19 April 2024
17 / 100

Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya bahaya pada perempuan dan anak. Bahkan, perbuatan yang sangat keji pun menimpa anak perempuan. Beberapa waktu lalu, beredar berita hilangnya anak perempuan bernama Malika. Dia diculik oleh seorang pemulung. Malika diculik pada 7/12/22  hingga ditemukan pada 2/1/23. Beruntung sekali Malika dapat diketemukan. Ia diselamatkan oleh jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Pusat dari tangan pelaku sedang berada di gerobak barang bekas yang digunakan untuk memulung. (Tribunnews, 3/1/23)

Ada lagi hilangnya seorang eks aktivis Walhi yang hilang sejak 2019. Ternyata sang aktivis menjadi korban mutilasi seorang laki-laki yang diduga memiliki hubungan asmara dengannya (Beritasatu, 7/1/23). Ada pula, Bunga (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya, di Kota Binjai, Jumat, 6 Januari 2023 (CNNIndonesia, 9/1/23). Masih banyak lagi peristiwa menyayat hati yang menimpa perempuan dan anak.

Sebenarnya, pemerintah telah memiliki lembaga di Kementerian dalam melindungi perempuan dan anak. Namun sayang, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) belum mampu menghentikan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak perempuan. Bahkan makin merebak, seolah kejahatan serta pelecehan tak pernah surut. Padahal para pelaku telah dikenai hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Namun, tak ada memunculkan efek jera bagi pelaku yang lain.

Hal itu menunjukkan mandulnya sistem hukum yang ada. Sistem hidup hari ini tak mampu memunculkan efek pencegah tindak kejahatan. Hal ini bisa dipahami karena penerapan regulasi lahir dari pemikiran manusia yang lemah. Kepribadian manusia juga semakin rusak akibat penerapan sistem sekuler.

Sekularisme tak akan menyentuh akar masalah dalam menyelesaikan persoalan. Sebab agama tak diperhitungkan dan pengaturan hidup manusia tak pernah melibatkan Allah. Di satu sisi, wanita (katanya) dilindungi. Di sisi yang lain wanita dijadikan komoditas. Dalam melindungi anak-anak pun, negara tak hadir dalam menjaga anak-anak dari pengaruh buruk tontonan yang tidak mendidik dan sebagainya. Sehingga mereka bertumbuh menjadi manusia-manusia yang tak memiliki prinsip hidup. Ini diperparah dengan ketidakmampuan negara menghadirkan kurikulum pendidikan yang berfaedah bagi kehidupan. Gak salah kiranya jika mencetak generasi gamang setelah dewasa. Keputusan yang diambil berpijak pada hawa nafsu.

Dalam sistem kapitalis-sekuler perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak hanya bersifat semu. Sebab peradaban saat ini meniscayakan buah pikir manusia untuk mengatur kehidupan manusia. Tentu saja semakin hari kerusakan demi kerusakan nampak nyata.

Lalu bagaimana dengan Islam? Islam agama sempurna dan paripurna. Aturannya tak pernah meleset sedikitpun. Dalam pergaulan pun diatur, agar tak menimbulkan mudharat. Laki-laki ataupun wanita tak dibiarkan melakukan interaksi semau-maunya, apalagi melakukan khalwat (berdua-duaan). Bagi wanita, jika keluar rumah wajib menutup aurat dengan sempurna, dan lain-lain.

Islam jelas-jelas memberikan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Islam akan memberikan sanksi dengan tujuan memberi efek jera dan mencegah pihak lain melakukan kejahatan serupa (zawajir) juga sebagai penebus dosa bagi pelaku (jawabir). Tentu saja sanksi ini digali dari hukum syariat Islam dan dijalankan oleh Khalifah/Qadhi. Serta ada saksi-saksi dan sebagainya. Sanksi tindak perkosaan bagi pelaku muhshan (sudah menikah) berupa had zina, yakni dirajam (dilempari batu) hingga mati. Sedangkan, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah) dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun.

Semua itu sesuai sengan sabda Nabi SAW: “Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam”. (HR Muslim)

Lalu mana yang lebih baik hukum Allah pemilik alam semesta ini atau hukum manusia yang penuh tipu daya? Selama ini undang-undang tentang perempuan asasnya liberalisme. Aturannya hanya menyentuh tindak kekerasan saja, jika suka sama suka tidak terkena beban hukum. Jadi, perempuan dan anak hanya akan aman dalam naungan syariat Islam, yang memiliki aturan yang menyeluruh yang mampu menimbulkan efek jera dan juga  mekanisme terbaik karena berasal dari  zat Yang Menciptakan manusia.

Di era ini hukum yang diterapkan bukan hukum buatan Allah (Al-Qur’an), namun undang-undang buatan manusia. Adalah menjadi tugas kita untuk berjuang menghadirkan hukum Allah sebagai hukum positif di negeri ini. Insyaallah, negeri kita akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang baik dengan Rabb yang Maha Pengampun[] Wallahu’alam Bissawab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.