13 Mei 2024

Dimensi.id-Kebangkitan dimulai dengan pemikiran yang benar tentang hidup, manusia dan alam semesta kemudian dikaitkan dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya. Dalam surat Ar-Ra’d Ayat 11 dijelaskan bahwa Sesungguhnya Allah Yang Maha Kuasa tidak akan mengubah keadaan suatu kaum dari suatu kondisi ke kondisi yang lain, sebelum mereka mengubah keadaan diri menyangkut sikap mental dan pemikiran mereka sendiri. Islam menjawab tiga pertanyaan mendasar bahwa manusia berasal dari Allah SWT., manusia hidup di dunia ini untuk beribadah kepadaNya, dan nanti pada waktunya akan kembali kepadaNya, manusia dihisab atas perbuatan mereka selama di dunia. Agar manusia bisa beribadah dengan benar, manusia butuh aturan yang berasal dari Pencipta manusia, Allah SWt. Aturan yang benar bukan berasal dari manusia yang lemah dan yang memiliki keterbatasan.

Islam dibangun diatas satu dasar aqidah yang menjelaskan dibalik alam semesta, manusia dan hidup terdapat Pencipta (Al-Khalik) yang menciptakan ketiganya, serta segala sesuatu lainnya dari tidak ada menjadi ada. Dialah Allah SWT, wajibul wujud dan bersifat azali. Sementara, manusia, hidup, dan alam semesta bersifat terbatas, lemah serba kurang dan saling membutuhkan. Siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan adanya Al-Khalik dengan memperhatikan benda-benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup dan diri manusia sendiri. Oleh karena itu, ajakan untuk memperhatkan apa saja yang ada disekitar kita terdapat dalam al-Qur’an agar mendapatkan bukti nyata dan menyakinkan adanya Allah SWT. Ada ratusan ayat dalam Al-Qur’an yang memberikan pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. Salah satunya, Allah berfirman dalam surat Ali -Imran (3):190
اِنَّ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَاخۡتِلَافِ الَّيۡلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الۡاَلۡبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.

Iman kepada adanya Pencipta Yang Maha Pengatur merupakan hal Fitri pada setiap manusia. Namun, iman yang muncul dari perasaan tanpa dikaitkan dengan akal tidak dapat bertahan lama. Faktanya, perasaan sering menambah-nambah dan menghayalkan sesuatu yang diimani, yang justru pada akhirnya menjerumuskan pada kekufuran dan kesesatan. Kendati wajib atas manusia menggunakan akalnya dalam mencapai iman kepada Allah SWT., namun tidak mungkin manusia menjangkau apa yang ada di luar batas kemampuan Indra dan akalnya. Meskipun akal tidak bisa menjangkau Zat Allah dan hakekatNya, namun pada hakekatnya iman itu adalah percaya pada wujud Allah dengan memperhatikan makhlukNya.

Karena keterbatasan manusia, kita wajib berserah diri terhadap semua yang dikabarkan Allah SWT. tentang apa saja diluar jangkauan akal manusia. Beragama adalah naluri dan suatu yang Fitri pada diri manusia. Agar manusia bisa menjalankan ibadah dengan benar, manusia perlu sebuah aturan yang benar agar tidak terjadi kekacauan dalam beribadah, maka aturan ini harus datang dari al-Khalik yang menciptakan manusia. Agar aturan ini sampai ke tangan manusia, maka harus ada seorang rasul yang menyampaikan agama Allah ini kepada umat manusia.

Kita harus meyakini bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah yang dibawa oleh Rasullulah Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an sendiri telah menantang mereka, orang Arab untuk membuat karya sepuluh surat, bahkan satu surat yang menyerupai yang ada dalam al-Qur’an. Mereka sudah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Dan terlebih, setiap Hadist jika dibandingkan dengan ayat manapun didalam al-Qur’an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya. Padahal Nabi Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadist. Oleh karena itu tidak seorangpun bangsa Arab yang menuduh Al-Qur’an itu perkataan Muhammad SAW, atau mirip dengan gaya bahasanya. Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan bahwa Al-Qur’an disadur dari seorang pemuda Nasrani, Jabr. Namun, tuduhan ini telah telah ditolak keras oleh Allah dalam firmanNya di Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 103.

Dan karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membawa Al-Qur’an, berdasarkan dalil aqli dapat diyakini secara pasti bahwa Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul. Inilah dalil aqli tentang iman kepada Allah, kerasulan Muhammad SAW dan bahwa Al-Qur’an itu merupakan Kalamullah. Jika kita telah beriman kepada Allah SWT yang memiliki sufat-sifat ketuhanan, kita wajib beriman terhadap apa saja yang dikabarkan oleh-Nya, meskipun terhadap perkara-perkara ghaib yang diluar jangkauan akal dan panca Indra manusia. Dari sini kita wajib beriman kepada Hari Kebangkitan dan Pengumpulan di Padang Mahsyar, Surga dan Neraka, hisab dan siksa. Kita juga wajib beriman terhadap adanya malaikat, jin dan syaitan, serta apa saja yang diterangkan Al-Qur’an dan hadist yang qath’i.

Apabila semua itu telah terbukti, sedangkan iman kepadaNya adalah suatu keharusan, maka wajib bagi setiap Muslim untuk beriman kepada syari’at Islam secara total atau kaffah, karena seluruh syariat Allah telah tercantum dalam Al-Qur’an dan dibawa Rasullulah SAW. Oleh karena itu, penolakan seseorang terhadap hukum-hukum Syara’ secara keseluruhan, atau hukum-hukum qath’i secara rinci dapat menyebabkan kekafiran, baik hukum-hukum itu berkaitan dengan ibadat, muamalah, uqubat ataupun math’umat.

Keimanan atau aqidah harus diperoleh melalui proses berfikir agar mengakar kuat dalam keyakinan kita. Tidak boleh keimanan kita karena faktor keturunan maupun ikut-ikutan, tapi keyakinan harus bisa dibuktikan oleh akal sehingga benar-benar yakin dengan keimanan kita tanpa sedikitpun keraguan, sehingga langkah hidup mu akan mantab sesuai dengan tujuan hidup yang benar, lurus dan mulia.(ME)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.