23 April 2024
64 / 100

Dimensi.id-Baru-baru ini dunia dikejutkan oleh berita tidak menyenangkan berupa gempa berkekuatan M 7,8 yang mengguncang Turki dan Suriah. Sontak saja berita itu menarik banyak simpati warga dunia. Bahkan banyak yang berbondong-bondong mengirimkan bantuan dan pertolongan.

Tapi sayangnya, di tengah-tengah masyarakat yang merasakan duka dan kesedihan, ada saja yang tidak punya empati maupun simpati. Charlie Hebdo malah menjadikannya sebagai bahan olok-olok.

Majalah mingguan Prancis itu membuat karikatur yang mengejek korban gempa di Turki. Di atas gambar tertulis “Gempa di Turki”, sedangkan di bawahnya “Bahkan tidak perlu mengirim tank!”

Humor memuakkan yang dilontarkan Charlie Hebdo itu sungguh menjijikkan. Dan kerap kali yang menjadi sasaran adalah Islam. Hal itu dilakukan dengan dalih kebebasan berekspresi. Bukan hanya  majalah satir Prancis itu saja yang melecehkan Islam dan para penganutnya.

Sebelumnya, dilakukan aksi pembakaran Al Qur’an yang terjadi di Amerika Serikat, Norwegia, Denmark, dan Swedia. Bahkan seperti halnya Charlie Hebdo yang dengan kurang ajarnya membuat karikatur Nabi Muhammad, surat kabar Denmark, Jyllands-Posten merilis 12 kartun nabi terakhir umat muslim tersebut pada 2006.

Miris, dewasa ini nasib umat Islam sering dijadikan bulan-bulanan oleh musuh-musuhnya. Penistaan terhadap Rasulullah dan Al Qur’an, plesetan kata “takbir”, pelecehan terhadap muslimah di India, pembantaian umat muslim yang terjadi di Bosnia, Chechnya, Myanmar, dan Xinjiang. Apalagi pembunuhan yang dilakukan oleh Zionis Israel di Palestina, yang seakan-akan dunia menutup mata.

Baca juga: Islamophobia di Balik Narasi Politik Identitas

Lalu ke mana umat Islam? Mengapa diam saja, tidak melakukan apa-apa? Apakah sudah kehilangan nyali sehingga tidak bertindak? Tidak. Sesunggunnya ghirah dan semangat jihad serta rasa persaudaraan masih kental di dalam jiwa setiap muslim yang beriman.

Terbukti dengan banyaknya  reaksi yang menunjukkan kemarahan dan kecaman atas hal-hal tersebut. Tapi hanya sebatas itu. Dan gaung protes serta kemarahan umat hanya dianggap angin lalu. Karena tidak adanya negara yang menaungi dan mempersatukan umat Islam, sehingga mereka berusaha membela agamanya dengan caranya masing-masing, sesuai dengan kemampuan.

Memang, semenjak runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani, umat Islam tercerai-berai dan terkotak-kotak dalam sekat kebangsaan atau nasionalisme, membuat mereka tidak bisa menyatukan sikap. Umat hanya mampu mengecam atau memboikot pelaku penodaan dan penistaan terhadap agama Islam, seperti yang dilakukan oleh negara-negara Arab maupun Turki.

Karena negara-negara tersebut adalah negara yang berbentuk nasional dengan sistem monarki atau liberal, bukan negara yang menggunakan sistem Islam, sehingga sekarang ini umat Islam tidak memiliki pelindung.

Ketiadaan pemimpin di tengah-tengah umat Islam menyebabkan mereka tidak punya kekuatan untuk melawan musuh-musuhnya. Karena itulah orang-orang kafir terus mengulangi perbuatannya dalam menistakan Islam. Dan semakin berani terangan-terangan melakukannya serta merasa jumawa, sebab tidak pernah mendapat hukuman yang tegas.

Padahal ketika masih memiliki pemimpin, umat Islam benar-benar terlindungi, tidak ada yang berani mengganggu apalagi sampai menghina. Kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh Abu Ishaq bin Harun ar Rasyid atau dikenal dengan panggilan Al Mu’tasim Billah dalam membela muslimah yang dilecehkan oleh orang Romawi di kota Amuriyah, ketika sedang berbelanja.

Tidak tanggung-tanggung, khalifah dari kekhalifahan Abbasiyah itu membawa puluhan ribu pasukan menyerbu kota tersebut demi menyelamatkan sang muslimah. Bahkan negara seperti Prancis pada masa kekhilafahan Turki Utsmani tidak berkutik terhadap ancaman Sultan Abdul Hamid II, yang akan menghancurkan negara tersebut, jika tidak membatalkan pertunjukan teater yang isinya menghina Nabi Muhammad.

Karena itulah, kita berharap institusi negara yang dipimpin oleh seorang khalifah segera berdiri agar ada yang mengayomi umat ini, sehingga tidak ada lagi musuh yang berani mengganggu. Seorang khalifah ibarat perisai yang melindungi umat dari segala ancaman.

Karena hanya seorang khalifah lah yang mampu dan siap mengirim pasukan untuk memerangi negara-negara kafir yang berani menistakan agama Islam. Dengan begitu kehormatan umat Islam bisa kembali terjaga dengan ditegakkannya sistem Islam oleh negara yang menaunginya, karena menerapkan syariat Islam secara penuh. Dan tidak akan ada lagi tempat di muka bumi ini bagi siapa saja yang ingin menentang ajaran Islam. [AW]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.