25 April 2024
Smart Mom : Be The Winner

Smart Mom : Be The Winner

64 / 100

Dimensi.id-Hidup sekali, ta’at pun sesungguhnya hanya sekali saja, yaitu ketika kita hidup di dunia. Namun kenyataan hari ini, untuk bisa ta’at tidaklah mudah. Mengapa? Karena sistem yang melingkupi kita hari ini justru mengarahkan pada ketidaktaatan.

Bagaimana tidak? Ketika Allah telah menegaskan larangan riba, hari ini riba justru diperbolehkan bahkan dilembagakan. Pada saat Allah melarang mendekati zina ataupun berzina, hari ini malah dibiarkan dan menjadi pilihan individu tanpa ada pelarangan. Ketika Allah mewajibkan menutup aurat dan berjilbab, hari ini justru dikembalikan pada keputusan pribadi tanpa paksaan.

Apa yang Allah telah haramkan justru dihalalkan, sebaliknya apa yang Allah telah halalkan justru diharamkan dan apa yang Allah telah tetapkan sebagai ketentuan justru dijadikan pilihan pribadi. Astaghfirullahal ‘adziim.

Sungguh serba berkebalikan. Sebenarnya dunia terbalik seperti apa yang melingkupi kita hari ini? Dan tata nilai apa yang sedang diterapkan kepada kita?

Baca Juga : Subsidi Mobil Listrik, Salah Sasaran & Dzalim

Mengenal Tata Nilai Sekuler-Kapitalisme

Saat ini dunia sedang dipimpin taat nilai berbasis sekuler, termasuk di Indonesia. Sekulerisme merupakan ide atau pandangan yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Agama, kalaupun diakui hanya sebagai keyakinan pribadi atau pilihan pribadi seseorang. Sehingga satu muslim dengan muslim yang lain bebas memilih untuk melaksanakan perintah agamanya ataukah tidak, tergantung pilihan masing masing.

Dalam kehidupan sekuler, semua pilihan manusia dianggap sah selama tidak berseberangan dengan kepentingan negara dan penguasa meski dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Syari’at Allah. Sebagai contoh, dulu sebelum aturan berkerudung itu diperbolehkan, pelajar muslimah atau muslimah yang bekerja di suatu instansi dilarang berkerudung karena undang-undang negara menyatakan demikian. Sebaliknya, saat undang-undang telah menyatakan boleh, maka seorang muslimah bisa berkerudung meski hanya bersifat pilihan pribadi dn tidak diwajibkan, padahal syariat memerintahkan wajib bagi setiap muslimah baligh mengenakan kerudung.

Jadi, negara sekuler merupakan negara yang memiliki aturan tersendiri berdasar kesepakatan manusia sebagai pembuat aturan/hukum. Sedangkan hukum Allah -yang Maha Benar- justru ditempatkan dibawah kesepakatan. Apabila hukum Allah disepakati sebagai aturan di tengah masyarakat, akan diberlakukan. Namun jika sebaliknya, tidak akan diberlakukan. Padahal, hakikat diri manusia dan kehidupan ini adalah berasal dari Allah Rabb Semesta Alam. Kita adalah makhluk-Nya dan berpijak di bumi-Nya. Semestinya kita tunduk patuh hanya kepadaNya.

Lalu, darimana ide Sekulerisme berasal? Sekulerisme bukanlah ide asli dari umat Islam. Ide ini diimpor kaum muslimin dari negara barat Eropa yang mengalami traumatik dengan kepemimpinan gereja sejak abad 5-10 M. Dalam kurun 5 abad tersebut kehidupan masyarakat Eropa benar-benar mengalami stagnasi (kejumudan) dalam ilmu pengetahuan dan berbagai bidang kehidupan bahkan mengalami kemunduran dari periode sebelumnya.

Anggapan tentang adanya sihir pada saat terjadi wabah penyakit yang belum diketahui penyebabnya, sangat umum terjadi. Tuduhan sesat pada orang-orang yang tidak sejalan dengan keputusan dewan gereja juga kerap dilontarkan. Pertukaran ide melalui diskusi dan perbincangan mencari kebenaran tertutup di era tersebut. Kehidupan mencekam dipenuhi penindasan pihak berkuasa serta kriminalitas dan kemiskinan merajalela di masyarakat.

Tekanan tersebut mendorong kaum pemikir Eropa saat itu bergerak dan melakukan penentangan atas keputusan-keputusan dewan gereja. Hingga akhirnya mereka menemukan rumusan untuk menolak agama dalam mengatur kehidupan. Sejak saat itu, Eropa bangkit dengan Sekulerisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi-inovasi baru, berkembang pesat.

Kebebasan menjadi pilar mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk kebebasan membuat hukum dan undang-undang berdasar kesepakatan. Demikian fakta sejarah Sekulerisme berasal. Ironisnya, umat Islam yang di abad 5-10 mengalami kegemilangan dengan tata nilai Islam, hari ini justru ikut-ikutan mengambil Sekulerisme dan melepaskan Islam nya.

Sekulerisme sebagai asas (pondasi) melahirkan banyak pemikiran atau ide turunan. Seperti ide kebebasan individu, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan memiliki, termasuk kebebasan membuat hukum dalam bernegara dan bermasyarakat (Demokrasi), ide Hak Asasi Manusia (HAM), pluralisme (semua agama sama), sinkretisme (mencari kesamaan antar agama), hingga moderasi beragama yang dipopulerkan hari ini. Seluruh ide turunan tersebut telah ditanamkan kepada umat Islam dan generasi muslim lewat sistem pendidikan dan kebijakan UU secara langsung. Akibatnya, sedikit demi sedikit umat Islam dan generasi muslim mengadopsi ide-ide tersebuat serta menjauh dari pemikiran Islam.

‘Keberhasilan’ Barat memisahkan umat Islam dari ajaran-ajaran Islam, semakin mudah sejak mereka berhasil menghapus Daulah Khilafah Utsmani di Turki pada tahun 1924. Daulah Khilafah merupakan pemerintahan Islam yang mengurusi seluruh kepentingan umat Islam, melindungi umat Islam dan menjaga keamanan wilayah umat Islam. Tanpa Khilafah, umat Islam bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Umat Islam tak lagi memiliki junnah (perisai) dan ra’in (penanggungjawab), sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ»

Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya. (HR Muslim).

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa imam/khalifah adalah junnah (perisai), yakni seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan tempat orang-orang berlindung kepadanya.

Menurut al-Qurthubi, maknanya adalah masyarakat berpegang pada pendapat dan pandangan imam/khalifah dalam perkara-perkara agung dan kejadian-kejadian berbahaya serta tidak melangkahi pendapatnya dan tidak bertindak sendiri tanpa perintahnya.

Ungkapan imam/khalifah adalah junnah/perisai menjelaskan fungsinya mencegah atau menghilangkan segala bentuk kemadaratan, kezaliman dan kerusakan dari rakyat. Jika terjadi kemudaratan, kezaliman dan kerusakan di tengah rakyat seperti saat ini, sedangkan imam (penguasa) diam saja, artinya ia telah menyalahi tugas dan fungsinya sebagai junnah. Yang demikian itu tidak boleh dan tidak pantas terjadi; apalagi jika kemadaratan, kezaliman, keburukan dan kerusakan itu malah bersumber dari diri imam (penguasa).

Baca Juga : Sekulerisme kapitalisme Halal Jadikan Manusia Sebagai Komoditas

Bagaimana Memenangkan ‘Pertarungan’?

Rasulullah SAW, suri teladan kita telah memberikan contoh terbaik dalam hal ini. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa dengan menyampaikan kema’rufan dan mencegah seseorang dari berlaku munkar adalah bentuk kasih sayang kita kepada sesama, sekaligus bentuk cinta kita kepada Islam.

Setiap perilaku manusia baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, rakyat biasa ataupun penguasa, semua berawal dari pemikiran. Apa yang mereka pahami, itulah yang tercermin dalam perilakunya.

Sehingga untuk mengubah tingkah laku seseorang dari yang salah menjadi benar, dari yang buruk menjadi baik, tidak lain adalah dengan mengubah pemikirannya, mengubah pemahamannya. Dari yang semula berpemahaman salah menjadi benar.

Dengan kata lain, Rasulullah hanya mencontohkan satu jalan saja untuk perubahan, yaitu melalui dakwah pemikiran. Yaitu mengubah cara berpikir seseorang yang semula belum sesuai dengan Islam menjadi sesuai dengan Islam. Sehingga perilaku mereka juga berubah, ukuran benar salah nya juga turut berubah.

Tak cukup disitu, dakwah yang dilakukan harus bersama-sama dengan kelompok dakwah (berjama’ah), sehingga dapat menghasilkan arus amar ma’ruf-nahi munkar yang kuat. Sebagaimana Rasulullah memimpin kelompok dakwah beliau yang terdiri dari para sahabat dan mengorganisirnya sehingga dakwah berjalan terarah dan memiliki strategi sehingga mampu mengalahkan kemungkaran saat itu.

Tanpa pengorganisiran, kebenaran Islam tidak akan berarti apa apa bahkan bisa dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir. Bukankah dengan terkumpul dalam satu ikatan yang kokoh, sapu lidi bisa memberikan manfaat dan memiliki arti ketimbang hanya satu batang lidi?

Dengan hanya mengikuti jalan hidup Rasulullah sajalah kita akan mendapatkan kemuliaan dan keridhoanNya. Insya Allah. Kemuliaan umat Islam dengan penerapan Islam kaffah dapat teraih sehingga ketaatan total juga dapat kita wujudkan. Berikutnya, Allah akan menurunkan berkah yang melimpah dati langit dan bumi kepada penduduk negeri yang ta’at secara total. Sebagaimana janji Allah dalam Qur’an surat al-A’raf ayat 96

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Ibn Abbas dalam Tanwir Miqbas menafsirkan QS. Al A’rof ayat 96:

{ وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ القرى } التي أهلكنا أهلها { آمَنُواْ } بالكتابوالرسل { واتقوا } الكفر والشرك والفواحش وتابوا { لَفَتَحْنَاعَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِّنَ السمآء } بالمطر { والأرض } بالنبات والثمار { ولكن كَذَّبُواْ } رسلي وكتبي { فَأَخَذْنَاهُمْ } بالقحط والجدوبةوالعذاب { بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ } يكذبون الأنبياء والكتب

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri, yang penduduknya Kami hancurkan, mereka beriman kepada kitab Allah, rasul-rasul dan bertakwa, yaitu meninggalkan kekufuran, kesyirikan, perbuatan keji dan bertaubat, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit berupa hujan dan dari bumi dengan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, yaitu mendustakan rasul-rasul Kami dan kitab-kitab Kami, maka Kami siksa mereka dengan paceklik dan bencana disebabkan perbuatannya, yaitu mendustakan para nabi dan kitab. (Ibn Abbas, Tan wir Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, QS Al a’raf ayat 96).

Sedangkan penafsiran Ibn Katsir terhadap QS. Al a’raf ayat 96 secara ringkas disebutkan oleh Imam Ali Ash Shabuni dalam Mukhtashar Ibnu Katsir sebagai berikut:

{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ واتقوا} أي آمنت قلوبهم بما جاء بهالرسل، وصدقت به واتبعوه، وَاتَّقَوْا بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِالْمُحَرَّمَاتِ {لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ}، أَيْ قَطْرَالسَّمَاءِ ونبات الأرض، وقال تَعَالَى: {وَلَكِنْ كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَاكَانُواْ يَكْسِبُونَ} أَيْ وَلَكِنْ كَذَّبُوا رُسُلَهُمْ فَعَاقَبْنَاهُمْ بِالْهَلَاكِعَلَى مَا كَسَبُوا مِنَ الْمَآثِمِ وَالْمَحَارِمِ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, maksudnya adalah hati mereka beriman kepada apa yang dibawa oleh rasul-rasul Allah, membenarkannya dan mengikutinya. Kemudian mereka bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan meninggalkan keharaman-keharaman, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Artinya Allah akan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tanaman dari bumi.

Firman Allah selanjutnya: Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya, maksudnya adalah akan tetapi mereka mendustakan rasul-rasul (yang diutus ) untuk mereka. Maka Kami menyiksa mereka dengan kehancuran, sebagai akibat perbuatan yang mereka lakukan berupa dosa dan keharaman. (Imam Ali Ash Shabuni, Mukhtashar Ibn Katsir, QS. Al a’raf ayat 96., Beirut-Libanon: Dar Alqur’an Alkarim).

Sudah semestinya jalan hidup Rasulullah inilah yang kita pilih dan kehidupan yang diberkahi sajalah yang menjadi harapan untuk bisa kita wariskan kepada anak cucu kita. Bukan sebaliknya, kehidupan yang mendapatkan ancaman bencana serta kehancuran dari Allah SWT. Na’udzubillahi min dzlaik. Semoga Allah senantiasa menghimpun kita dalam kebenaran dan keistiqomahan. Aamiin
Wallahu a’lam bish-showab.

Penulis : Yuyun Pamungkasari

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.