28 April 2024

Dimensi.id-Dewan Perwakilan Rakyat. Sesuai namanya, dewan yang konon terhormat itu semestinya mewakili aspirasi rakyat. Bukan malah sebaliknya, abai terhadap kepentingan sang pemberi amanah.

Mengapa pengesahan revisi UU Minerba di tengah situasi genting ini begitu disegerakan? Adakah masalah lain yang lebih mendesak dari pada urusan rakyat?

Sungguh nasib rakyat jelata di tengah pandemi bagai anak ayam kehilangan induknya, kemudian menjadi incaran binatang buas pemangsa. Tidak ada wabah saja nasib mereka sudah terkatung-katung dihempas ombak dan badai kerakusan kapitalisme global. Apalagi saat-saat pelik seperti ini.

Komisi VII DPR RI yang membawahi bidang energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi, lingkungan hidup dan lainnya, seharusnya hadir di tengah penderitaan rakyat dan siap mendukung rakyat Indonesia agar lebih sejahtera.

Namun yang terjadi justru membiarkan dan meninggalkan rakyat untuk berjuang sendiri. Karena ada kepentingan yang lebih menarik bagi nalar tamaknya. Siapakah rakyat kecil nan miskin, yang kesulitan memenuhi kebutuhan perut di mata para dewan yang terhormat? Tiada lain hanyalah seonggok rongsokan karena suaranya sudah tidak dibutuhkan lagi.

Bahkan banyak yang terlempar dari arus kegiatan ekonomi karena tersandung Pemutusan Hubungan Kerja. Sejauh ini sudah lebih dari 1,2 juta orang terpaksa dirumahkan. Angka tersebut diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juni. Betapa tragis nasib rakyat kecil dalam situasi seperti ini. Jika nurani penguasa dan wakil rakyat masih hidup, pasti segala daya dan upaya akan dikerahkan guna membantu masyarakat yang tak berdaya.

Namun, nampaknya kita tidak bisa banyak berharap akan kepedulian para pejabat terhadap rakyat. Justru yang lebih menarik perhatian DPR adalah para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Ada tujuh maskapai pertambangan batu bara generasi pertama dengan kapasitas produksi terbesar yang akan segera terminasi (berakhir masa kontrak). Yakni PT Arutmin Indonesia yang akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023) dan PT Berau Coal (26 April 2025). (CNBCIndonesia.com, 20/05/2019).

DPR RI berupaya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) Nomor 4 tahun 2009 lalu. Padahal RUU Minerba yang akan disahkan itu bisa mengancam hilangnya mata pencaharian masyarakat dan legalisasi perusahaan tambang untuk merebut lahan dan permukiman warga. Jelasnya, hegemoni korporasi semakin tertancap kuat, menjadi gurita perusahaan tambang di Indonesia serta menindas hak-hak rakyat.

Tak ayal rencana tersebut telah banyak menuai protes penolakan dan aksi besar-besaran pada akhir September 2019, bahkan memakan banyak korban. Lagi-lagi rakyat yang harus menelan pahit imbasnya. Hingga akhirnya pengesahannya pun ditunda oleh Presiden Joko Widodo.

Namun ternyata mereka melanjutkan aksinya dalam senyap. Situasi genting dalam wabah corona ini malah dimanfaatkan untuk mengelabuhi rakyat.

Sumber Energi adalah Milik Rakyat

Dalam pandangan Islam, tambang batu bara adalah kepemilikan umum, artinya yang berhak memanfaatkan atau mendapatkan hasil dari pengolahannya adalah seluruh rakyat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits.

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud, Ahmad, Al Baihaqi Ibn Abi Syaibah).

Api yang dimaksud dalam hadist ini adalah energi, termasuk di dalamnya batu bara. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam haram hukumnya menyerahkan tambang batu bara kepada swasta dan asing. Tambang yang merupakan kepemilikan umum harusnya diambil alih negara dan dikelola oleh negara untuk dapat di berikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat, baik secara langsung maupun dalam bentuk fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Inilah saat yang tepat untuk menyerahkan kembali hasil dari kekayaan alam yang berlimpah kepada sang pemilik sejatinya, yakni rakyat. Di mana rakyat sangat membutuhkan uluran tangan dalam situasi genting. Pemerintah pun bisa menerapkan lockdown atau karantina wilayah sebagai ikhtiar yang paling tepat dalam menghadapi serangan pandemi ini. Disamping itu, perlengkapan dan kebutuhan medis semacam alat pelindung diri, ventilator, suplemen, dan lain-lain sangat dibutuhkan para tenaga kesehatan dan penderita terinfeksi Covid-19 yang tengah berjuang meregang nyawa.

Batu bara adalah kepemilikan umum yang pengelolaannya membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya besar. Maka wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam kas Negara sebagai sumber pendapatan utama APBN untuk kepentingan rakyat.

Sedangkan keterlibatan swasta dalam mengelola tambang batu bara hanyalah sebagai pekerja dengan akad ijarah (kontrak). Maka Islam melarang ada kontrak karya semacam yang terjadi pada tujuh maskapai pertambangan batu bara yang ada saat ini.

Namun tipikal penguasa saat ini tak lagi membawa karaker kepemimpinan dalam Islam, yakni meri’ayah umat. Sebaliknya, sistem kapitalis demokrasi yang dianut negeri-negeri Islam, termasuk di Indonesia lebih berpihak pada kepentingan korporasi (pemilik modal).

Peran negara yang semestinya hanya melakukan mandat dari umat, yakni  sebagai pengelola kekayaan alam milik rakyat, bergeser menjadi sang regulator (pengawas). Sedangkan pengelolaan serta hasilnya yang melimpah ruah dihidangkan untuk dinikmati pihak swasta dan asing. Negara pun tak lagi memiliki independensi dalam menyusun aturan yang berkaitan dengan hal ini.

Tentu saja undang-undang yang diterapkan sangat menguntungkan para kapital. Hanya saja, wakil rakyat akan memperoleh hadiah besar karena telah berbaik hati mengesahkan peraturan yang membuat mereka bebas mengeruk kekayaan alam yang luar biasa menggiurkan.

Kinerja Komisi VII DPR RI dalam mengesahkan UU Minerba di tengah jeritan rakyat yang terjepit semakin menegaskan bahwa sejatinya mereka bukanlah wakil rakyat. Bahkan semakin hilang akal dan nuraninya ditelan oleh watak keserakahan.

Beginilah model rezim kapitalisme.  Bagi mereka, kepentingan para pemilik modal di atas segalanya. Hingga derita rakyat tak lagi terlihat oleh logika kemanusiaannya.

Paham kebebasan yang dianut negeri ini membiarkan siapapun boleh memiliki apa yang diinginkan hawa nafsunya. Tidak lagi mempertimbangkan aturan dari Sang Pencipta. Padahal aturan Allah tentang kepemilikan sumber daya alam yang telah termaktub dalam sistem ekonomi Islam sejatinya akan menebarkan rahmat dan kebaikan untuk segenap manusia dan semesta. Apalagi dalam kondisi pelik tersebab wabah saat ini, kita semua tentu membutuhkan pertolongan dari Allah.

Sedangkan pertolongan Allah sangatlah dekat dengan orang-orang saleh yang senantiasa ta’at kepada seluruh aturan-Nya. Baik itu yang berhubungan dengan ibadah mahdhah maupun terkait aturan kepemilikan, hingga tatanan pemerintahan.

Saatnya perjuangan menuju sistem Islam dalam naungan Khilafah senantiasa digemakan demi tatanan kehidupan sejahtera yang akan mengantarkan pada keberkahan hidup. Wallahu a’lam bish-shawwab.[ia]

Penulis : Ita Mumtadz

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.