3 Mei 2024
Konflik Lahan, Negara Merampas Ruang Hidup Rakyat?
63 / 100

Dimensi.id-Konflik lahan merupakan permasalahan serius yang saat ini menimpa Indonesia. Presiden Joko Widodo mengatakan pada tahun 2015-2016, banyak warga yang memintanya segera menyelesaikan konflik lahan. Pemerintah menilai penerbitan sertifikat banyak menimbulkan konflik lahan antar warga, antara warga dengan pemerintah, dan antara warga dengan perusahaan. (Detik, 28-12-2023). Alhasil, pemerintah semakin menambah jumlah rujukan penyelesaian konflik lahan. Namun kebijakan pemerintah ini dinilai tidak konsisten. Zainal Arifin, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengatakan penerbitan sertifikat tanah masyarakat tidak bisa menyelesaikan konflik lahan.

Pada Jumat, 8 Desember 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden No. 78 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2018 tentang “Pencegahan dampak sosial dalam rangka penyediaan lahan untuk pembangunan nasional” (Perpres 78/2023). Produk regulasi ini diyakini bermula dari kegugupan dan kegagapan pemerintah terhadap ambisi proyek negaranya di tahun-tahun terakhir kekuasaannya.

Secara historis, Perpres ini dirancang khusus untuk kelanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Melalui perubahan Perpres tersebut, kita bisa melihat betapa cerobohnya negara dalam mengurus warganya dengan dalih memberikan dampak sosial yang menguntungkan masyarakat untuk memajukan Proyek Strategis Nasional, namun nyatanya tidak. Lebih tepatnya pengambilalihan lahan dari masyarakat untuk kelanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Negara (PSN).

Sistem Kapitalis Penyebabnya

Dalam sistem kapitalis liberal, kondisi ini cukup wajar, karena dalam sistem kapitalis negara hanya berperan sebagai regulator, dan pemilik modal atau oligarki berkuasa di belakang penguasa yang berkuasa. Sehingga konflik lahan tidak dapat dihindari dalam sistem kapitalis, mereka yang menghidupkan lahan terlantar tidak mempunyai hak pada lahan tersebut. Misalnya saja di Rempang, masyarakat yang sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad tinggal di sana, harus rela diusir dari desanya, oleh BP Batam. Sungguh disayangkan, bukan negara yang seharusnya menjadi benteng pertahanan rakyat justru malah ingin merampas ruang hidup rakyat?

Pandangan Islam

Hal ini sangat kontras dengan pemerintahan Islam yang menjadikan negara sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Negara Islam mengatur kepemilikan tanah. Kepemilikan tanah dalam Islam terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, tanah milik perseorangan, seperti tanah pertanian, peternakan, dan tambak, dan dapat diperoleh dengan cara pembelian, penjualan, warisan, atau hibah. Kedua, tanah milik umum seperti hutan, pertambangan, jalan raya, rel kereta api, dan lain-lain. Haram bagi swasta untuk memiliki tanah milik umum. Ketiga, tanah milik negara, seperti lahan mati, lahan terlantar, dan lahan sekitar fasilitas umum. Ini saatnya untuk kembali ke pemerintahan Islam dan mengesahkan undang-undang tersebut. Rasulullah (sallallahu alaihi wa sallam) bersabda: “Imam (Khalifah) adalah roo’in (pengurus) rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)

Oleh: Ummu Ismi

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.