3 Mei 2024

Penulis : Ade Marini

Dimensi.id-Pilkada Serentak yang rencananya akan dilaksanakan dibeberapa daerah di Indonesia sangat tidak rasional untuk dilaksanakan pada Desember 2020 mengingat penularan Covid-19 terus terjadi dan bahkan meningkat, sementara upaya-upaya meminimalisir penularan belum berjalan  optimal.

Jakarta, MISTAR.ID, Presiden Jokowi diminta untuk mempertimbangkan kembali pelakanaan Pilkada Serentak 2020, karena Covid-19 semakin hari semakin mengkhawatirkan dan tak terkendali. Demikian hal ini dimintakan oleh Ketua Komite I DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Fachrul Razi.

Fachrul menegaskan pertimbangan utama perlunya menunda pilkada 2020 adalah karena khawatir pilkada akan menjadi klaster penyebaran Covid-19. Menurutnya, pandangan ini sudah disampaikan jauh sebelum pemerintah ingin pelaksanaan pilkada tetap dilanjutkan Desember 2020, setelah sebelumnya ditunda.

Di Sumatera Utara sendiri, sejumlah warga menggugat KPU-Bawaslu Kota Medan ke Pengadilan Negeri Medan, Rabu (16/9). Gugatan diajukan agar Pilkada Kota Medan ditunda.

Mengingat kota Medan merupakan zona merah COVID-19. Penyebaran virus Corona di Medan juga terus meningkat hari demi hari.

Jika tetap dilaksanakan, khawatir kasus Corona di Medan bakal naik. Hal ini dikarenakan tidak ada yang bisa menjamin protokol protokol kesehatan saat Pilkada.

Mengapa harus terlalu memaksa, seharusya negara saat ini lebih fokus pada penanganan dalam pencegahan penyebaran Covid-19 dan lebih prihatin dengan keadaan nasib rakyat yang terkena dampak pandemi ini. Bukan malah menghamburkan uang untuk sesuatu hal yang sifatnya tidak urgent.

Bisa dibayangkan kalau situasi zona merah seperti saat ini, lalu semua tahapan pilkada yang terjadi di Kota Medan. Siapa yang bisa menjamin bahwa semua akan melakukan protokoler dengan baik. Contoh kecil, tidak satupun calon yang mendaftar di Indonesia yang melakukan protokoler dengan baik, termasuk Kota Medan. Yang ada adalah membawa kerumunan massa di mana-mana apalagi jika sudah mulai masuk masa kampanye.

Pilkada 2020 digelar di 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Setidaknya ada 738 pasangan calon yang bakal berlaga memperebutkan posisi kepala daerah pada 9 Desember 2020.Bisa dibayangkan luasnya daerah yang menggelar pilkada dan banyaknya kontestan yang akan beradu merebut suara pemilih di tiap daerah.

Diketahui, sedikitnya 63 orang bakal calon kepala daerah diketahui positif COVID-19, dan jumlahnya masih terus bertambah. Demikian pula dengan penyelenggara pemilu, dari komisioner KPU dan KPUD, Bawaslu, hingga petugas di tingkat bawah yang terjangkit. Opsi protokol kesehatan dalam Pilkada diragukan efektivitas-nya, terbukti dari banyaknya pelanggaran yang ada.

Tanpa ada Pilkada saja penyebaran virus masih terus berlangsung, apalagi bila Pilkada tetap diselenggarakan.

Namun Menko Polhukam Mahfud Md menilai penundaan Pilkada 2020 sulit diwujudkan karena berbagai alasan. Menurutnya, usulan soal Pilkada Serentak kembali ditunda sulit diwujudkan karena perubahan UU membutuhkan waktu. Selain itu, penerbitan Perppu juga perlu persetujuan DPR dan belum tentu disetujui.

Menjaga jiwa dan keselamatan rakyat bukankan sesuatu yang sangat urgent , tudak ada yang lebih penting dibanding itu . Maka sudah seharusnya segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah demi rakyat. Bukan karna pertimbangan politik, ekonomi ataupun hal lainnya.

Namun diera demokrasi liberal dari era kapitalis saat ini kepentingan rakyat bukanlah yang utama. Segala kebijakan yang diambil pertimbangannya adalah manfaat dan keuntungan segelintir orang yaitu para elit dan para kapitalis.

Hal ini bertolak belakang dengan islam. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. dengan membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Seluruh interaksi antarmanusia diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam sehingga bisa mewujudkan kebahagian bagi manusia dan harmoni seluruh alam semesta.

Bagi orang Islam, persoalan darah kaum muslimin bukanlah perkara yang remeh. Ada banyak ancaman yang Allah ta’ala sebutkan, baik dalam Alquran maupun di dalam hadis nabi-Nya terhadap siapa saja yang melenyapkan nyawa kaum muslimin tanpa ada alasan yang dibenarkan di dalam syaria . Karena di sisi Allah ta’ala, nyawa kaum muslimin memiliki nilai yang cukup tinggi. Bahkan hancurnya dunia sekalipun, itu masih lebih ringan dibandingkan dengan hilangnya nyawa seorang muslim.

“Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.” 

(HR. An-Nasa’i)

Lebih tegas lagi, Nabi shallallahu’alaihi wasallam menyebutkan bahwa keagungan Ka’bah di sisi Allah ta’ala tidak melebihi agungnya nyawa seorang muslim. Dalam riwayat dari Ibnu Abbas r.a ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW memandang Ka’bah, beliau bersabda,

‘Selamat datang wahai Ka’bah, betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi orang mukmin lebih agung di sisi Allah daripadamu’.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul iman, no. 4014: shahih)

Begitulah islam menghargai nyawa seorang manusia, sehingga syariat benar-benar menjaganya. Memang, bencana berupa wabah ini merupakan bagian dari qadha’ (ketetapan Allah SWT) yang tak bisa ditolak. Namun, sistem dan metode apa yang digunakan untuk mengatasi dan mengendalikan wabah adalah pilihan; ada dalam wilayah ikhtiari manusia.

Maka jika tetap memaksakan pemilu ditengah pendemi yang masih belum menunjukkan angka penurunan merupakan kebijakan yang sangat tidak bertanggung jawab dari pemerintah. Faktanya, saat ini para penguasa dunia, juga penguasa negeri ini, lebih memilih untuk menerapkan sistem kapitalisme, dan mengunakan metode yang lebih mementingkan aspek ekonomi, dalam mengatasi wabah. Menjaga dan memelihara nyawa manusia seolah dinomorduakan.

Karena itu yang harus diprioritaskan oleh Pemerintah saat ini adalah bagaimana mengendalikan dan mengatasi pandemi Covid-19. Keselamatan nyawa manusia harus lebih didahulukan daripada kepentingan lainnya.

Perlindungan dan pemeliharaan syariah Islam atas nyawa manusia diwujudkan melalui berbagai hukum. Di antaranya melalui pengharaman segala hal yang membahayakan dan mengancam jiwa manusia. Nabi saw. bersabda,

“Tidak boleh (haram) membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”

(HR Ibn Majah dan Ahmad).

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.