16 April 2024
9 / 100

Dimensi.id-Para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat, dalam audensi di gedung DPRD Indramayu (republika.co.id,27/1/2023).

 

Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Indramayu, Syaefudin dan sejumlah ketua serta anggota komisi DPRD. Kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen dinilai sangat memberatkan, pasalnya banyak dari ibu-ibu ini hanya pedagang kecil dan pasca pandemi masih belum seramai sebelum pandemi. Keluhan lainnya kenaikan tarif PDAM juga tidak sebanding dengan pelayanannya yang selama ini masih kurang maksimal. Alirannya sering tidak lancar, sehingga ada yang terpaksa menampung air hujan.

 

Sekretaris KPI Cabang Kabupaten Indramayu, Dina Meliyanih, mengatakan, kondisi perekonomian masyarakat di Kabupaten Indrmaayu saat ini belum sepenuhnya bangkit usai dihantam pandemi Covid-19. Karena itu, rencana kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen akan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat Indramayu. “Kami menolak kenaikan tarif PDAM. Apalagi yang paling mengalami dampak langsung dari kenaikan tarif itu adalah perempuan,” tegas dia.

 

Dalam sosialisasi yang pernah dilakukan sebelumnya, PDAM berdalih tarif rata-rata yang berlaku saat ini belum dapat menutup biaya secara penuh (full cost recovery) dan dikarenakan tarif yang berlaku masih di bawah dari tarif batas bawah yang ditetapkan oleh gubernur Jawa Barat. Menurut Diana, seharusnya tarif menyesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat, dan bukan malah masyarakat yang harus menyesuaikan dengan kondisi PDAM.

 

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Indramayu, Imron Rosadi, mengatakan, pihaknya telah memanggil jajaran direksi Perumdam Tirta Darma Ayu dan Pemkab Indramayu. Dalam pertemuan itu, pihaknya meminta kepada Perumdam Tirta Darma Ayu agar mengkaji ulang rencana kenaikan tarif air ledeng untuk golongan rumah tangga.

 

Dan ternyata, “Penyesuaian” Tarif layanan PDAM bukan hanya di Kabupaten Indramayu yang bakal naik, di Surabaya juga akan segera naik, yakni dari Rp600 menjadi Rp2600 per meter kubik. Hal itu disampaikan secara langsung oleh Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya,“Jadi, Insyaallah per-Januari (naiknya). Tapi, kemarin yang saya sampaikan itu masih diperbaiki oleh pihak PDAM, kalau sudah jadi ya akhir November ini saya sahkan,” ucapnya (suarasurabaya.net, 24/11/2022).

 

Alasan Eri menyepakati adanya kenaikan tarif PDAM di Kota Surabaya karena sejak belasan tahun yang lalu belum pernah ada penyesuaian harga di Surabaya. “Dalam perawatan pipa PDAM itu dibutuhkan biaya sangat luar biasa. Nah, karena PDAM ini dituntut oleh masyarakat untuk memberikan layanan air yang bagus, airnya bersih, dan layak minum. Tapi dengan kualitas yang seperti itu, maka perlu perawatan lebih baik dari segi pipa maupun penjernihan air dan menghilangkan bakteri. Dari situlah PDAM ingin menaikkan tarifnya,” jelasnya.

 

Eri menegaskan, khusus untuk warga Surabaya dengan kategori miskin atau pramiskin, akan digratiskan. Warga miskin yang dimaksud yakni mereka yang sesuai dengan kriteria Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2002 tentang rumah sehat sederhana. “Dan juga terkait dengan 14 kriteria keluarga miskin yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), mulai dari lantainya dari tanah, kalau keramik pun jelek, dan rumah dengan 8 meter persegi,” ucapnya.

 

Penyesuaian Tarif atau Pengabaian Nasib Rakyat?

 

Air bersih adalah salah satu kebutuhan manusia di dunia. Terlebih bagi Muslim yang sangat erat dengan aktifitas ibadah mereka. Sayang sekali, pelayanan air bersih untuk rakyat , di negeri ini masih sangat buruk. Di beberapa wilayah Indonesia malah sangat kekurangan air bersih sehingga berpengaruh pada kesehatan rakyat.

 

Seolah telah mati hati, pemerintah justru mengesahkan kebijakan kenaikan tarif PDAM, dengan alasan klasik untuk pemeliharaan dan sudah berpuluh-puluh tahun tidak naikkan tarif. Seolah melayani rakyat adalah beban, maka harus diberi imbalan yang setimpal. Padahal, dengan tarif naik, dalam kehidupan yang serba susah hari ini justru menambah beban rakyat. Apalagi air adalah Kebutuhan pokok setiap individu, yanag seharusnya dijamin oleh negara, tapi ternyata harus bayar.

 

Jika dilogikakan, pembayaran dari rakyat semestinya sudah bisa mencukupi biaya operasional dan pemeliharaan BUMN ini, namun mengapa malah tekor dan harus menarik lagi dana dari masyarakat? Bukankah juga dari pembayaran pajak yang dibayarkan rakyat dan masuk dalam APBN sudah dianggarkan sejumlah dana untuk PDAM? Dan rakyat sudah paham, bahwa gaji BUMN ini dari karyawan biasa hingga petingginya tidak rendah. Mungkinkah dana yang masuk hanya habis untuk bayar gaji? Sehingga sangat disayangkan kenaikan tarif ini tidak disertai peningkatan kualitas air. Dan lagi-lagi rakyatlah yang menderita.

 

Kapitalisme Sumber Persoalan Air untuk Rakyat

 

Rasulullah SAW bersama, “Kaum muslim berserikat atas tiga hal; api, air dan padang rumput”. (HR. Ahmad). Artinya, air adalah milik umum, siapapun bisa memanfaatkannya namun pengelolaannya ada pada negara. Negara wajib menyediakan air bersih mulai dari sarana dan prasarana penyediaan air bersih seperti pipa-pipa air, kolam penampungan, filterisasi air, dan sebagainya, hingga air bersih diterima di tangan rakyat. Semuanya menjadi tanggung jawab negara dalam penyelenggaraannya. Dan tidak boleh diswastanisasikan atau diserahkan kepada pihak swasta apalagi asing.

 

Nyatanya, dalam sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini, PDAM adalah BUMN yang permodalannya berupa saham. Dengan perundang-undangan yang mendukung, maka pemerintah kota atau daerah bisa menjadi pemilik saham, berbagi dengan pemilik saham lain yang bisa jadi dari pihak swasta atau asing. Saham adalah ciri khas perekonomian kapitalisme, sehingga bisa dipastikan, perusahaan milik negara ini adalah fokusnya profit oriented. Sebab saham harus berkembang supaya bisa memberikan keuntungan kepada para pemegangnya, padahal yang menjadi obyek usaha mereka adalah air, salah satu kebutuhan pokok rakyat yang dalam Islam diharamkan dikuasai oleh swasta atau asing.

 

Akibatnya, pelayanan kepada rakyat dianggap sebagai urusan bisnis, untung dan rugi, beban produksi termasuk maintenance dibebankan kepada tarif yang harus dibayar oleh rakyat. Sungguh menyakitkan, sebab banyak kasus, justru para petinggi BUMN termasuk para pemegang sahamnya hidup bergelimang harta, dan sangat rakus hingga muncul korupsi di perusahaan yang mereka pimpin. Contoh terbaru, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Madiun sedang menyelidiki dugaan korupsi di PDAM. Perumda Air Minum Tirta Taman Sari diduga penggelapan uang senilai Rp 729 juta (detik.com, 2/3/2023). Direktur PDAM Kota Madiun, Suyoto yang dikonfirmasi terpisah membenarkan jika pihak Kejaksaan Negeri Kota Madiun telah memanggil beberapa direksi PDAM.

 

Kapitalisme hanya melahirkan pejabat korup dan tamak, seringkali keberadaan BUMN hanya dianggap sebagai mesin uang, karena proyek apapun meski fiktif bisa jadi celah memperoleh keuntungan materi, maka urusan rakyat jelas terabaikan. Bagaimana solusinya?

 

Islam Penjamin Kebutuhan Pokok Rakyat

 

Rasulullah Saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari). Dengan kata lain, dalam Islam, pemenuhan kebutuhan di jamin oleh negara. Karena negara adalah pelindung umat. Negara akan menerapkan sistem keuangan Baitul Mal sebagaimana yang di ditentukan syara, Allah SWT. Baitul Mal berisi pos pendapatan dan pengeluaran. Pos pendapatan yang khusus untuk membiayai biaya operasional perusahaan negara adalah pos kepemilikan umum, yaitu pendapatan negara dari pengelolaan SDA, fa’i, jizyah, kharaz, zakat dan lain-lain.

 

Maka dengan pembiayaan itu, negara tidak akan kesulitan dana, semua bentuk pembangunan infrastruktur pendukung fasilitas umum, termasuk yang berkaitan dengan pengadaan air bersih akan dengan mudah dibangun, konsepnya adalah untuk kemaslahatan rakyat. Bukan untung rugi. Negara juga akan mengelola tata kota dan memisahkan pemukiman, pabrik atau industri, hutan, wilayah pertanian, resapan air dan lainnya agar ketersediaan air bersih tidak terganggu apapun cuacanya. Sekaligus juga menjaga sumber-sumber air tetap tersedia melimpah untuk rakyat.

 

Kebijakan ini tidak akan muncul dalam sistem kapitalisme yang didukung oleh sistem politik demokrasi, sebab faktanya kedua sistem ini hanya melanggengkan penderitaan rakyat karena abai dalam pelayanan. Maka, tidak ada cara lain selain mencabut dan mengganti dengan penerapa syariat. Khilafahlah yang mampu mewujudkan air bersih dan terakses mudah untuk rakyat. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.