14 Mei 2024
Demokrasi

Hukum suka-suka dalam sistem demokrasi,  yang terduga bisa langsung ditangkap tanpa perlu ada yang melapor dan melalui proses peradilan.  Terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror di Sidoarjo mencapai lima orang. Empat orang merupakan warga Kecamatan Candi dan satu lagi warga Buduran (sumber: news.detik.com)

Sebaliknya, yang terbukti dan terang-terangan sudah melanggar prokes dibiarkan begitu saja, tanpa bisa diproses hukum bahkan laporan saja ditolak karena pelakunya adalah orang nomor satu yang berkuasa atas hukum sehingga hukum jadi tumpul tidak setajam saat pelakunya rakyat biasa apalagi jika yang dibenci penguasa. Hukum tebang pilih, tajam kebawah dan tumpul keatas, melukai nilai dasar keadilan sudah biasa dalam sistem demokrasi.

Koalisi Masyarakat Antiketidakadilan melaporkan Presiden Joko Widodo ke Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kunjungan kerja di Maumere, Nusa Tenggara Timur. Kendati begitu, laporan itu ditolak polisi. Kurnia pun mengaku kecewa. “Dengan tidak diterbitkannya laporan polisi atas laporan kami, kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) apakah masih ada di republik ini,” ujar dia. (sumber: news.detik.com)

Mungkinkah keadilan bisa ditegakkan dalam sistem demokrasi yang menjadikan hukum buatan manusia untuk mengatur kehidupan umat manusia. Keadilan adalah Ilusi bagaikan menegakkan benang basah. Atas nama hukum kedzaliman dilegalkan, sebaliknya kebenaran disalahkan dan diancam.

Demi, hukum yang terduga bisa langsung ditangkap, sebaliknya yang terbukti  bersalah tidak tersentuh hukum. Hukum dibuat untuk melindungi kepentingan penguasa agar bisa leluasa melakukan kesalahan tanpa bisa tersentuh hukum. Dengan hukum, penguasa punya legitimimasi untuk melakukan kedzaliman atas nama hukum.

Apakah Kita masih berharap dari demokrasi untuk mendapatkan keadilan. Fakta bisa diputar balikkan begitu pula kebenaran hanya milik penguasa yang tidak boleh dikalahkan dan pasti benar. Sebaliknya rakyat yang selalu disalahkan dan menjadi pihak yang dikorbankan. Dalam pandangan hukum nampak benar tapi menacabik-cabik  nilai dasar keadilan. Undang Undang dan Aturan dibuat hanya untuk menutupi kedzaliman yang dilakukan penguasa.

Lalu untuk apa mempertahankan demokrasi yang tidak berpihak pada rakyat, tapi sering mengatasnamakan rakyat. Katanya demi rakyat, tapi mereka sering dikorbankan. Katanya dari rakyat dan untuk rakyat, tapi mereka tidak pernah didengar dan bisa ditangkap meskipun tanpa proses peradilan.

Bahkan sering peradilan settingan yang hanya membela kepentingan penguasa dipertontonkan pada rakyat. Penguasa harus menang sebaliknya yang musuhnya, rakyat harus kalah, bila perlu dibuatlah aturan baru yang bisa memenangkan penguasa dalam peradilan semu dan menipu.

Sungguh berbeda peradilan dalam sistem Islam bahwa keadilan untuk semua orang. Rakyat hidup aman dan keadilan hakiki terjamin karena aturan berasal dari yang Maha Adil, tidak seperti dalam sistem demokrasi aturan dibuat manusia, suka-suka yang membuat aturan meskipun melukai nilai dasar keadilan.

Hak dasar rakyat terjamin dalam sistem Islam apalagi rakyat yang belum terbukti bersalah. Bahkan seorang khalifah bisa dikalahkan jika terbukti bersalah di depan peradilan dalam sistem Islam. Kitapun pernah dengar kisah masyhur tentang keadilan dalam sistem Islam.

Ada seorang wanita yang telah mencuri. Dia berasal dari keluarga  terhormat dan disegani dari Bani Makhzum. Karena perbuatannya, ia pun harus dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan.

Karena itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan. Rasulullah pun terlihat marah, lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?” Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya:

“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.

Namun dalam sistem demokrasi anak penguasa tidak tersentuh hukum meskipun diduga merampok uang rakyat dengan korupsi dana bansos ditengah pamdemi. Untuk menangkapnya saja tidak berani apalagi jika harus menjatuhi hukuman mati. Bahkan yang terbukti Korupsi bisa dilantik menjadi kepala daerah. Rakyat jadi korban keserakahan para pemimpin yang haus kekuasaan dalam sistem demokrasi dan harus rela dipimpin oleh koruptor, pencuri uang rakyat.

Apalagi yang bersalah orang nomor satu di negeri ini. Memperkarakannya secara hukum dianggap satu kesalahan. Sebaliknya membelanya akan di bayar mahal dengan membully orang-orang dibenci penguasa. Teruskah Kita hidup dalam sistem demokrasi yang mana keadilan hanya illusi. Hanya satu cara untuk mewujudkan keadilan hakiki dengan menarapkan Islam secara kaffah dalam sistem khilafah.

Penulis: Moch Effendi | Aktivis Dakwah

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.