19 Mei 2024

Dimensi.id-Wabah covid-19 adalah suatu pekerjaan rumah paling besar yang dimiliki oleh Indonesia saat ini yang harusnya segera diselesaikan. Namun, lain pilihan lain prioritas yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas kebijakan dan segera dilaksanakan, sebut saja pembahasan itu adalah tentang pembahasan RUU Cika (Cipta Kerja).

Dilansir dari pemberitaan tentang dilanjutkannya pembahasan RUU Cika ini menoreh penolakan oleh rakyat terutama para buruh bahkan sejak awal adanya RUU Cika ini. Meskipun demikian, bahkan pada masa pandemi ini RUU Cika tersebut akan tetap berlangsung dibahas oleh DPR.

Menurut Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Partai Golkar Firman Soebagio, pembahasan memang tidak bisa tidak harus dilanjutkan karena berdasarkan Pasal 50 ayat 3 UU 12/2011, “kalau pemerintah sudah ajukan surpres (surat presiden) kepada DPR, selambat-lambatnya 60 hari harus dibahas. Kalau tidak kita melanggar undang-undang.” Sementara terkait penanganan COVID-19, menurutnya semua pihak harus bekerja sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Apa yang dilakukan DPR saat ini ia klaim sebagai upaya mengantisipasi dampak ekonomi pasca-pandemi.sedangkan, Surpres RUU Cilaka sudah diserahkan pemerintah ke DPR pada 12 Februari 2020. (16/04/2020) 

Puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) akan tetap menggelar aksi dalam peringatan hari buruh Internasional atau May Day. Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, aksi tersebut akan digelar di Gedung DPR RI dan Kantor Menko Perekonomian RI, Jakarta, pada 30 April 2020 mendatang. “Adapun tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi nanti adalah tolak omnibus law, stop PHK dan liburkan buruh dengan tetap mendapatkan upah dan THR penuh,” ucap Said Iqbal melalui siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (19/4/2020).

Sedangkan berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), selama 16 Maret hingga 30 Maret 2020 terjadi 17 kasus KDRT, karena akibat ketimpangan banyak buruh yang telah di PHK dan tidak memiliki pekerjaan, sedangkan kebutuhan keluarga menekannya untuk dipenuhi setiap harinya.

Pilihan yang harusnya diprioritaskan, yaitu apabila berbicara tentang pemenuhan kebutuhan rakyat, terutama di masa pandemi ini, yang berefek besar bagi rakyat kecil yang sumber mata pencahariannya yang dihasilkan per-hari, bukan seperti pegawai negeri sipil yang gajiannya tiap bulan.

Namun, berbalik dengan upaya yang sedang dilancarkan oleh kebijakan yang sedang digodok yaitu yang disebut RUU Cika (Cipta Kerja), layaknya RUU sebelumnya, contohnya RUU KPK, RUU Minerba, dan saat ini adalah RUU Cika. Yang bahkan sudah sejak awal adanya RUU Cika ini mendapatkan respon negatif yang berupa penolakan oleh rakyat terutama para pekerja buruh.

Mengapa menoreh penolakan bahkan sejak pertama kali ada RUU Cika yang juga merupakan salah satu UU omnibus law. karena fakta dari setiap pasal yang tumpang tindih, dimana pada setiap pasalnya lebih menganak emaskan para pengusaha, dimana yang akan lebih banyak diuntungkan adalah para pemilik korporasi yang dengannya bebas menentukan batas jam kerja dan upah yang didapat para pekerjanya. dimana dalam hal ini, para pekerja akan mendapatkan gaji yang rendah jika dibandingkan dengan standar UMR sebelumnya, sedangkan panjang masa kerjanya yang ditentukan oleh korporasi yang berkuasa.

Sebagaimana terjadi pada rakyat yang tak dihiraukan oleh para pemilik korporasi yang berkuasa. karena memang, yang mereka(para pengusaha) cari pastilah keuntungan bagi perusahaan yang dimiliki. dan begitu miris memang, karena negara yang mengatakan dari, untuk, oleh rakyat, namun kenyataannya seakan menutup mata dari pandangannya untuk mensejahterakan rakyat. dan seperti itulah mirisnya bahwa slogan demokrasi yang telah tenggelam tak dihiraukan sendiri. Dan tenggelam oleh kepentingan-kepentingan para pengusaha yang berkuasa.

Dan ujung ketidakadilan inilah, yang akan menimbulkan berbagai aksi tuntutan-tuntutan oleh rakyat. dimana ketika mereka tak percaya lagi oleh pemerintahan yang memerintah. Dan yang terjadi adalah ketimpangan-ketimpangan ekonomi, dan bahkan juga akan banyak menimbulkan ketimpangan sosial yang akan lebih banyak terjadi pada rakyat menengah ke bawah.

Bagaimana tidak terjadi demikian, jika yang dirasakan rakyat bukan lagi merasa terjajah oleh negara lain menjajah negara ini. namun, penjajahan itu masih kerap terjadi bahkan massif namun tak tampak jelas terlihat, penjajahan itulah yang terjadi dan dilakukan oleh orang-orang yang ada dalam negeri sendiri. dimana dapat dikatakan orang kecil atau orang miskin lah yang ditindas dibawah kaki orang berada atau orang kaya. Dan Negara pun juga demikian, dimana peraturan dan kebijakan yang ada mendukung para pengusaha. seperi itulah ia tercipta tumpul ke atas dan tajam kebawah.

Layaknya kata-kata yang dilontarkan oleh cak nun bahwa “ Di negara demokrasi kamu bebas bicara apa saja tapi duit harus cari sendiri, sedangkan di negara komunis makan dicukupi tapi kamu  gak boleh kritik pemerintah. namun, di Indonesia kamu dilarang kritik pemerintah tapi uang harus cari sendiri”, dan memang yang terjadi fakta di zaman sekarang seperti itulah yang terjadi.

Akan sangat jauh berbeda dari 3 kriteria yang disebutkan oleh cak nun, apabila kita menoleh peradaban ketika Islam diterapkan tidak hanya sebatas dilaksanakan sebatas agama spiritual setiap individu saja. Tapi juga diterapkan pada segala pengaturan Negara. Peradaban itulah peradaban masa kekhilafahan layaknya kehilafahan khulafa’ur rasyidin, dimana haibahnya terpancar hingga 14 abad lamanya mengarungi 4 masa peradaban dan daerah kekuasaanya menguasai 2/3 Dunia.

Seperti itulah ketika Khilafah menjadi Negara adidaya dunia. pun dengan penerapan metode dan fikrah yang mentajasad/menginternalisasi pada setiap muslim yang berada dalam naungannya.Dimana, penerapan Negara ditujukan paling utama untuk kesejahteraan maupun kemaslahatan umat. dimana seorang pemimpin bagaikan seorang penggembala yang memiliki kewajiban dalam mengurusi rakyatnya secara penuh. Dimana juga termasuk memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyatnya.

Dan dengannya, tidak menutup kesempatan rakyatnya untuk menjadi pengingat sang khalifah dan jajaran pemerintahnya, karena seperti itulah tugas rakyat sebagai Qiyan fikr yang berhak mengomentari dan mengontrol kinerja khalifah dan jajaran pemerintahannya karena seperti itulah tugas mereka sebagai Qiyan Tanfidh yaitu sebagai pelaksana syariat Islam dalam Negara.

Sebagaimana tentang kewajiban rakyat mematuhi khalifah/ulil amri, yaitu ketika khalifah berada pada jalan kebenaran dalam penerapannya menjalankan syariat Islam Kaffah dalam Negara, yang juga bersamanya memenuhi kewajibannya sebagai khalifah dalam mengurusi rakyatnya.

Wallahu a’lam bishowab. [ia]

Penulis : Ayu Anggita (Mahasiswi)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.