8 Mei 2024

“Kebenaran dan kepastian mengapung, di antara uang dan kuasa yang mengepung. Di negeri yang penuh muslihat, korupsi seolah jadi perkara lumrah. Perburuan menjadi paling kaya, menjadi hobi para abdi negara.” Najwa Shihab

Kutipan tokoh di atas kiranya mewakili kondisi korupsi negeri ini. Korupsi lahir dari rahim demokrasi. Sekuat tenaga membasmi benihnya, akan sia-sia jika induknya justru dipertahankan. Kerja lembaga pemberantasan korupsi ibarat menimba air di lautan, usaha yang tidak berkesudahan.

Seperti dilansir Merdeka.com, 30-11-2020, Lembaga Transparency International merilis laporan bertajuk ‘Global Corruption Barometer Asia’. Nilai Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tersebut, Indonesia masuk menjadi negara nomor tiga paling korup di Asia.

Menurut Peneliti Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, maraknya kasus korupsi lantaran lemahnya hukuman di Indonesia. Aturan terkait korupsi kerap berubah-ubah dan partai politik menjalankan sistem ‘mahar politik’.

Gurita korupsi sudah menjadi karma demokrasi. Sistem mahar politik yang tidak bisa dipisahkan dari pencalonan abdi negara. High political cost berbuah kolusi antara calon penguasa dengan pengusaha. Deal politik sudah menjadi keharusan sebagai barter modal kampanye.

Politik transaksional ini yang menjadikan setiap kebijakan tidak pro rakyat melainkan mengikuti dikte pengusaha. Ditambah lagi jiwa rakus pejabat membuat korupsi menjadi jalan memperkaya diri. Paham sekuler yang mendarah daging membuat abdi negara menafikan sumpah jabatan di bawah kitab suci Al-Qur’an.

Jargon pemberantasan korupsi seperti pepesan kosong. Berganti pucuk kepemimpinan tidak menjadikan lembaga ini lebih baik. Kuatnya intervensi penguasa semakin membuatnya tak bertaring. Politik saling sandera antara pejabat penegak hukum dengan penguasa semakin membuat lembaga ini tidak berdaya.

Lalu perbaikan seperti apa yang diharapkan rakyat? Sementara wakil yang dipilihnya tidak berpihak. Janji masa kampanye hanya retorika di atas panggung. Demi menarik simpati, segala cara dihalalkan. Setelah menang, rakyat pun ditinggalkan.

Uang Pemegang Kendali

Dalam sistem kapitalis, uang adalah segalanya. Dengan uang mereka bisa mengatur siapa saja yang mereka pilih untuk menjabat kekuasaan. Bak gayung bersambut, calon penguasa butuh uang untuk memobilisasi dukungan saat menjelang dan berlangsungnya kampanye. Kesepakatan pun terjadi, karena suara terbanyak bisa saja diraih dengan uang.

Dengan uang bisa meloloskan undang-undang yang kontroversial pesanan pengusaha. Dengan uang, pejabat menjadi kebal hukum. Jual beli kasus dan hukum yang tebang pilih semakin membuktikan bahwa uang sudah mengendalikan semua lembaga negara.

Oleh karena itu, sangat berbahaya dipimpin oleh rezim korporatokrasi. Karena justru di pengusahalah kepemimpinan yang sesungguhnya. Tata cara dalam bernegara dikendalikan demi mengambil keuntungan semata.

Tindakan korupsi bukan kejahatan individu. Melainkan kejahatan yang masuk ke dalam extraordinary crime. Dimana kejahatannya ini terstruktur dan masif. Hal ini merupakan bukti kecacatan sistem demokrasi. Siapa pun yang masuk ke dalam lingkaran kekuasaan akan sulit terhindar dari KKN.

Lalu sistem apa yang mampu melepaskan belitan gurita korupsi?

Islam Rahmat Seluruh Alam

Islam bukan sekadar agama ritual namun juga sebuah ideologi. Islam memiliki seperangkat aturan dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan bernegara. Mengatur kehidupan semua makhluk hidup dan seluruh alam. Aturan paripurna yang diciptakan sendiri oleh Sang Maha Pengatur yaitu Allah ta’ala.

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat uqubat atau sanksi. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan bersifat penebus sanksi di akhirat yaitu setelah diadili di dunia maka pelaku tidak dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Uqubat juga sebagai pencegahan tindakan kejahatan serupa. Misal, jika mereka mengetahui ketika mencuri akan dihukum potong tangan, maka sebelum mencuri akan berpikir berulang kali.

Maka dari itu, tidak ada jalan keluar terbaik untuk menumpaskan praktik korupsi selain dengan hukum Islam. Namun syariat Islam tidak bisa diterapkan secara parsial, namun harus menyeluruh. Namun penerapan syariat Islam harus secara menyeluruh, tidak secara parsial. Jadi, syariat Islam tidak cukup hanya dijadikan Perda namun harus menjadi aturan bernegara.

Sesungguhnya masih ada harapan masa depan sejahtera seandainya umat mau diatur dengan syariat Islam. Tidak perlu bersusah payah membuat hukum. Tidak perlu pusing memikirkan kebutuhan hidup. Semua akan terlayani dengan baik dalam sebuah institusi pelaksana hukum syariah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawab

Penulis: Merli Ummu Khila | Pemerhati Kebijakan Publik

Editor: Fadli

2 thoughts on “Gurita Korupsi Membelit Negeri, Islam Punya Solusi

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.