17 Mei 2024

Penulis : Murni Supirman

Dimensi.id-Pekan kemarin Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan bahwa  SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona sudah diperbolehkan untuk melakukan sekolah secara tatap muka.

Namun Nadiem tetap menegaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat.

Hal tersebut ia ungkapkan dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (7/8/2020).

“Untuk SMK maupun perguruan tinggi di semua tempat boleh melakukan praktik di sekolah, yaitu pembelajaran produktif yang menetapkan protokol.

Yang harus menggunakan mesin, laboratorium ini bisa untuk melaksanakan praktik tersebut,” kata Nadiem

Dalam konferensi pers virtual itu turut hadir pula Menko PMK Muhadjir Effendy, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letjen Doni Monardo dan Menteri Agama Fachrul Razi.

Meski demikian, untuk pembelajaran teori harus diminta tetap secara online.

“Ini untuk kelulusan SMK (dan) perguruan tinggi kita ini terjaga. Semua mata pelajaran yang bersifat teori masih harus dilakukan dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh),” tuturnya.

Sementara untuk jenjang lain seperti SD, SMP, dan SMA yang berada di zona kuning dan zona hijau, pembelajaran tatap muka juga dapat dilakukan.

Namun pembelajaran tersebut menggunakan ketentuan maksimal peserta didik yang hadir sebanyak 18 anak. (hits.grid.id)

Menyambut pernyataan kemendikbud, Ketua Komnas perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terkait adanya rencana pembelajaran tatap muka di sekolah tersebut.

Dirinya menegaskan bukan karena tidak percaya dengan protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah dan pihak sekolah.

Namun menurutnya, lebih melihat dari sudut pandang siswa, khususnya untuk sekolah dasar yang memiliki sifat masih kekanak-kanakkan.

“Siapa yang menjamin ini? Sekali lagi pertimbangannya adalah dunia anak adalah dunia bermain,” ujar Sirait, dalam acara Kabar Siang, Sabtu (8/8/2020).

“Nanti bisa mereka tidak tahu apa yang akan terjadi karena ada temannya yang maskernya lebih baik, pinjam-pinjaman, itu dunia anak,” jelasnya.

“Siapa yang menjamin itu? Guru, enggak mungkin, terbatas,” tegas Sirait. (www.tribunnews.com)

Memang selama ini masyarakat memandang bahwa Sekolah tatap muka menjadi tuntutan dan harapan oleh banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala Belajar Jarak Jauh (BJJ) .

Namun, sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah, tidak terukur dan justru terkesan buru-buru memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir. Buktinya kebijakan yang diambil tidak sebanding dengan persiapan yang seharusnya ada untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Contoh, pemerintah mengijinkan penggunaan dana BOS untuk keperluan kuota internet, sedangkan masalah tidak adanya jaringan internet tidak segera dicarikan solusi, padahal bukan rahasia umum lagi banyak wilayah yang jaringan internetnya lemot bahkan tidak ada jaringan internetnya sama sekali. Sekalinya ada itupun dapatnya nanti setelah naik gunung atau naik ke atas menara mesjid.

Kemudian pemerintah juga mengijinkan semua SMK dan PT di semua zona untuk belajar dengan tatap muka agar bisa praktik, namun hal itu tidak diimbangi dengan persiapan rotocol kesehatan yang memadai. Semua diserahkan ke masing-masing  guru dan peserta didik.

Disisi lain,  pemerintah sering berubah-ubah kebijakannya tentang kebolehan tatap muka di zona kuning dan hijau maupun dalam mewacanakan kurikulum darurat selama BDR (Belajar Dari Rumah) jadinya guru maupun orang tua siswa bingung harus bagaimana dan sebagian orang tua siswa juga mulai lelah dengan segala kebijakan tanpa kepastian.

Padahal harapan mereka sangat besar terkait masalah ini agar secepatnya ditemukan solusi. Sebab, semenjak belaku sistem BDR, pembelajaran jadinya tidak efektif, selain memang kuota mahal orang tua juga kudu berhemat terlebih ditengah pandemi saat ini. banyak orang tua yang tidak sanggup menjadi guru baru, hingga lahirlah guru yang kejam yang nggak kuat ngajar akhirnya main pukul dll. hingga muncul istilah orang tua, belajar daring bikin darting.

Semua fakta kebijakan di atas menunjukkan lemahnya pemerintah sekuler mengatasi masalah Pendidikan di negeri ini, hal ini terjadi bukan tanpa sebab, dunia pedidikan saat ini sekarat nggak jelas akibat tersanderanya kebijakan yang dibuat dengan kepentingan ekonomi yang terkesan lebih diutamakan ketimbang nyawa rakyatnya.

Andai sejak awal negara tidak abai terhadap penyebaran covid 19, cepat tanggap melakukan lockdown di wilayah yang rawan penyebaran covid 19, maka dunia pendidikan bakalan tidak carut marut seperti sekarang ini toh negara berhasil memutus mata rantai penyebarannya sehingga wilayah di zona hijau bisa tetap beraktifitas pendidikan berekonomi tanpa terkena dampak parah macam sekarang. Ditambah lagi tidak adanya jaminan Pendidikan sebagai kebutuhan publik yang wajib dijamin penyelenggaraannya oleh negara.

Harusnya sebelum mengeluarkan kebijakan, pemerintah terlebih dulu memperhatikan dan mempelajari seraya memetakan kendala-kendala apa saja yang mungkin akan dihadapi ketika kebijakan itu dijalankan di seluruh wilayah sehingga pemerintah bisa prepare dengan persiapan maksimal. Sayangnya banyak sekolah yang berada diwilayah-wilayah terpencil belum siap dengan kebijakan tersebut. baik sarana dan prasananya juga minim apalagi dimasa pandemi saat ini semakin jauh api dari panggangnya. Semua carut marut ini tidak lepas dari sistem sekularisme yang diadopsi negeri ini.

Berbeda dengan sistem islam khilafah, negara bertanggung jawab penuh terhadap dunia pendidikan, saat terjadi penyebaran wabah thaun dimasa pemerintahan Umar bin khattab, khalifah hanya melakukan karantina wilayah di syam. Sementara wilayah lain tetap bisa beraktivitas tanpa rasa khwatir dan cemas. Negara tidak akan semberono dalam mengambil kebijakan karena penguasa sadar betul setiap kebijakan yang diambilnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subanahu wata’ala.

Setiap kebijakan yang diambil demi kemaslahatan umat tidak akan asal-asalan namun terukur dan terarah. Pendidikan adalah fokus utama negara, sebab dasar pembentukan pemikiran ada pada kurikulum pendidikannya hingga baik guru dan fasilitas semua dipastikan tebaik begitu juga dari sisi persiapan sarana dan prasarananya. Terlebih ketika daulah tegak nanti di masa modern ini tidak terbayang hebatnya pendidikan di dalamnya.

Ketika islam masih menjadi pusat peradaban dunia, dunia pendidikan islam melahirkan orang-orang hebat dibidangnya, misalnya Ibnu sina dalam dunia kedokteran, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi adalah ahli matematika Islam yang dikenal sebagai penemu aljabar. Selain itu, ilmuwan asal Persia ini juga menemukan algoritma dan sistem penomoran. Al-Khawarizmi juga dikenal ahli di berbagai bidang, seperti astrologi dan astronomi dll.

Betapa luar biasa output dari dunia pendidikan islam, hal itu menandakan bahwa dunia pendidikan islam pada masa lampau tidak sembarangan dalam pengadaannya maupun pelaksanaannya. Selain mereka penemu mereka juga adalah ulama, MasyaAllah.

Wallahu’alam

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.