12 Mei 2024

Dimensi.id-Pandemi Corona yang menerpa dunia mengharuskan adanya pengaturan yang tepat untuk mencegah agar corona tidak memakan banyak nyawa dan penyebarannya bisa dihentikan. Karena itu, berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah, salah satu kebijakan yang menuai pro kontra ditengah masyarakat yakni adanya kebijakan untuk membebaskan para napi sebagaimana yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang  telah mengeluarkan dan membebaskan 30.432 narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona.

Data tersebut dirilis per Sabtu (4/4) pukul 14.00 WIB. Program asimilasi dan integrasi tersebut tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa seperti teroris dan korupsi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan remisi. 

Dalam perkembangannya, Yasonna berencana merevisi PP tersebut. Ia merinci setidaknya terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut salah satu kriterianya yakni napi korupsi yang berusia diatas60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. (cnnindonesia.com 05/04/2020)

Wacana pemberian remisi atau pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor di tengah pandemi Covid-19 menuai polemik. Sejumlah pihak menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan mencari kesempatan untuk meringankan hukuman para koruptor melalui wacana revisi Peraturan Pemerintah ( PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Meski belakangan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang memunculkan wacana tersebut untuk pertama kali, telah mengklarifikasi hal itu.

Namun upaya “meringankan” beban hukuman koruptor di Indonesia bukan kali ini saja terjadi. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menilai, Yasonna sengaja memanfaatkan wabah Covid-19 sebagai justifikasi untuk merevisi aturan tersebut. Bahkan saat Yasona mejabat sebagai Menkumham pada periode pertama, wacana revisi itu telah muncul, yaitu tahun 2015. (Kompas.com 05/04/2020)

Pada praktik lapangannya sel yang ditempati napi korupsi tidak seperti napi lain yang berhimpit-himpitan bahkan ada satu sel yang ditempati oleh satu orang napi korupsi sebagaimana di lapas Sukamiskin.  Jadi,perlakukan “istimewa” pada napi korupsi sejujurnya sudah berlaku sejak dulu yang justru tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan dengan mengorupsiuang milik rakyat yang seharusnya digunakan untuk kemasalahatan masyarakat.

Oleh karena itu, untuk apa ada “hak istimewa” lain ditengah wabah corona ? yang pada faktanya justru napi-napi tersebut relative aman dari corona karena sejak awal sudah melakukan social distancing tinggal mencegah saja kunjungan dari luar lapas. Apakah ini hanya akal-akalan saja untuk membebaskan koruptor ?

Kebijakan Nyeleneh Justru Menimbulkan Masalah Baru

Kebijakan membebaskan para napi jelas saja merupakan kebijakan nyeleneh, para napi yang sejak awal sudah aman didalam lapas justru dibebaskan ditengah pandemi. Siapa yang menjamin napi yang dibebaskan tidak berkeliaran atau sudah “taubat” dalam melakukan kejatahan.

Jika alasan pembebasan napi dilakukan karena overkapasitas tentunya masih banyak langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah semisal menyediakan tempat lain untuk para napi yang memungkinkan mereka untuk melakukan isolasi diri dari area luar.

Overkapasitas ini sudah terjadi jauh sebelum corona datang. Seharusnyapun sudah jauh-jauh hari pemerintah menyediakan ruangan tambahan untuk menampung para napi. Sehingga wajar rakyat ada yang berpendapat bahwa rezim melepaskan tanggung jawab mengurusi rakyat dengan diuntungkannya pembebasan 30.000 napi karena bisa menghemat pengeluaran negara sebesar Rp260 miliar.

Ditengah sakit melihat korban corona berjatuhan, rakyat harus sakit hati berulang kali dengan kebijakan penguasa. Disaat penguasa di Negara lain patungan memotong gaji mereka, rakyat Indonesia justru harus “urunan” untuk saling menopang. Ditambah lagi dengan adanya wacana pembebasan orang-orang jahat yang mencuri uang rakyat. Astaghfirullah, sungguh wacana yang nyeleneh.

Islam Mengatasi Masalah Tanpa Menambah Masalah Baru

Islam adalah sebuah ideologi, maka islampun memiliki fikrah dan thoriqoh (metode) dalam mengatur urusan kehidupan. Sejak awal, Islam sudah menurunkan aturan yang paripurna terkait kedatangan wabah. Islam memberlakukan lockdown menutup akses keluar masuk wilayah yang sudah terdampak wabah sehingga tidak akan menyebar luas. Rasulullah SAW bersabda :

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Didalam islam nyawa manusia amat sangat berharga sehingga menyelamatkan dan menjaga nyawa manusia lebih utama daripada apapun, termasuk ekonomi, pariwisata atau hal lainnya yang justru bisa dibangun kembali. Ketika diberlakukan lockdown islam mewajibakan penguasa yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat bukan justru rakyat yang gotong royong menyokong kehidupan sesama.

Islam juga menerapkan sanski yang tegas atas setiap kejahatan, Kelebihan kapasitas lapas tidak akan ditemukan didalam Islam. Ini semua karena hukuman yang diberikan oleh islam untuk pelaku kejatahan sangat tegas sehingga menghasilkan efek jera bagi pelaku serta mencegah perbuatan yang sama terulang. Didalam islam pencuri haruslah dipotong tangannya sehingga ia akan jera mencuri dan orang yang menyaksikan akan takut untuk melakukan pencurian.

Maka wajar saja catatan kriminalitas ketika Islam diterapkan dalam kehidupan jauh sangat minim dibandingkan hari ini. Demikianlah ketika islam diterapkan dalam kehidupan, semua aspek diatur dengan sangat baik, wajar saja karena aturan Islam adalah aturan yang sempurna yang datang dari Sang Maha Pencipta berbeda dengan aturan Kapitalis yang datang dari manusia dan memiliki banyak sekali keburukan didalamnya. Sudah saatnya ummat kembali menerapkan aturan islam secara kaffah demi terpeliharanya setiap urusan mereka dengan baik dan terjaganya nyawa mereka. Wallahu’alam[ia]

Biodata penulis :

Penulis : Nurul Aryani (Aktivis Dakwah)

Editor : Fadli

62246510-1ec0-453e-bcee-303efbc76eb8.jfif

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.