3 Mei 2024

Penulis : Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch, Aktivis Mahasiswa

Dimensi.id-Indonesia kembali menjadi sorotan dunia. Bukan karena telah mengukir prestasi. Namun, karena kenaikan jumlah kasus corona kian hari terus bertambah. Faktanya, bahwa masih terjadi penularan virus corona di masyarakat sehari setelah Indonesia mencatat rekor kasus baru tertinggi kemarin.

Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kembali bertambah dengan adanya jumlah pasien baru dalam jumlah tinggi, di atas 3.000 orang. Diketahui ada 3.635 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 232.628 orang, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama terinfeksi virus corona pada 2 Maret 2020.(kompas.com, 17/09/2020)

Tercatat bahwa penyumbang kasus positif Covid-19 tertinggi secara nasional adalah Provinsi DKI Jakarta dengan 1.113 kasus. Berdasarkan data kasus pasien Covid-19 dari Kementerian Kesehatan RI hari ini 17 September 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Sehingga akumulasi kasus positif di DKI Jakarta sampai hari ini sebanyak 58.582 kasus.(pikiran-rakyat.com, 17/09/2020)

Mengingat Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah mulai diaktifkan kembali di Ibu Kota, mengakibatkan bertambahnya jumlah pasien covid-19, begitu pun di daerah lainnya. Fakta yang mengejutkan adalah Indonesia di lockdown oleh 59 negara di dunia. Ironis, Indonesia sejak pertama kali ditemukannya kasus positif Covid-19 tidak ingin melockdown, kini Indonesia di lockdown setidaknya oleh 59 negara. Dimana negara tersebut melarang WNI masuk ke negaranya.

Kemudian jumlah dokter yang meninggal dunia akibat COVID-19 terus bertambah setiap harinya. Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sudah ada 117 dokter yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19, terbagi atas 53 orang dokter spesialis, 2 orang dokter residen, dan 62 orang dokter umum. Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT, menyoroti peningkatan tajam kematian dokter di Indonesia diakibatkan salah satunya karena masyarakat masih abai dalam menjalankan protokol kesehatan yang diserukan pemerintah. Ia menegaskan masyarakat yang harus menjadi garda terdepan dalam penanggulangan wabah COVID-19, bukan tenaga medis.(detik.com, 18/09/2020)

Kegagalan sistem demokrasi memang bukanlah sebuah ilusi, pandemi Covid-19 membuat rakyat semakin menderita. Dokter berguguran, kemiskinan meluas, pengangguran merajalela, ketahanan keluarga rapuh, dan segudang akibat lainnya. Lagi dan lagi bukti bahwa sistem demokrasi ini gagal dalam menangani wabah pandemi. 

Di tengah kondisi seperti ini, pemerintah tidak mengintrospeksi diri. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut negara-negara yang menganut pemerintahan otokrasi atau oligarki lebih efektif menangani pandemi virus corona (Covid-19). Tito menyebut negara dengan pemerintahan seperti itu mudah mengendalikan perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemi karena kedaulatan negara dipegang oleh satu atau segelintir orang.

Tito menyebut negara dengan sistem otokrasi dan oligarki yang terpusat pada satu atau sekelompok orang akan lebih mudah menangani Covid-19. “Seperti China dan Vietnam mereka menangani dengan lebih efektif karena mereka menggunakan cara-cara yang keras karena pemegang kedaulatan bukan rakyat, bukan demokrasi,” ungkapnya.(cnnindonesia.com)

Lalu setelah sistem demokrasi ini gagal, pemerintah memberikan pernyataan bahwa negara dengan sistem otokrasi lebih mampu dan lebih mudah dalam menangani pandemi? Atau sebaliknya, sistem ini lebih bobrok dari sistem demokrasi?

Dunia saat ini membutuhkan sistem yang dapat mewujudkan terlaksananya fungsi negara secara tetap untuk penguasanya sebagai pengurus dan pelindung umat. Rakyat membutuhkan solusi yang mengakar dengan kebijakan solutif. Negara akan bekerja secara maksimal dalam menangani krisis dan wabah pandemi, untuk dilaksanakan oleh rakyat dan sistem seperti ini hanya ada pada sistem Islam yakni Khilafah.

Maka dari itu sebelum terjadi pandemi atau ketika terjadi, Khalifah akan mengerahkan segala upaya yang terbaik yang sesuai dengan syariat Islam untuk menjaga dam melindungi rakyat. Bukan karena aspek materi yang bersifat relatif, tetapi karena ingin mendapat kemuliaan akhirat, karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Dalam sistem Islam ini penguasa dan rakyatnya adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang mengurus dan menjalankan kehidupannya berdasarkan Al-Qur’an dan As sunah, dan dengan kebijakan yang sesuai fitrah. Lantas bagaimana solusi Islam dalam menangani wabah Virus Corona?

Pertama, khalifah akan memisahkan orang yang sakit dan yang sehat. Kedua, Dalam hadits nabi, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya”. (HR. Bukhari & Muslim). Inilah yang disebut Lock Down oleh bangsa Barat. Lockdown ini bisa berhasil jika pemerintah memberi perintah yang sama dan serentak dari ujung pangkal, tidak diserahkan ke daerah. Lockdown diberlakukan dengan tidak memberikan sedikit pun celah masuknya WNA di dalam Negeri sampai wabah benar-benar tuntas.

Alhasil, inilah sistem yang saat ini dibutuhkan umat, yang menghadirkan peran negara secara utuh untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, ketersediaan pelayanan kesehatan bagi rakyatnya secara layak, juga tidak menzalimi tenaga medis atau instansi kesehatan. Semua jaminan ini akan di topang dengan sistem keuangan Khilafah yang berbasis baitul mal. Dengan kepercayaan yang penuh kepada penguasa, rakyat akan yakin dan taat dengan penuh kesadaran berkat dorongan iman, mereka akan patuh dan bersungguh sungguh dalam menjalankan segala kebijakan yang diterapkan oleh pemimpin, karena ingin beroleh pahala dengan menaati pemimpinnya.

Wallaahu a’lam bish-shawwab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.