18 Mei 2024


Penulis : Siti Masliha, S.Pd (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Dimensi.id-Tak terasa pandemi corona yang terjadi di negeri ini sudah hampir lima bulan lamanya. Rakyat berjibaku dengan pandemi yang mematikan ini. Hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia terkena imbasnya. Susul menyusul daerah berzona merah. Artinya hampir setiap daerah terkena keganasan virus corona. Langkah tegas penanganan pandemi corona dari pemerintah dinanti oleh rakyat. Rakyat berharap agar mereka dapat hidup normal kembali. Karena selama ini rakyat merasakan “kegalauan kebijakan” yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Kepala negara telah membentuk lembaga baru untuk penanggulangan pandemi corona ini. Hal ini sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk lembaga ad hoc baru untuk menangani dampak pandemi virus corona (Covid-19) bernama Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite ini terdiri dari tiga yakni Komite Kebijakan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

Jokowi menunjuk Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai Ketua Komite Kebijakan di mana Menteri BUMN Erick Thohir sebagai ketua pelaksana. Sementara Satgas Penanganan Covid-19 dipimpin oleh Doni Monardo yang sebelumnya memimpin Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sementara Satgas Pemulihan Ekonomi diisi oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin. (CNN Indonesia, Rabu 22/07/2020).

Korban corona sudah semakin banyak. Mengapa kepala negara masih mempermasalahkan lembaga menangani pendemi corona? Seharusnya yang dilakukan sekarang adalah kerja nyata dan evaluasi kerja. Bukan hanya mengganti lembaga. Jika kita amati selama ini belum ada kebijakan yang mujarab yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran pandemi corona. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan yang dikeluarkannya.

Tidak ada antisipasi sebelum corona masuk ke Indonesia. Asal mula virus corona ini berasal dari Wuhan China. Munculnya virus ini sekitar akhir tahun 2019. Ketika virus ini muncul seharusnya yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini adalah tindakan antisipasi. Hal ini bertujuan agar virus corona tidak masuk ke dalam negeri. Namun yang dilakukan oleh pemimpin negeri ini adalah hanya bercandaan (guyonan). Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi: “[Ini] guyonan sama Pak Presiden ya. Insya Allah [virus] Covid-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing, jadi kebal,” ujarnya saat menghadiri peringatan Hari Pendidikan Tinggi Teknik ke-74 di Graha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta, pada 17 Februari.

Guyonan ini tidak layak dikeluarkan oleh pemimpin negeri ini. Mereka seharusnya melindungi rakyat dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat bukan malah melukai hati rakyat. Mereka dipilh oleh untuk mengurus rakyat, namun faktanya ketika ada masalah malah mereka menanggapi dengan tidak serius (guyonan).

Tak berselang lama, sekitar bulan maret 2020 virus Corona benar-benar masuk ke dalam negeri. Lagi-lagi rakyat menanti kebijakan yang tepat dan tegas. Desakan melakukan Lockdown dari pemerintah daerah dianulir oleh penguasa negeri ini. Alasan tidak diberlakukan Lockdown dikhawatirkan akan melumpuhkan ekonomi dan budaya setiap negara berbeda-beda. (Kompas.com 02/04/2020). Akibat tidak diberlakukannya Lockdown maka lonjakan korban corona semakin meroket. Hampir seluruh daerah susul menyusul terjadi lonjakan korban corona.

Setelah tidak diberlakukan Lockdown, pemerintah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Namun kebijakan ini tidak efektif karena pemerintah melakukan pelonggaran PSBB. Pelonggaran PSBB ini ditandai dengan dibukanya sejumlah fasilitas umum seperti bandara, stasiun, pasar dan lain sebagainya. (Kompas.com 19/05/2020). Masih ingat dalam benak kita betapa pemerintah tidak tegas dalam mengeluarkan kebijakan. Salah satu kebijakan tersebut adalah terkait dengan mudik. Rakyat dibuat pusing hanya gara-gara istilah. Terjadi perbedaan antara pulang kampong dan mudik.

Setelah terjadi pelonggaran PSBB, pemerintah mengeluarkan kebijakan New Normal. New Normal adalah keadaan di mana ekonomi, masyarakat dan lain-lain menetap setelah krisis, ketika ini berbeda dari situasi yang berlaku sebelum dimulainya krisis (Wikipedia). Masyarakat diminta hidup normal dengan corona dimana kondisinya penyebaran Corona masih tinggi. Disini jelas New Normal adalah kebijakan putus asa dari pemerintah dalam mengurus rakyat di masa pandemi ini. Pembukaan Mall dan sektor pariwisata dengan alasan ekonomi membuat lonjakan korban Corona semakin tidak terbendung.

Padahal menurut standar PBB Indonesia belum memenuhi standar untuk melakukan New Normal. Kebijakan New Normal adalah kebijakan putus asa pemerintah dalam mengurus rakyat di kala pandemi corona. Rakyat diminta untuk hidup membaur dengan corona, padahal pada saat itu corona masih sangat tinggi.

Inilah kebijakan yang diambil oleh pemimpin negeri ini. Jika lembaga yang dibentuk oleh kepala negara hanya mengganti nama saja tidak ada kerja nyata, maka kondisinya akan sama saja. Pandemi corona akan meningkat, korbannya semakin banyak, perekonomian rakyat tak terangkat. Hari ini rakyat butuh kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam penanganan pandemi corona. Kebijakan ini yang akan memutus mata rantai pandemi corona, korban yang terjatuh terhenti, perekonomian rakyat menjadi terangkat.

Inilah cara pandang kapitalisme dalam penanganan pandemi. Standar kapital menjadi dasar bukan keselamatan nyawa rakyat. Sedari awal pandemi masuk ke negeri ini. Orang nomor satu di negeri ini tidak mau memberlakukan lockdown dengan alasan dikhawatirkan perekonomian akan terhenti. Jelas disinilah cara pandang kapitalisme dalam mengukur suatu masalah.

Hal ini berbeda dengan Islam. Islam adalah dien (agama) yang sempurna.
Nyawa manusia yang menjadi prioritas yang utama dalam penanganan suatu wabah penyakit. Dalam pandangan Islam hilangnya satu nyawa lebih baik runtuhnya dunia dan isinya. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam hadits: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). Sangat disayangkan, nyawa seorang muslim harus hilang untuk sesuatu yang sangat tidak jelas. Oleh karena itu jika ada wabah penyakit penjagaan pemimpin Islam terhadap nyawa manusia adalah hal yang pertama dan utama.

Selain itu ketepatan dan kecepatan dalam mengambil keputusan adalah hal yang mutlak diperlukan. Dalam Islam seorang pemimpin  akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu ketika ada sutu masalah seorang pemimin dituntut untuk mengeluarkan kebijakan yanh tepat dan cepat. Hal ini bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dan meminimalisir korban jika terjadi suatu wabah.

Hal ini sebagaimana disampaikan dalam kitab Ash-Shahihain diceritakan, suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dia kemudian  bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Umar mendapat laporan bahwa negeri tersebut sedang terkena wabah penyakit, seperti wabah kolera.

Beliau bermusyawarah dengan mendengar masukan dari para sahabat-sahabatnya dan kaum Muslim saat itu. Abdurrahman lalu berkata, “Saya tahu tentang masalah ini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya.” Dalam kondisi di tengah merebaknya wabah penyakit ini, Umar bin Khattab telah mengambil keputusan  yang berbobot. Tujuannya tak lain adalah menyelamatkan lebih banyak kaum Muslimin dan manusia secara umum agar tidak dibinasakan oleh wabah penyakit.

Umar menyelesaikan masalah dengan berkonsultasi dan memusyawarahkan kepada yang lebih ahli. Umar mengambil langkah ini, dia bermusyawarah meminta pendapat para sahabat dari kalangan Anshar maupun Muhajirin. Intinya, dia melibatkan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian karena yang dipanggil adalah para pemukanya.  Umar juga memberikan nasihat kepada kita. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk menyelesaikan masalah, seorang pemimpin juga sama sekali tidak diperbolehkan untuk menyepelekan suatu masalah. Karena, jika masalah itu disepelekan dan tidak diselesaikan, maka dampaknya akan terus menerus.

Selain menjamin keselamatan rakyatnya dalam khilafah rakyat juga dijamin kebutuhan pokoknya. Salah satu bagian terpenting dalam syariat Islam adalah aturan menjamin kebutuhan pokok bagi setiap rakyat. Kebutuhan pokok tersebut berupa sandang, pangan, papan dan lapangan pekerjaan. Dalam khilafah laki-laki wajib berkerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarga serta anak dan istrinya. Jika laki-laki tersebut tidak mampu berkerja karena alasan tertentu maka kebutuhannya ditanggung oleh sanak kerabatnya. Jika sanak kerabatnya juga tidak mampu maka khilafah yang akan menanggungnya. Khilafah dengan baitu maalnya akan menanggung nafkah bagi orang-orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha. Jika khilafah tidak mampu maka seluruh kaum muslimin wajib menanggungnya. Ini direfleksikan dengan penarikan pajak oleh khilafah kepada orang-orang yang mampu. Setelah itu didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Jelas terjadi perbedaan yang amat mencolok bagaimana penanganan wabah penyakit dalam sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Masihkah kita percaya dengan sistem kapitalisme yang rela membunuh nyawa rakyatnya sendiri? Atau kita sekarang berjuang menegakkan kembali sistem Islam. Allahu Akbar. 

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.