1 Mei 2024

Dimensi.id-Ramadan mulia kini telah pergi dari sisi umat muslim dan hari kemenangan pun telah dirayakan. Sebulan penuh menahan lapar, dahaga, serta hawa nafsu dalam menjalani puasa, membuat tak sedikit orang beranggapan bahwa berakhirnya Ramadan adalah sebuah kemenangan bagi mereka. Namun benarkah demikian?

Sejatinya, tak ada yang berbeda dengan Ramadan tahun ini. Sebagaimana tahun sebelumnya, umat muslim merayakan hari kemenangan dalam belitan duka. Wabah Corona (Covid-19) masih mengintai setiap insan bernyawa. Disebabkan syariat terkait penanganan wabah tak diambil oleh pemimpin negeri-negeri muslim di dunia.

Selain itu, umat muslim juga dihadapkan pada berbagai penderitaan dan ujian sengit. Pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, Israel kembali melancarkan serangan rudalnya ke Palestina. Umat muslim di belahan dunia lainnya pun hidup terlunta-lunta dan selalu disiksa. Kaum muslim Kashmir disiksa oleh Hindu India. Kaum muslim Uighur ditindas habis-habisan oleh komunis Cina. Kaum muslim Rohingya oleh Budha Myanmar.

Hari raya Idulfitri yang identik dengan hari kemenangan pun seolah tinggal wacana. Sejak runtuhnya negara Islam yakni Daulah Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, umat muslim di seluruh penjuru dunia seperti anak ayam kehilangan induknya yang tak tahu arah dan tujuan hidup. Umat terus-menerus dihujani berbagai rentetan penderitaan dan kesengsaraan yang menyiksa mereka lahir dan batin. Sehingga julukan sebagai Khairu Ummah (umat terbaik) pun tak bisa diraih.

Mirisnya lagi, pemikiran-pemikiran liberal dan isu pluralisme melalui teori moderasi Islam terus digulirkan. Hal ini untuk melemahkan umat Islam dan mengotori pemahamannya. Islamofobia sengaja disebar musuh-musuh Islam, agar timbul benih-benih ketakutan dan permusuhan. Serangan pemikiran dan fisik pun semakin menambah derita umat muslim di seluruh dunia. Alhasil, mereka merayakan kemenangan Idulfitri, namun juga kehilangan jati diri sebagai khairu ummah (umat terbaik) dan tidak bisa mendapatkan hak-haknya menikmati kegembiraan buah dari puasa Ramadan.

Sangat menyedihkan, kondisi miris dan ironis ini terus terjadi tanpa ada habisnya. Berbagai kezaliman dan kemaksiatan yang terus memojokkan umat muslim terus merajalela tiada henti, baik ketika Ramadan maupun setelahnya.

Melihat semua fakta ini, kita bisa menarik kesimpulan, ternyata berhasil menahan nafsu, haus, dan lapar selama berpuasa di bulan Ramadan bukanlah hakikat kemenangan sesungguhnya. Sejatinya, kemenangan hakiki adalah ketika ketakwaan yang kita raih mampu benar-benar mewujud dalam diri kita. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (TQS. Al-Baqarah : 183)

Selain itu, jika kita merujuk pada nash-nash syara, kemenangan hakiki yang dimaksudkan Allah Swt. bukanlah disematkan secara individual saja. Tapi ditujukan untuk kemenangan Islam dan umatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik tidak suka.” (TQS. As-Saff: 9)

Dari sini, maka jelaslah kemenangan hakiki itu hanya akan terwujud ketika ajaran Islam diterapkan secara sempurna untuk mengatur dan mengurusi kehidupan manusia, sehingga tercapai keadilan dan kesejahteraan.

Namun sayang, saat ini sistem Islam tidak diterapkan. Sehingga meraih kemenangan saat ini hanyalah utopis. Jauh panggang dari api. Lihat saja, ketika sistem Islam tidak diterapkan, Islam dan ajarannya dihinakan, dilecehkan, diintimidasi, dipersekusi, dan lain sebagainya.

Itulah sebabnya, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk kembali kepada Islam dan menerapkannya dalam seluruh sendi kehidupan. Karena, seyogyanya, derajat takwa dan kemengan hakiki hanya akan terealisasi dalam seluruh aspek kehidupan manakala sudah tertanam dalam diri individu, masyarakat maupun negara, rasa takut kepada Allah Swt. secara totalitas. Dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta berhukum hanya kepada apa yang telah diturunkan-Nya yakni Al-Qur’an dan hadis, bukan yang lain.

Oleh karena itu, untuk menyempurnakan ketakwaan dan melanggengkan kemenangan hakiki yang ditempa selama Ramadan, hendaklah setiap muslim berjuang mewujudkan penerapan Islam kafah dalam bingkai Khilafah ar-Rasyidah. Serta mencampakkan sistem rusak kapitalis-sekuler dalam tatanan kehidupan. Dengan demikian, niscaya umat muslim akan merayakan Idulfitri dengan sebenar-benarnya kemenangan serta label sebagai khairu ummah (umat terbaik) pun akan diraih.

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Al-Imran : 110)

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis :  Reni Rosmawati
illustrator : Tokiazka

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.