3 Mei 2024

Penulis : Dini Al Ayyubi |Santri ILS Taruna Panatagama

Dimensi.id-Di saat kondisi pandemi yang tidak kunjung melandai, kita dihadapkan dengan permasalahan gizi buruk, khususnya kasus stunting yang dikhawatirkan semakin memburuk akibat pandemi Covid-19. Data mencatat, bahwa Indonesia berada diurutan ke-4 dengan kasus stunting di Indonesia. (merdeka.com, 21/12/2020)

Fenomena ini sangat mengkhawatirkan, apalagi bila stunting tidak segera menurun, akan memengaruhi keberlangsungan sumber daya manusia. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode awal pertumbuhan dan perkembangan anak.

Penyebab stunting sebagian besar diperoleh dari sang ibu yang tidak cukup ilmu kesehatan. Sehingga, sewaktu hamil sang ibu kekurangan nutrisi juga makanan dan minuman yang tidak seharusnya masuk ke tubuh Ibu hamil, seperti alkohol, dan lain-lain.

Faktor penyebab bayi stunting bisa pula didapat dari saat lahir ke dunia, antara lain, pertama, infeksi berulang dan kronis. Tubuh membutuhkan nutrisi juga energi lebih jika terdapat anak yang mengalami infeksi. Jika infeksi ini tidak dipenuhi gizi dan asupan yang seimbang, maka anak akan berujung stunting.

Kedua, sanitasi air yang buruk bisa menambah penyebab stunting. Dengan ketidaktersediaannya air bersih yang nantinya diolah menjadi minuman dan makanan maka akan berakhir diare cacingan, dan lain-lain.

Ketiga, terbatasnya layanan kesehatan pada daerah-daerah pelosok di Indonesia, padahal ilmu beserta energi yang dibutuhkan dari tenaga kesehatan merupakan hal yang penting bagi ibu hamil juga anak yang baru lahir.
Tidak hanya tubuh pendek, stunting memiliki banyak dampak buruk untuk anak, terutama balita.

Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai macam masalah, di antaranya kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa maksimal. Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit, juga beberapa dampak lainnya.

Hal ini sejalan dengan hasil riset yang mengungkapkan sebesar 54 persen angkatan kerja tidak maksimal karena pada seribu kelahiran pertama pernah mengalami masalah stunting.

Permasalahannya bagaimana kita dapat mencetak sumber daya manusia unggul, sedangkan stunting masih mengusik? Bagaimana solusinya?

Pemerintah mestinya segera mengevaluasi permasalahan ini dengan cara pembangunan keluarga. “Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa,” kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12/2020).

Diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa penanganan stunting tertinggi di dimensi pangan. Jadi, dalam perkara stunting ini, pemerintah seharusnya menyuplai pangan lebih. Karena sudah pastinya anak-anak yang mengidap stunting membutuhkan nutrisi dan energi yang lebih untuk mencegah stunting.

Lalu mengapa kasus stunting di Indonesia masih sulit untuk diturunkan persentase disetiap tahunnya. Apa yang salah? Pada faktanya, Indonesia kaya akan pangan atau berbagai sumber daya alamnya.

Perlu kita melihat realitas dengan akurat bagaimana pangan di Indonesia begitu minimalis, itu sendiri karena distribusinya yang sejak awal sudah salah, sehingga membuat rakyat tidak sejahtera bahkan berujung adanya stunting.

Pemerintah acuh terhadap rakyatnya. Mereka hanya akan mencukupi rakyat elit yang bergelimang uang. Seperti hukum alam. Yang punya uang yang berkuasa.

Tan Malaka, seorang Aktivis kemerdekaan, filsuf dari Indonesia 1897-1949 pernah berkata :

Tetapi, jika pemerintah Indonesia kembali dipegang oleh kaki tangan kapitalis asing walaupun bangsa Indonesia sendiri, dan 100% perusahaan modern berada ditangan kapitalis asing, seperti di zaman “Hindia Belanda” maka Revolusi Nasional itu berarti membatalkan Proklamasi dan kemerdekaan Nasional dan mengembalikan kapitalisme dan imperialisme internasional.”

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa sistem kapitalis atau sistem yang sedang diterapkan sekarang adalah titik kelemahan dimana negeri ini menjadi kacau balau. Negeri kita belum merdeka, karena itulah terjadinya banyak kemiskinan, keterbatasan, juga kerusakan. Sama halnya dengan perkara stunting ini.

Karena selama ini solusinya bukan dari Islam, jatuhnya hanya seperti jargon yang bagus dan tertata rapi. Seperti pembangunan keluarga yang diusulkan tadi.

Hanya ada satu solusi yang tepat! Islam, Syariat-Nya. Mengapa hanya Islam yang bisa? Karena Islam diturunkan Allah sang pencipta manusia. Islamlah yang membekali manusia dengan seperangkat aturan lengkap untuk menyelesaikan berbagai masalah, mulai masalah yang kecil sampai yang besar. Termasuk stunting itu sendiri.

Bagaimanakah tuntunan Islam untuk menghindari dan mengatasi stunting? Islam sangat memperhatikan pertumbuhan anak di awal-awal kehidupannya. Al Qur’an memberi tuntunan kepada orang tua khususnya ibu, untuk memberikan asupan gizi yang sangat tinggi nilainya, yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk anak yang baru lahir sampai berumur 2 tahun (QS. Luqman: 14).

Umar Bin Khattab saja pernah jalan jauh-jauh mengelilingi kota Madinah untuk memeriksa satu persatu adakah rakyatnya yang masih ditimpa kekurangan? Adakah rakyatnya yang belum makan?

Pemerintah sekarang bagaimana? Alih-alih memeriksa dengan pasti apa kekurangan dari rakyatnya, justru dalam bidang pangan saja bendera kapitalis masih berkibar. Jadi sistem sekarang seolah-olah hanya memberikan harapan kosong untuk melayani kasus semacam stunting ini.

Editor : Fadli

1 thought on “Indonesia Bebas Stunting, Mungkinkah?

  1. Maasyaallah …tabarakallah. Siapa lg yang akan memikirkan nasib masa depan generasi, jika bukan kita? Berharap negara dengan sistem kapitalis ini? Mustahil!!!

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.