28 April 2024

Dimensi.id-Dalam sistem Kapitalis Demokrasi, banyak orang yang sangat mencintai dunia hingga melupakan akhirat. Terlalu Cinta Dunia hanya membuat hidup sengsara dan berakhir dengan kehinaan meskipun hidup dikelilingi perhiasan dunia. Kebahagian hakiki tidak mereka dapatkan walaupun apa yang diinginkan sudah diraih. Tidak bersyukur dan terus merasa kurang itulah yang dirasakan oleh para pecinta dunia. Padahal ketahuilah bahwa dunia ini kecil dan sementara sedangkan akhirat untuk selama-lamanya. ”Perbandingan antara dunia dan akhirat bisa diukur dengan seseorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam air laut. Lihatlah, seberapa banyak air yang ia dapatkan di jari tangannya itu.” (HR Ibnu Majah dari Al-Mustaurid).

Pengakuan seorang pejabat yang menyesal mencalonkan diri untuk memperebutkan jabatan publik karena gajinya kecil adalah fakta yang ada dalam sistem demokrasi. Menjadi pemimpin bukan bertujuan untuk mengurusi rakyatnya, tapi mendapatkan keuntungan dengan gaji besar, atau kesempatan untuk korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Bisa jadi itu adalah fenomena gunung es, yang tidak mengaku jumlahnya lebih besar. Terlalu cinta dunia mendorong banyak pejabat yang menggarong uang rakyat. Artinya rakyat tidak bisa berharap banyak dari pemimpin dalam sistem demokrasi, yang pasti dan harus korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaan agar bisa mendapatkan kekayaan yang diinginkan. Kapitalis demokrasi mengartikan kebahagiaan dengan ukuran materi, simpanan kekayaan, tapi ternyata semua itu tidak membuat seseorang mendapatkan kebahagiaan hakiki.

Pencinta dunia hidupnya resah dan gelisah. Untuk menjaga apa yang dimiliki dalam hidupnya sehingga dia merasa tidak tenang, karena takut hartanya hilang dan berkurang. Celakalah, karena selalu menghitung hitung hartanya tapi enggan untuk menafkahkan sebagian harta yang dimiliki di jalan Allah. Punya rumah dan mobil mewah, tapi hidupnya tidak bahagia karena yang dipikirkan selalu tentang kekayaannya. Semua yang dipikirkan hanya bagaimana bisa mendapatkan banyak harta. Mereka berfikir harta yang dimiliki bisa membuatnya hidupnya kekal di dunia, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

Perasaan kurang dan tidak pernah puas atas apa yang dimiliki merupakan sumber dari penderitaan dan masalah. Walaupun bergelimang harta, hatinya selalu merasa miskin sehingga layak untuk mendapatkan bantuan. Berbagai cara dilakukan bagaimana bantuan bisa diterima tapi enggan untuk membantu. Mereka jauh dari kebahagian karena hatinya tidak pandai bersyukur dengan apa yang diterimanya. Pencinta dunia akan selalu merasa kurang dalam hidupnya sehingga tidak pernah merasakan kebahagiaan.

Semua harta yang dimiliki pasti dimintai pertanggung jawaban di akhirat nanti. Sungguh rugi, harta banyak yang kita miliki bukan digunakan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, padahal kepadaNya kita nanti akan kembali, dan meninggalkan semua yang kita miliki dan yang kita cintai. Perhiasan, uang di bank, kavling tanah serta harta investasi yang kita miliki tidak dibawa mati. Padahal hidup di dunia hanya sebentar dan setelah itu kita harus mempertanggung jawabkan semua harta benda yang kita miliki.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menjadikan dunia sebagai ujung akhir ambisinya, Allah akan pisahkan ia dengan yang diinginkannya (dunia), lalu Allah akan menjadikan kefakiran membayang di pelupuk kedua matanya. Padahal Allah sudah pasti akan memberikan dunia kepada setiap manusia sesuai dengan yang telah Ia tetapkan. Tapi siapa yang menjadikan akhirat sebagai ujung akhir ambisinya, maka Allah akan mengumpulkan dan mencukupi segala kebutuhannya di dunia. Lebih dari itu, Allah akan membuat hatinya menjadi kaya. Dunia akan selalu mendatanginya, meskipun ia enggan untuk menerimanya’. (HR Ibnu Majah dari Usman bin Affan).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW mengungkapkan, ”Siapa yang menjadikan ambisinya semata-mata untuk meraih akhirat, Allah akan mencukupi kebutuhan dunianya. Tapi siapa yang ambisi meraih dunianya bermacam-macam, Allah tidak akan pernah peduli dengan yang ia inginkan. Ia justru akan menemui kehancurannya sendiri.” (HR Ibnu Majah dari Abdullah bin Mas’ud).

Sementara itu, Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi, ”Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dengan kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dengan segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kafakiranmu.” (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Dan Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an Nisa ayat 77), ‘Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.”

Setidaknya ada tiga alasan kenapa kita tidak seharusnya terlalu cinta dunia dengan menjadikannya sebagai tujuan dalam hidup dan melupakan kampung akhirat. Pertama, dunia itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan akhirat. Kedua, janganlah menjadikan dunia sebagai ambisi final, karena dunia sejatinya hanyalah tempat persinggahan sementara. Terminal akhir adalah akhirat. Ketiga, orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, Allah SWT akan mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Nabi SAW mengibaratkan bahwa seandainya ia enggan menerima, harta itu akan tetap datang mengelilinginya. Kenapa enggan? Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang beriman itu sudah cukup kaya hatinya.

Kapitalisme yang mengukur kesuksesan dari harta yang dikumpulkan hanya menciptakan banyak pecinta dunia yang lupa dengan akhirat, tempat kembali untuk selama-lamanya. Berharap dapat kebahagiaan dari kekayaan yang dikumpulkannya, tapi tidak, mereka hanya mendapatkan kesengsaraan dan kehinaan, karena pada hakekatnya kebahagiaan tidak terletak pada banyaknya harta tapi lebih pada pandainya hati untuk mensyukuri setiap nikmat yang kita rasakan dalam hidup ini.(ME)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.