pada rakyat. Salah satunya kebijakan impor pangan, pengalihfungsian lahan pertanian menjadi perumahan maupun bangunan atau infrastruktur lainnya, serta penyerahan harga pangan kepada mekanisme pasar yang dikendalikan oleh ritel dan kekuatan kapital. Sehingga membuat harga pangan tidak stabil dan cenderung mahal. 

 

Kebutuhan Pangan Terjamin dalam Sistem Islam

 

Islam adalah agama sempurna yang diturunkan Allah untuk mengatur seluruh masalah kehidupan. Jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, kemungkinan harga beras mahal tidak akan pernah terjadi. Kenapa demikian? Hal ini karena Islam menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok individu per individu menjadi kewajiban negara dalam menjaminnya.

 

Diabadikan dalam sejarah, selama 13 abad Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan, kesejahteraan dan keamanan rakyat terealisasi dengan sempurna, kebutuhan pangan pun terjamin sepenuhnya. Hal ini karena Islam memosisikan negara dan penguasa sebagai raa’in (pengurus dan pengatur) seluruh urusan rakyat.

 

Rasulullah saw. bersabda: 

 

“Imam (khalifah) itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).”(HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad) 

 

Negara yang menerapkan aturan Islam akan senantiasa memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh rakyat individu per individu. Dalam hal menjaga dan memenuhi ketahanan pangan, negara Islam akan memberikan bantuan dan memfasilitasi para petani untuk bertani (benih, pupuk, dan lainnya akan disediakan oleh negara dengan harga murah bahkan gratis). Lahan pertanian juga akan dibuka seluas-luasnya. Keran impor dan berbagai kerjasama luar negeri yang berpotensi merugikan rakyat dan mengangkangi kedaulatan negara akan ditutup. 

 

Sistem Islam pun melarang negara mematok harga. Harga pangan akan disesuaikan dengan permintaan dan penawaran di pasaran. Di sisi lain, sistem Islam juga mewajibkan negara agar senantiasa menjaga mekanisme harga di pasar stabil dan terjangkau, tidak dipermainkan oleh pihak-pihak pemilik modal besar, sebagaimana yang terjadi hari ini.

 

Penimbunan, penipuan, dan berbagai rekayasa pasar lainnya yang menyebabkan kenaikan harga akan ditindak tegas. Para pelaku kecurangan tersebut juga akan dikenakan ta’zir (sanksi) yang kadarnya ditetapkan oleh pemimpin Islam (khalifah). Dengan itu akan tercipta perdagangan yang sehat dan harga pangan pun stabil. 

 

Di sisi lain, sistem Islam juga mewajibkan negara memiliki Baitulmal yang akan berperan sebagai penjaga kestabilan harga pangan. Di gudang Baitulmal inilah seluruh hasil kekayaan alam maupun barang-barang kelebihan yang dibutuhkan pasar saat panen raya yang dibeli oleh negara disimpan. Ketika terjadi paceklik, barang-barang tersebut akan didistribusikan kepada rakyat. Inilah yang menjadikan kebutuhan pangan negara Islam di masa lalu senantiasa terpenuhi. Harganya pun senantiasa stabil. 

 

Demikianlah kesempurnaan sistem Islam dalam menjaga kestabilan harga dan menjamin seluruh pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Sungguh jauh berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme bukan? Karena itu, masih adakah alasan kita untuk menolak sistem Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan? Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.