26 April 2024
8 / 100

Dimensi.id-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kerangka Environment, Social, and Good Governance (ESG) bisa lebih menghemat porsi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur. Prinsip formula ini mengikuti standar secara global.

ESG adalah standar praktik investasi yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan tata kelola usaha yang baik. Jika proyek Indonesia mengikuti standar ESG, maka akan lebih mudah mendapat investor karena proyek tersebut lebih terpercaya. “Kalau sudah memiliki prinsip ESG yang terbukti, maka dia akan banyak bisa menarik financing secara jauh lebih mudah karena investor tidak perlu lagi bertanya mengenai kualitas dari proyek tersebut,” kata Sri Mulyani dalam peluncuran ESG Framework and Manual di Hotel Movenpick, Jimbaran, Bali, Sabtu (detik.com,12/11/2022).

Artinya, setiap pembangunan infrastruktur yang biasanya menggunakan APBN melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), jika menerapkan standar ESG memungkinkan menarik investasi lebih banyak untuk pendanaan proyek tersebut. Sehingga penggunaan APBN tidak sebesar yang dibutuhkan terutama pada saat awal proyek.

Lanjut Sri Mulyani dari sisi tata kelola, sosial dan environment , akan meningkatkan profile Indonesia sendiri maupun proyek-proyeknya sehingga akan lebih banyak menarik investor-investor dalam dan luar negeri. Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna seolah meyakinkan manfaat ESG ini memiliki prospek yang cerah dengan mengatakan sudah ada 3 proyek percontohan yang akan menerapkan standar ESG yakni Bendungan Merangin Jambi, public housing di Cisaranten dan Karawang.

Selama Mengandalkan Asing, Apa Bedanya?

Sekilas terlihat berbeda, namun selama masih melibatkan asing dimana letak perbedaannya? Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau secara umum lebih sering dikenal sebagai skema Public-Private Partnerships (PPP) adalah sebuah skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang berdasarkan pada kerja sama antara Pemerintah dan badan usaha (swasta). Hal ini tertuang dalam Perpres Nomor 67 Tahun 2005 (terakhir di revisi dengan Perpres Nomor 56 Tahun 2011).

Biasanya berupa bantuan proyek adalah project aid yaitu pinjaman luar negeri yang penggunaannya ditujukan untuk pembiayaan investasi atau pembangunan proyek milik pemerintah atau swasta, berupa barang modal atau kebutuhan devisa lainnya.

Mengapa pemerintah membuka kesempatan kepada swasta, alasannya adalah sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, yaitu anggaran pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik sementara tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik semakin lama semakin meningkat.

Sungguh! Tak ada beda antara Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan Environment, Social, and Good Governance (ESG). Sama-sama mengandalkan asing dan mengklaim Indonesia tak punya apa-apa. Baik anggaran maupun kemampuan melayani publik dengan baik.

Tak Punya Konsep, Kapitalisme Memperparah Keadaan

Masalah mengurusi rakyat memang tak bisa sembarangan atau asal-asalan, terlebih menyangkut urusan publik yang menjadi kebutuhan pokok rakyat. Maka, negara harus punya konsep yang baik dan jelas, jika diterapkan tidak menimbulkan masalah baru atau setidaknya tidak melenceng dari tujuan pembangunan yang sudah ditetapkan sejak awal.

Bak keluar dari mulut buaya masuk mulut harimau, sama-sama berbahayanya. Sebab, sejatinya, investasi asing dalam bentuk utang ataupun kerjasama lainnya hanyalah alat untuk mengontrol negara berkembang bahkan miskin oleh negara maju, yang hari ini menjadi negara ula atau penguasa.

Karakter kapitalisme yang rakus dan tamak, tak mengenal halal haram juga kepemilikan terhadap kekayaan alam meniscayakan penguasaan atas negara berkembang dengan penguasaan yang sadis dan keras. Yaitu dengan menjajah, memaksa mengeksplore tanpa batas. Hanya keuntungan yang diraih tanpa memperhatikan keseimbangan alam maupun sosial. Wajar jika akhirnya kita menerima banyak bencana, alam pun muak karena keserakahan. Terlebih rakyat, kemiskinan bukan lagi ada namun disebut dengan akut.

Islam Wujudkan Kemandirian Tanpa Andil Asing

Bekerja sama dengan asing dalam Islam ada tatacaranya. Negara yang tidak memerangi Islam, maka boleh mengadakan perjanjian atau kerjasama, baik orang maupun barang dari negara ini bebas masuk ke negara dengan catatan bukan barang yang melemahkan negara kita dan juga bukan untuk kegiatan tajasus ( mata-mata).

Sedangkan dengan negara yang jela-jelas memerangi Islam, seperti misalnya Amerika atau Israel maka tidak boleh ada hubungan apapun kecuali perang. Demikian pula dengan bentuk kerjasamanya, tentu yang diperbolehkan adalah perdagangan luar negeri yang adil dan seimbang. Negara berdasar syariat Islam tidak akan mengambil utang untuk pembiayaan kebutuhan dalam dan luar negerinya. Sebab sejatinya itu adalah bentuk lain dari penjajahan. Secara hukum internasional berbagai bentuk penjajahan bertentangan dengan kesepakatan global. Namun negara pengusung kapitalis dengan sukses mengikat negara-negara pengikut dengan kerjasama.

Lantas darimana negara mendapatkan pendapatan yang besar guna melayani kepentingan umum masyarakat? Memenuhi kebutuhan pokoknya, tersiernya jika bukan dari pajak dan utang? Jawabannya adalah Baitul Mal, dimana pos pendapatan dan pengeluarannya telah ditentukan syariat. Kholifah sebagai kepala negara dan wakil rakyat wajib menaatinya. Selain itu Kholifah juga diberi ranah untuk berijtihad jika ada dua kemaslahatan yang harus didahulukan .

Pengelolaan barang tambang dan energi, berikut kekayaan lain yang menjadi hak milik rakyat harus ada di tangan pemerintah. Bukan untuk dialihkan kepada pihak swasta atau lainnya. Namun dikembalikan kepada rakyat berupa penyediaan fasilitas umum dan kebutuhan pokok lainnya.

Tak ada campur tangan asing. Jika pun ada, tentu tidak dalam melemahkan negara dan juga tidak dibiarkan asing mengatur urusan politik negara. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Ketika penguasa hanya berjalan kepada asing berikut kebijakannya jelas ini akan membawa negeri ini dalam kesesengsaraan. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.