27 Maret 2024
12 / 100

Dimensi.id-Olahraga apa yang paling banyak diminati? sepak bola! Dari kota hingga desa, anak muda hingga tua, sebab olahraga ini memang murah meriah, meski lahan lapang semakin sempit namun mutlak tak butuh peralatan mahal, gawang bisa dari sandal yang ditumpuk, bola bisa dari plastik yang digulung, bahkan kostum pemain bisa dengan salah satu tim buka baju sementara tim yang lain tidak.

 

Digadang-gadang pula olahraga sepakbola adalah olahraga pemersatu bangsa. Namun, kini penggemar sepakbola di Indonesia terutama sedang masghul berat lantaran Indonesia batal menjadi tuan rumah pertandingan sepakbola dunia U-20 karena dianggap belum siap secara infrastruktur pasca tragedi Kanjuruhan. Namun juga karena banyak penolakan terkait tim Israel yang juga akan masuk ke Indonesia untuk berlaga.

 

Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) resmi membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U202 2023 di Indonesia. Dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (29/3/2023) malam WIB, FIFA batal menggelar Piala Dunia U20 2023 Indonesia karena “situasi terkini” di Tanah Air (Kompas.com, 30/3/2023).

 

Meski FIFA tidak merinci jelas terkait frasa ” situasi terkini”, menguat pendapat ini karena banyaknya bermunculan aksi penolakan kehadiran tim Israel di Piala Dunia U-20. Diantaranya dari Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH. Muhyiddin Junaidi, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqig, Partai Keadilan Sejahtera PKS hingga ormas yang selama ini mendorong kemerdekaan Palestina. Mereka mendesak pemerintah agar berani mengambil sikap, dengan menolak kehadiran delegasi Israel di Piala Dunia U-20.

 

Bertambah lagi gelombang penolakan, diantaranya dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Bali I Wayan Koster, salah satu kader PDIP yang lain, bahkan hingga mengirimkan surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang isinya menolak timnas Israel berlaga di Bali dalam ajang Piala Dunia U-20. Surat itu bernomor T.00.426/11470/SEKRET. Penolakan MUI yang diwakilkan kepada Ketua MUI Sudarnoto Abdul Hakim menyatakan bahw pertemuan antara MUI dengan ormas-ormas Islam di Indonesia beberapa waktu lalu adalah “menyatakan sikap menolak kehadiran timnas Israel”. Salah satu alasannya adalah berkaitan dengan amanah konstitusi yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945( CNNIndonesia.com, 18/3/2023).

 

Juru bicara aksi penolakan delegasi Israel di Solo, Endro Sudarsono, merujuk sikap Presiden Sukarno yang melarang tim Indonesia melawan tim Israel dalam kualifikasi Piala Dunia tahun 1958 di Yugoslavia, dan penolakan tim Israel di Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Maka mereka pun mendesak pemerintah dan PSSI menolak kedatangan mereka ke Indonesia.

 

Senada dengan himbauan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa kedatangan tim Israel ke Indonesia tidak berkaitan dengan politik, Deputi III Kemenpora Raden Isnanta juga mengatakan olahraga sedianya tidak ada hubungannya dengan politik. Tetapi menurut Pakar Hubungan Internasional di Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Dr. Lukman Fahmi Djarwono. teori dan praktik di lapangan seringkali berbeda, dan setiap langkah memiliki risiko.”Tiap negara yang sudah menjadi anggota dari organisasi internasional harus patuh ke kebijakan organisasinya itu, terlepas dari desakan domestik. Kecuali memang sudah ada nego antara pemerintah dengan organisasi”, pungkasnya.

 

Israel adalah salah satu dari 24 tim nasional yang akan bertanding di Piala Dunia U-20 di Indonesia. Israel lolos dengan menempati peringkat runner up di Piala Eropa 2022 setelah Inggris. Proses drawing atau pengundian pembagian grup peserta Piala Dunia U-20 dijadwalkan akan digelar di Bali akhir bulan ini. Menurut Dr. Lukman ini menjadi polemik tersendiri,”Ini memang ada polemik karena timnas U-20 Israel berdampak pada sejumlah pihak yang menolak kehadiran mereka untuk datang ke Indonesia. Penolak beranggapan Indonesia belum memiliki hubungan diplomatik, termasuk belum ada kedutaannya di Indonesia. Sejarahnya juga panjang dan kepentingan Indonesia banyak sekali yang memang menuntut untuk tidak mau menerima Israel dalam bentuk apapun,” ujarnya.

 

Disisi lain sebagai anggota FIFA maka Indonesia tetap harus mematuhi keputusan badan itu agar tidak kena sanksi internasional (voaindonesia.com, 10/3/2023). Sejak inilah, otomatis pro dan kontra mencuat, bahkan ada pihak yang ingin para penolak kehadiran Israel untuk meminta maaf karena telah merugikan banyak pihak, baik dari sisi ekonomi, pemain nasional sendiri bahkan hingga kepada PSSI dengan ketuanya Erik Thohir. Kepentingan ekonomi sepertinya sudah terlalu mendominasi sehingga tak lagi melihat siapa Israel dan sepak terjangnya.

 

Politisasi di Bidang Olahraga Akar Persoalannya

 

Faktanya, Israel adalah Negara penjajah yang melakukan penyerangan ke Palestina. Meskipun Palestina tidak mempersoalkan tim Israel masuk Indonesia, namun sebagai sesama Muslim sangat konyol jika tak ada simpati samasekali dengan nasib penduduk Palestina yang terus menerus dianeksasi wilayahnya oleh Israel. Bukankah sesama Muslim adalah bersaudara?

 

Apa hendak dikata, politisasi olahraga agar menjadi pundi-pundi manfaat dan materi segelintir golongan telah menjadi fakta yang jelas dan terang. Dan pada dasarnya perlakuan FIFA berikut dunia juga tidak adil, dengan menggunakan kekuatan politiknya memerintahkan untuk melarang tim Rusia ikut hanya karena menginvasi Ukraina , apa bedanya dengan Israel hari ini? Jutaan rakyat Palestina menjadi korban di tanah kelahiran mereka sendiri. Hal ini karena potensi ekonomi dari perhelatan piala dunia sangat besar, seperti hotel, penonton (wisatawan), dan sebagainya yang ujungnya akan memberikan banyak keuntungan bagi negara

 

Namun potensi keuntungan ekonomi tersebut tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan saudara Muslim kita di Palestina. Nasionalisme dianggap sebagai ide pemersatu, padahal faktanya karena Nasionalise inilah yang membuat sekat di antara sesama muslim dan menghancurkan ukhuwah sehingga menganggap rakyat Palestina Bukan saudara seakidah sehingga tidak peduli dengan nasib mereka

 

Solusi menghadapi Israel bukan sekadar mengutuk Israel, atau menolak kedatangan tim sepakbolanya, memboikot hasil industri mereka dan lain-lain. Tetapi seharusnya memerangi siapa pun yang memerangi kaum Muslimin. Muslim di dunia ini harus bersatu, kerugian yang ditimbulkan dengan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah ajang olahraga internasional ini tak semestinya ditanggapi dengan pesimis, terlebih dikatakan akan banyak mengalami kerugian, ini hanya perkataan para pelaku ekonomi yang mati hati, hanya mengambil manfaat dalam kesempitan.

 

Sebab negara kafir menggunakan olahraga sebagai ajang untuk mengeruk keuntungan, karena mereka mengemban kapitalisme untuk kehidupan mereka dan menjadikan negeri-negeri Muslim sebagai negara jajahannya. Jika kita tidak tegas bersikap maka penjajahan itu akan terus terjadi bahkan dalam ajang olahraga sepak bola sekalipun. Artinya, penolakan tim Israel untuk masuk ke Indonesia tidak semata-mata dilandasi karena tidak ada hubungan diplomatik dengan negara itu tapi inilah politik yang sebenarnya yaitu pengurusan urusan rakyat yang tidak menghendaki adanya penjajahan di segala bidang. Hal ini juga sesuai dengan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum di negeri ini.

 

Islam Solusi Tuntas Hapus Penjajahan

 

Solusi yang dibutuhkan kaum Muslimin adalah adanya Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu menerapkan hukum yang adil bagi setiap penjajahan. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Sepanjang rentang peradaban Islam, Khilafah telah membebaskan Palestina. Pembebasan tersebut terjadi sejak masa Khalifah Umar bin Khaththab hingga Kekhalifahan Utsmaniyah. Selama itu, bumi Palestina senantiasa damai. Bahkan Khalifah Abdul Hamid II , di masa Khilafah Ustmaniyah, pernah melarang kaum Muslim untuk mengikuti kompetesi sepak bola internasional , sebab memunculkan sikap ashobiyah yaitu membanggakan dirinya, kaumnya, bangsanya dan menghancurkan ukhuwah Islam hingga memunculkan sikap rasisme yaitu merendahkan manusia lain hanya karena beda ras atau warna kulit.

 

Maka tidak akan pernah menjadi polemik sebagaimana hari ini karena jelas apa yang dilakukan oleh negara Khilafah adalah menerapkan syariat menciptakan keadilan dan menghapus penjajahan. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.