8 Mei 2024

Juara korupsi, ASABRI 23,7 T, BPJS TK 20 T, JIWASRAYA 13,7 T, PELINDO II 6 T, BANSOS 5,9 T, E-KTP 2.3 T dan LOBSTER 900 M. Pandainya pemimpin negeri ini memperkaya diri sendiri dengan cara korupsi. Apakah ini yang dibanggakan dalam sistem demokrasi. Belum lagi Hutang luar negeri menggunung yang berbasis riba sungguh membuat negeri ini semakin tidak berdaya. Kekeyaan alam melimpah tapi bukan untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Dengan dalih investasi pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke perusahaan asing.  Belum lagi, munculnya UU yang menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Islam, keyakinan dari penduduk moyoritas negeri ini diabaikan. Masihkah Kita membanggakan sistem demokrasi yang sudah jelas bukan berasal dari Islam. Sistem Demokrasi hanya menyuburkan virus sekularisme yang akan menjauhkan umat dari Islam dan mendangkal akidah sehingga yang militan dianggap radikal.

Prestasi apa yang dibanggakan dari Sistem Demokrasi. Perekonomian jadi tujuan, sehingga bisnis harampun diizinkan agar menambah pemasukan negara. Sayangnya, rakyat tidak hidup sejahtera dan harus memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Rakyat dalam ancaman dan dikorbankan karena yang terpenting kekuasaan terus dalam genggaman. Tujuan politik dalam demokrasi bukan untuk mengurusi rakyat tapi kekuasaan sehingga segala cara dilakukan selama tujuan politiknya tercapai. Inikah slogan demokrasi yang katanya dari rakyat dan untuk rakyat.

Inikah Prestasi yang bisa dibanggakan dari Sistem Demokrasi yang mana penyimpangan perilaku marak dilakukan atas nama kebebasan. LGBT berani unjuk gigi karena dibiarkan dan bahkan didukung atas nama kebebasan berperilaku dalam sistem demokrasi.  Bucin menjadi gaya hidup remaja saat ini untuk mengekpresikan naluri cinta tanpa ikatan pernikahan dipromosikan lewat media sekular.

Sebaliknya kewajiban menutup aurat dalam Islam dipermasalahkan. Padahal kewajiban dilakukan untuk kebaikan. Berhijab untuk menutup aurat agar bisa melindungi mereka dari syahwat yang akan mengantarkan pada perbuatan syaitan. Lagi-lagi atas nama kebebasan, kewajiban dihalangi sedangkan kemaksiatan dibiarkan untuk dilakukan.

Inikah demokrasi yang sering menginjak-injak nilai dasar keadilan. Keadilan tidak untuk semua orang. Hukum bukan melindungi yang lemah tapi melegitimasi yang kuat untuk melakukan kedzaliman. Bukan mata dan telinga serta buang kebencian dan cinta berlebihan sehingga bisa menilai fakta dengan jujur dan adil. Hukum berproses cepat, tegas dan keras saat yang terduga bersalah dibenci penguasa.

Langsung bisa ditangkap dan dipenjara meskipun belum terbukti bersalah. Sebaliknya hukum begitu lambat berjalan bagaikan siput bahkan berjalan ditempat sehingga akhirnya kasusnya dilupakan, jika yang dituntut bersalah ada dalam lingkaran kekuasaan. Keadilan hanya Ilusi dalam sistem demokrasi, dan hanya sistem Islam yang bisa mewujudkan keadilan hakiki untuk semua orang.

Inikah demokrasi yang pandai pencitraan dan blusukan tapi nol prestasi. Suka dieluk-elukkan dan dipuja, tapi tidak siap dikritik. Memberi bantuan dengan melempar dari atas mobil, seperti kaum feodal yang menjajah pribumi. Terkesan dekat dengan rakyat dan perhatian, faktanya tega dan sering mengorbankan rakyat demi kekuasaan.

Tidak cukupkah bukti kebijakan dan Undang-Undang tidak berpihak pada rakyat yang dipaksakan untuk diterapkan. UU Cipta Kerja bukan untuk menciptakan kalangan kerja bag rakyat agar hidup sejahtera tapi hakekatnya untuk  investor asing agar lebih mudah mengeksploitasi rakyatnya sendiri untuk dijadikan buruh di negeri sendiri.

Sudah saatnya tinggalkan demokrasi dan kembali pada kehidupan Islami. Syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan Islami yang penuh berkah, bukan kehidupan demokrasi yang susah dan penuh bencana bertubi-tubi. Kehidupan susah dalam sistem demokrasi, karena syariatNya ditolak dan diganti dengan aturan manusia yang membingungkan dan tidak berkeadilan.

Perspektif yang bersumber dari kebenaran hakiki ditinggalkan sedangkan aturan demokrasi yang bersumber pada pemikiran manusia yang lemah dan sering salah diterapkan dalam kehidupan. Miras pasti haram dan tidak ada kata tetapi dalam Syariat Islam. Namun dalam demokrasi sesuatu yang pasti haram masih didiskusikan dan dipertimbangkan dalam perspektif kebangsaan yang membingungkan.

Begitu juga, penanganan pandemi yang tidak tegas dan jelas sehingga membuat rakyat semakin sulit dan terjepit. Kita butuh khilafah yang akan mengambil langkah tepat dan cepat sehingga pandemi segera berakhir, wabah segera bisa diatasi dengan cara Islami bukan cara demokrasi yang membingungkan dan tidak konsisten dalam menerapkan satu aturan. Fakta didepan mata hukum tebang pilih, tajam kebawah dan tumpul keatas dalam penerapan prokes.

Mereka yang dicintai dan dalam lingkaran kekuasaan, bebas melanggar aturan sementara yang dibenci diperkarakan secara hukum dan diancam hukuman kurungan. Masihkah kita mengatakan harga mati untuk demokrasi? Tentunya umat yang berfikir cerdas akan meninggalkan demokrasi karena demokrasi bukan untuk rakyat tapi hanya untuk melegitimasi kekuasaan yang dzolim pada rakyat.

Penulis: Mochamad Efendi

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.