17 Mei 2024

Dimensi.id-Akhir- akhir ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan menghilangnya tahu dan tempe di pasaran. Hal tersebut dipicu karena harga kedelai melambung tinggi. Bahkan perajin tahu se-jabodetabek melalukan melakukan libur produksi massal mulai 31 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada perajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.

Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Musodik, mengatakan, sekitar 25 pengrajin tahu di Bogor yang tergabung dalam SPTI juga turut libur produksi. Mereka tersebar di daerah Parung, Jasinga, Cibinong, dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.  (Republika.com 02/01/2021)

Kelangkaan tahu dan tempe di pasaran, sangat berkaitan erat dengan ketergantungan pemerintah pada impor kedelai dari Luar Negri. Sehingga ketika harga impor kedelai mengalami kenaikan, maka harga produksi tahu dan tempe secara otomatis juga naik. Hal tersebut berujung pada ketidaksesuaian antara biaya produksi dengan harga jual tahu dan tempe tersebut.

Bukan Solusi

Dalam menghadapi masalah ketersediaan bahan pangan, seringkali pemerintah tidak bisa lepas dari mengimpor bahan mentah ke luar negri. Baik itu beras, gula, bawang putih dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat memprihatinkan. Padahal Indonesia dikenal memiliki potensi  alam yang luar biasa, seperti kesuburan tanahnya maupun hasil laut dan kebunnya.

UU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintahan Joko Widodo dan disahkan DPR RI pada 5 Oktober lalu berpotensi membawa Indonesia terjebak dalam kebiasaan impor produk pertanian. Petani pun waswas dibuatnya. Ketua Umum Serikat Petani (SPI) Indonesia Henry Saragih mengatakan pelonggaran impor pangan tampak jelas dalam revisi UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan).

UU Cipta Kerja menghapus frasa pasal 30 ayat (1) beleid itu yang berbunyi: “setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah.”Dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal 30 ayat (1)

Diubah menjadi: “Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.” Frasa “mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional” dalam pasal 15 juga ikut dihapus. Sanksi bagi orang yang mengimpor saat kebutuhan dalam negeri tercukupi dalam pasal 101 juga ditiadakan. (tirto.id 26/10/2020)

Dengan ketergantungan pada impor itulah sebagian masyarakat menganggap pemerintah kurang serius dalam menangani masalah ketersediaan bahan pangan. Akhirnya sebagian masyarkat mencari terobosan secara mandiri. Contohnya dengan mahalnya harga kedelai, sebagian masyarakat dapat menjadikan kacang koro pedang sebagai alternatifnya.

Ketahanan Pangan Sistem Kapitalis

Dari kelangkaan dan mahalnya harga bahan pangan sangat berdampak pada kelangsungan tumbuh kembang anak- anak indonesia, baik secara fisik maupun mentalnya. Apalagi anak-anak yang masih membutuhkan nutrisi dalam masa pertumbuhan. Namun hal ini kurang mendapat perhatian,di era pandemi ini sehingga terkesan bahwa pemerintah kurang memperhatikan kondisi masyarakat secara luas. Karena kembalinya pada asas kapitalisme, yang menjadikan keuntungan hanya berputar- putar pada pemilik modal (kapital) saja.

Sementara dalam hal distribusi, diakui pula bahwa sistem logistik pangan kita tidak memadai. Lemahnya negara pada aspek logistik juga memberikan kontribusi pada mahalnya biaya pengiriman dan tidak meratanya penyebaran pangan ke seluruh wilayah karena infrastruktur minim. Selain itu, adanya otonomi daerah makin mempertajam gap antar daerah baik dari sisi ongkos juga prioritas kebijakan pangan.

Akibat dari semua itu masyarakat sulit mengakses bahan pangan bahkan harganya sangat mahal. Bahkan kelalaian dalam pengawasan distribusi telah menyebabkan tidak terkendalinya harga karena permainan spekulan/mafia dan bermainnya kartel pangan.

Islam sebagai Solusi

Dari sekian banyak solusi yang tidak dapat menyelesaikan masalah, maka sudah saatnya kaum muslimin di negri ini kembali pada solusi islam. Karena islam sudah pernah terbukti berjaya selama lebih dari 12 abad. Solusi islam merupakan solusi kamil wa syamil (sempurna dan menyeluruh).

Dari sisi pemasukkan, Islam sangat memperhatikan pos- pos pendapatan. Baik dari jizyah, fa’I maupun kharaj. Belum lagi dari sisi pengelolaan zakat yang akan ditertibkan pemungutannya. Baik dari zakat fitrah maupun zakat maal. Begitu pula dari aspek pendistribusiannya dikhususkan untuk 8 asnaf yakni; fakir, miskin, garim, rikab, amil, mu’allaf, ibnu sabil, fii sabilillah.  Dari sisi pos-pos pendapatan lain, maka kaum muslimin dapat mengembalikan fungsi tanah. Baik berpotensi sebagai sawah dan  perkebunan, perhutanan, maupun sebagai perumahan. Belum lagi jika negri ini memfungsikan hasil laut maupun tambangnya untuk kepentingan umat.

 Dari visi ketahanan pangannya diarahkan pada 3 target yaitu 1) ketahanan pangan untuk konsumsi harian, 2) ketahanan pangan untuk kondisi krisis (termasuk bencana, wabah dsb), serta 3) ketahanan pangan untuk kebutuhan jihad. Dalam hal distribusi, sistem islam akan menyiapkan sarana dan prasarana logistik yang memadai untuk mendistribusikan pangan ke seluruh daerah yang terkena wabah. Tentu tanpa adanya sekat otonomi daerah bahkan batas wilayah.

Sebagaimana yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khaththab ketika menghadapi krisis beliau membangun pos-pos penyedia pangan di berbagai tempat, bahkan mengantarkan sendiri makanan ke setiap rumah. Apalagi ketika masyarakat di-lockdown, kebijakan ini akan menekan jumlah mobilitas rakyat sedang kebutuhan mereka tetap terpenuhi oleh jaminan negara.

Begitu pula SDM yang dibutuhkan untuk mendistribusikan bahan pangan, yakni aparatur negara. Aparatur Negara selain memiliki kompetensi juga amanah menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, serta memiliki kesadaran ruhiyah tinggi bahwa tugas yang dijalankan ialah bagian amal saleh yang akan mendapat ganjaran yang sangat besar di sisi Allah SWT. Sehingga setiap petugas/ aparatur Negara merasa di awasi langsung oleh Allah SWT dalam menjalankan fungsinya di masyarakat.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (TQS Al Anfaal: 24).

Untuk itu sudah saatnya kaum muslimin menerapkan islam secara kaffah yang dapat melindungi seluruh umat manusia. Karena Islam juga menjamin kedamaian hidup dalam keragaman suku maupun bangsa sebagaimana yang pernah diterapkan dan ditegakkan oleh Rasulullah SAW di Madinah Munawaroh. Wallahu’alam bish showab

Penuli: Asri Prasasti, SE.I

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.