17 Mei 2024

Penulis : Indi Lestari

Dimensi.id-Makhluk yang paling sempurna dimuka bumi ini adalah manusia, tentu sudah menjadi fitrahnya sebagai makhluk, memahami bahwa hidup itu perlu keseimbangan. Bagaimana hubungan kita dengan Maha Pencipta (Allah swt),  manusia dan alam. Jika salah satu berlebihan akan berjalan tak karuan. Terjadi ketika peran alam diusik keberadaannya di bumi,  dirusak,  hutan digunduli, gunung diganti dengan atap-atap rumah.

Musibah pun tak dapat dielakan, bencana alam pertama yang terjadi ialah longsor di Sumedang, Jawa Barat. Hujan lebat yang menyebabkan banjir di Kalimantan Selatan, gempa di Majene dan Mamuju serta erupsi di gunung Semeru, di Jawa Timur. Banjir bandang kawasan gunung mas puncak,  Bogor. Jawa Barat, terbaru angin puting beliung di kawasan waduk gajah mungkur Wonogiri, Jawa Timur.

Apakah semuanya kebetulan?

Tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini, semua ada yang mengaturdan ada yang memiliki (dialah dzat yang Maha, Allah swt).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan survei geologi di kawasan bencana longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Survei dilakukan untuk menganalisis struktur geologi di kawasan permukiman tersebut dan berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan ditemukan bahwa wilayah yang terjadi longsor tersebut memiliki kontur lahan yang curam.

Secara geologi, struktur tanah dan batuan di wilayah Perumahan termasuk ke dalam bagian batuan vulkanik Qyu. Dalam Peta Geologi yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM, batuan vulkanik Qyu merupakan produk batuan vulkanik muda yang belum bisa dipisahkan, sehingga masih bercampur antara lapisan keras dengan yang halus. Karena termasuk batuan vulkanik muda, lapisan tanah dan batuan ini cukup rentan. Kerentanan ini sudah terlihat sebelumnya di beberapa titik.

Hal ini, diperparah dengan adanya proyek permukiman baru yang dibangun di atas tebing bagian utara dan tenggara perumahan. Adanya aktivitas lalu lintas alat berat di tebing tersebut turut menjadikan potensi longsor semakin besar, secara geoteknik aktivitas tersebut melemahkan ikatan butir tanah, sehingga berpotensi longsor. Dan sebelumnya wilayah longsor tersebut merupakan sengkedan yang ditanami pohon, kemudian ditebang dan di bagian bawahnya dijadikan perumahan.

Begitupun kondisi hutan yang berada di Kalimantan Selatan, pada tahun 1950 hutan masih terpantau, tahun 1985, 2000, 2005, 2010 semua berubah apalagi di tahun 2020 lahan perhutanan berubah menjadi kebun-kebun sawit. Saat manusia-manusia berkuasa dan tidak mau terikat dengan hukumNYA, maka kekuasaannya digunakan untuk memenuhi permintaan para kapitalistik.

Sistem ekonomi sekuler kapital hanya membuka lahan untuk penguasa yang rakus, fokusnya hanya sebatas keuntungan-keuntungan materi semata. Sistem yang meniscayakan kolaborasi antara penguasa dan pengusaha dalam penetapan kebijakan. Sehingga bukan hal tabu lagi banyak kebijakan yang justru melegitimasi para pemilik modal menjadi peran utama perusakan lingkungan sampai ke daerah-daerah pelosok.

Tentu hal ini berbeda dengan sistem syariat Islam, Islam tak hanya memerintahkan untuk mengelola bumi dengan baik dan melarang keras merusak alam dan lingkungan. Tapi juga memberikan caranya berupa seperangkat aturan syari’at Islam. Yang otomatis akan melekat pada karakter-karakter manusia baik sebagai individu, masyarakat dan penguasa.

Sebagai individu, Islam mengajarkan hukum syariat tentang adab kepada alam dan lingkungan. Peran sebagai masyarakat tidak melupakan kewajiban untuk amal ma’ruf nahi munkar dan tentu sebagai seorang pemimpin/penguasa negara sebagai pengatur, pelindung yang berperan untuk menegakkan aturan Islam memang diturunkan untuk menjaga keseimbangan alam sehingga terwujud rahmatan lil’alamiin.

Tentu kita yakini bahwasannya musibah yang teraji merupakan  qadha dari Allah SWT, namun dibalik qadha tersebut ada fenomena yang dapat dicerna, bahwa ada ikhtiar untuk menghindarinya sebelum musibah-musibah itu terjadi.

Dalam Islam sendiri, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang pengelolaan harta milik umum oleh individu. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud).

Maka jelas, negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab langsung sepenuhnya, baik dalam pengelolaan hutan, pemanfaatan lahan maupun kawasan menjauhkannya dari aspek eksploitatif dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Harus disadari pula, pengelolaan lingkungan yang kapitalistik dan liberal adalah masalah utama bencana lingkungan di Kalsel, juga negeri ini pada umumnya. Ketika pemanfaatan lahan bahkn sumber daya alam sesuai dengan peruntukannya, tentu semua dharar dapat dihindari dan itu semua tugasnya negara sebagai yang memiliki kekuasaan di bumi ini.

Lantas masihkah kita berharap pada sistem rusak dan merusak?

Wallahu’alam bi ash awab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.