30 April 2024

Penulis : Ily Uswanas (The Voice of Muslimah Papua Barat)

Dimensi.id-Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelolah oleh BPJS ini memasuki tahun ke tujuh sejak adanya pada tahun 2014 Silam. Meski begitu program ini terus mengalami deficit yang meningkat tiap tahunnya. Mengutip data Litbang Kompas,  Defisit pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 1,94 triliun, lalu di tahun 2015 defisit 4,42 triliun. Tahun 2016 defisit tempat turun menjadi 150 miliar, sebelum kemudian defisitnya membengkak menjadi Rp 10,19 triliun, dan 2018 kembali defisit 12,33 triliun. (Kompas.com)


Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa memerinci, hingga 13 Mei 2020, BPJS Kesehatan masih memiliki utang klaim jatuh tempo ke rumah sakit sebanyak Rp 4,4 triliun. Tahun ini pun BPJS Kesehatan diproyeksi mengalami defisit hingga Rp 6,9 triliun. Belum lagi, ada beban carry overdefisit tahun 2019 yang mencapai Rp 15,5 triliun. (JawaPos.com)

Walaupun sebelumnya sempat ditolak oleh Mahkamah Agung terkait Solusi yang diajukan untuk mengatasi deficit yaitu dengan menaikan Iuran BPJS pada Maret 2020 berselang satu bulan yaitu pada Mei 2020 Kebijakan kenaikan iuran baru ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 

Hal ini kemudian membuat kaget sebagian masyarakat Indonesia yang tengah dirundung Pandemi Covid – 19 yang mengakibatkan PHK massal, kesulitan ekonomi hingga minimnya penanganan medis untuk pasien Covid yang tidak ditanggung oleh BPJS.

JKN sejatinya bukanlah jaminan kesehatan. JKN sebenarnya adalah asuransi sosial. Asuransi sosial itu adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN).

Hal serupa juga di ungkapkan oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati Mengatakan bahwa idealnya besaran iuran harus seimbang dengan manfaat yang diterima. Jadi kenaikan itu merupakan hal wajar,” ujar dia pada telekonfrensi, Selasa (19/5/20). Sementara itu, Anggota DJSN Paulus Agung Pambudhi menambahkan, iuran yang dibebankan kepada para peserta masih wajar, walaupun mengalami kenaikan. “Iuran yang dibayarkan saat ini masih lebih rendah daripada manfaat yang diterima,” tandas dia. (economy.okezone.com)

Akibatnya, pelayanan kesehatan untuk rakyat disandarkan pada premi yang dibayar oleh rakyat. Jika rakyat tidak membayar, mereka tidak berhak atas pelayanan kesehatan. Karena diwajibkan, jika telat atau tidak bayar, rakyat (peserta asuransi sosial kesehatan) dikenai sanksi, baik denda atau sanksi administratif. Pelayanan kesehatan rakyat bergantung pada jumlah premi yang dibayar rakyat. Itulah ide dasar operasional BPJS. 


Pemasukan dari iuran dikelola oleh BPJS untuk memberikan jaminan kesehatan kepada peserta JKN-KIS. Namun, tidak semuanya digunakan untuk itu. Menurut UU, sebagian dari dana yang dikelola BPJS Kesehatan harus diinvestasikan dalam instrumen investasi dalam negeri baik instrumen deposito, saham, SBN (Surat Berharga Negara atau surat utang negara), reksadana dan instrumen lainnya. CNN Indonesia melansir bahwa pada akhir tahun lalu (2017) aset dana kelolaan BPJS Kesehatan menyentuh angka sekitar Rp7,2-Rp7,3 triliun (www.cnnindonesia.com, 28/8/2018).

Kebijakan menaikan iuran BPJS inipun bukan solusi kongkrit atas deficit yang terus terjadi setiap tahunnya. Dilansir oleh CNN Indonesia — BPJS Kesehatan menyatakan keuangan mereka akan tetap akan defisit pada 2020 meski iuran peserta kembali dinaikkan Jokowi mulai Juli mendatang. Fachmi mengaku belum bisa memperkirakan besaran defisit BPJS Kesehatan yang bisa dihasilkan dari kenaikan iuran mulai Juli mendatang.

Maka perlu adanya solusi yang lebih mendasar dan sistematis untuk mengatasi Layanan Kesehatan di Indonesia. Pasalnya hingga 7 tahun berjalan JKN yang dikelola BPJS belum juga menunjukan perbaikan bahkan peningkatan kualitas pelayanan, namun terus menerus mengalami deficit dan menunggak pada Rumah sakit mitra BPJS.

Islam Solusi Tuntas Layanan Kesehatan

Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan, dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap inidividu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan, dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa ketersediaan kebutuhan-kebutuhan ini seperti memperoleh dunia secara keseluruhan. Ini sebagai kiasan dari betapa pentingnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi setiap individu. Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat dan ia mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatkan dunia” (HR at-Tirmidzi).

Untuk itu, dalam ketentuan Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, papan, dan sandang untuk tiap-tiap individu rakyat. Negara juga wajib menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Hal itu merupakan bagian dari kewajiban mendasar negara (penguasa) atas rakyatnya. Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari penunaian kewajiban itu. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban ini di akhirat.

Sayang, penguasa saat ini tampak berlepas tangan dari kewajiban untuk menjamin berbagai kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyatnya. Salah satunya adalah jaminan kesehatan. Saat ini jaminan kesehatan masyarakat malah menggunakan sistem asuransi sosial dalam kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw:

“Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma. Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad saw pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi saw mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim). 

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).  Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim). 

Masih ada nash-nash lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma untuk rakyatnya. Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. 

Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama, universal, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon.

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana tidak kecil. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanîmah, fai’, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas.

Hal ini tidak bisa terterapkan jika Indonesia tetap mempertahankan Ekonomi Kapitalis.yang berasaskan manfaat dan Politik Demokrasi. Indonesia harus mengambil system Ekonomi dan Politik Islam karena merupakan satu-satunya solusi untuk keberlangsungan Pelayanan Umum  bagi Masyarakat Indonesia. Kuncinya adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw, lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah yang harus diperjuangkan oleh—sekaligus menjadi tanggung jawab—seluruh umat Islam. 


Wallah ‘alam bi ash-shawab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.