26 April 2024
Kemiskinan Ekstrem

Potret Kehidupan Warga Miskin

76 / 100

Dimensi.id-Menko Bidang kemaritiman dan  investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah menargetkan pada 2024, di Indonesia sudah tidak ada lagi warga yang miskin ekstrem. “Untuk melakukan percepatan capaian SDGs dari 2030 jadi 2024 diperlukan penurunan kemiskinan ekstrem sebesar 1% setiap tahun sehingga mencapai 0 persen pada 2024,” kata Luhut.

Namun, menteri yang lain justru mementahkan terget tersebut. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengungkapkan  masih tingginya jumlah penduduk miskin di Indonesia yang harus dientaskan, terutama kemiskinan di Indonesia pada 2024 mendatang sebesar 7,99%.

Suharso menyatakan, gap jumlah penduduk miskin yang harus dientaskan makin tinggi dan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem belum efektif. Menurutnya, untuk mencapai kemiskinan ekstrem di angka nol, perlu mengentaskan maksimum 5,6 juta orang pada 2024. (Liputan 6, 6-4-2023).

Menanggapi target pemerintah tersebut, kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7% di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem pada maret 2022 masih mencapai 2,04% dan penduduk miskin dari 9,54% meningkat pada September 2022 sebesar 9,57%.

Dalam Rapat Terbatas 4 Maret 2020 tentang Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan serta Rapat Terbatas 21 Juni 2021 tentang Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kronis, yang dilaksanakan melalui upaya khusus berupa multiple interventions (beberapa Intervensi). “Upaya tersebut dilakukan dengan dua pendekatan utama, yaitu pertama, mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin dan  rentan melalui berbagai program perlindungan sosial dan subsidi.

Kedua, melakukan pemberdayaan dalam rangka meninngkatkan produktivitas kelompok miskin dan rentan untuk meningkatkan produktivitas kelompok miskin dan  rentan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi atau pendapatan. Upaya percepatan ini dilakukan di wilayah yang memiliki kantong-kantong kemiskinan, mengingat kemiskinan ekstrem banyak terdapat di wilayah tersebut.

Namun, jika kita amati dua pendekatan ini akan  sulit bahkan mustahil menyelesaikan kemiskinan ekstrem. Pendekatan dengan program perlindungan sosial hanya bisa bertahan selama masih ada anggaran. Padahal, pembiayaan pengentasan kemiskinan dengan SDGs yang diambil pemerintah memakai skema pembiayaan utang. Secara logika, bagaimana mungkin kita menyelesaikan kemiskinan dengan utang ??. Bukan solusi tetapi sekedar menunda persoalan yang lebih besar lagi.

Lalu pendekatan kedua, yaitu dengan pemberdayaan ekonomi untuk mendapatkan penghasilan yang layak dilakukan di kantong-kantong kemiskinan juga terkesan instan dan tidak masuk akal. Kegiatan ekonomi  itu terhubung satu dengan yang lain. Misalnya, di daerah kantong kemiskinan diupayakan  menumbuhkan  Usaha Mikro Kecil dan UMKM dengan modal pemerintah, maka muncul persoalan, dari mana mendapat bahan bakunya? Siapa yang akan membeli produknya disaat harga bahan baku mahal bahkan harus diimpor? Ketika daya beli masyarakat juga kian menurun, pasar dibanjiri barang impor murah yang berkualitas.

Lalu UMKM yang digagas untuk meningkatkan penghasilan keluarga miskin pasti akan berdampak dan  kalah bersaing akhirnya gulung tikar.

Maka perlu berpikir mendalam dalam menyelesaikan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Penyelesaian kemiskinan tidak sekedar butuh strategi dan program, lebih dari itu butuh politik ekonomi negara yang menyejahterakan.

Islam menawarkan politik ekonomi islam, politik ekonomi islam dalam negara islam adalah kebijakan yang diterapkan untuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyat, orang per orang, secara menyeluruh. Negara islam membuka kesempatan bagi rakyat untuk  memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar yangmampu diraih sebagai manusi yang hidup dalam suatu masyarakat yang khas, dengan corak dan gaya hidup yang unik.

Ada dua strategi agar ekonomi tersebut terwujud dengan sempurna. Pertama, Islam memiliki strategi umum terkait dengan  sumber-sumber perekonomian negara, seperti pertanian, perindustrian, perdagangan dan  jasa. Jika masalah  yang menyangkut keempat sumber perekonomian ini bisa diselesaikan dengan baik, maka politik ekonomi khilafah ini berhasil. Misalnya bidang  pertanian, tanah merupakan obyek vital. Islam pun mengatur hukum pertanahan, yang meliputi cara memiliki dan mengelola tanah.

Lalu bidang industri,  Islam telah mengatur masalah ini dengan menempatkan pabrik atau manufaktur sebagai alat produksi dan mengembalikan status kepemilikannya pada barang yang dihasilkan. Selanjutnya bidang perdagangan, pertukaran barang dengan barang jasa dilakukan oleh satu orang dengan yang lain baik dalam satu wilayah negara maupun dengan orang lain di luar wilayah negara.

Terakhir di bidang jasa, baik yang menyangkut karya fisik maupun intelektual, Islam pun memberikan solusi dengan hukum ijarah, yang didefinisikan sebagai akad untuk memperoleh jasa (guna tenaga/manusia) tetentu dengan kompensasi tertentu. Jadi dengan hukum-hukum ini maka kesempatan beraktivitas ekonomi akan terbuka lebar, lapangan kerja akan tumbuh. Masyarakat tidak akan sulit mengupayakan penghasilan sebagai pilar meningkatkan penghasilan.

Strategi kedua, ini terkait dengan jaminan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok dan dasar rakyat, serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan sekunder seluruh rakyat, orang per orang secara menyeluruh. Kebutuhan pokok tersebut meliputi sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dasar rakyat secara umum, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Islam menetapkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok individu dengan cara mewajibkan setiap pria, baliq dan  mampu untuk bekerja. Tidak hanya untuk dirinya sendir, tetapi juga untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti anak, istri, ibu, bapak dan  saudaranya.

Jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya, maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan  kerabat dekatnya. Jika ini juga tidak ada, maka beban tersebut berpindah ke pundak negara dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan itu dibebnkan ke pundak negara.

Dengan cara mewajibkan negara menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan kemanan sebagaimana yang dibutuhkan rakyat. Jika negara tidak mempunyai dana maka negara bisa mengambil dharibah dari kaum muslim yang mampu atau berutang. Sistem ekonomi Islam akan menyelesaikan dengan tuntas kemiskinan di negeri ini.

Wallahu A’lam Bish-Shawwab

Penulis : Ulfah Febriani (Aktivis Dakwah DIY)

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.