28 Maret 2024
8 / 100

 

 

Oleh Reni Rosmawati

Ibu Rumah Tangga

 

Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran ia telah mengaitkan masalah anak stunting dengan ibu-ibu pengajian. Dilansir oleh Republika.co.id (19/2/2023), dalam sebuah pidato yang tersebar di media sosial, Megawati mengatakan kaum ibu lupa mengurus anak dan memberikan asupan gizi karena waktunya habis di pengajian. Ia pun merasa heran kenapa ibu-ibu sangat suka pengajian.

 

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Demokrat, Andi Nurpati, mengatakan pernyataan Megawati sangat tidak pantas. Sebab pengajian tidak dilakukan tiap saat. Dirinya mempertanyakan kenapa hanya ibu-ibu pengajian yang dipermasalahkan. Mengapa bukan kaum ibu yang dugem dan bekerja full day. (Sindonews.com, 19/2/2023)

 

Tuduhan tidak Mendasar

 

Setiap orang tua terutama ibu, pasti menyayangi anaknya. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya mengalami kekurangan gizi. Karena itu menuduh kaum ibu melalaikan anaknya demi pengajian adalah hal yang sangat menyakitkan bagi mereka.

 

Sebagai seorang ibu, tentu semaksimal mungkin ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Bukan hanya dalam hal makanan dan asupan nutrisi, tapi juga pendidikan ilmu agama. Agar anak-anaknya kelak menjadi pribadi yang bertakwa serta senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sebab, orang tua akan dimintai pertanggungjawaban jika lalai dalam memberikan pendidikan agama kepada anaknya. Untuk itu, para orang tua wajib memahami ilmu agama, sebagai bekal dalam mendidik anak-anaknya.

 

Maka, melalui pengajianlah ilmu agama itu didapat. Karena pengajian adalah tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kafah (menyeluruh) yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan, termasuk dalam hal mendidik anak. Terlebih di tengah gempuran paham sekuler saat ini, pengajian demikian dibutuhkan umat muslim. Karena ilmu agama tidak didapatkan di bangku sekolah. Sebab di alam sekuler porsi agama dirasa tidak lebih penting dibanding kecerdasan dan skill siswa untuk teraihnya materi pasca lulus sekolah/pendidikan. Sehingga hanya diberi waktu 2 jam/minggu, dan juga bahkan diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum.

 

Penyebab Stunting 

 

Sungguh, mengaitkan stunting dengan pengajian dan menganggap hadir di pengajian membuat seorang ibu lalai mengurus anaknya, adalah tuduhan yang tidak mendasar. Banyak faktor yang menyebabkan anak mengalami gizi buruk. Salah satunya adalah kemiskinan ekstrem.

 

Kemiskinan ekstrem yang melanda negeri ini, membuat para ibu demikian sulit memenuhi gizi dan nutrisi anak-anaknya. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok mendorong para ibu memberikan asupan nutrisi seadanya kepada anak mereka. Tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut bergizi tinggi ataukah tidak.

 

Pada dasarnya, negara dan penguasalah yang semestinya bertanggung jawab memenuhi gizi rakyatnya dan menghindarkan anak-anak generasi penerus bangsa dari stunting. Karena tugas negara adalah sebagai pelindung rakyat dari segala ancaman. Tetapi sungguh ironis, saat ini yang terjadi justru sebaliknya. Negara dan penguasa seolah berpangku tangan dan tidak sadar akan tugasnya. Para ibu yang ikut pengajian disalahkan, mereka dikambinghitamkan karena dianggap lalai mengurusi dan menjaga kesehatan anaknya.

 

Watak Sistem Kapitalisme-Sekuler 

 

Inilah realitanya ketika sebuah negara diatur oleh sistem Kapitalisme-sekuler. Sistem ini telah nyata gagal memberikan perlindungan dan memenuhi gizi rakyatnya.

 

Penerapan sistem Kapitalisme-sekuler telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan. Sistem inilah yang memicu terjadinya kemiskinan ekstrem dan lahirnya berbagai masalah. Termasuk maraknya stunting.

 

Sistem ini juga yang telah menjadikan negara dan penguasa abai mengurusi rakyatnya. Negara dan penguasa yang semestinya bertindak sebagai penanggung jawab dalam menyediakan dan memberi edukasi terkait makanan sehat bagi rakyatnya seolah tak ditemui. Sebab, dalam sistem Kapitalisme penguasa hanya berfungsi sebagai regulator yang memuluskan kepentingan para pemilik modal. Bukan sebagai pengurus rakyat. Semuanya terbukti dari banyaknya sektor ekonomi yang dikuasakan dan dinikmati oleh oligarki dan para pemilik modal. Sementara rakyat hanya kebagian remahannya saja. Alhasil terjadilah kemiskinan ekstrem di negeri ini.

 

Akidah sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi asas sistem Kapitalisme, telah menjadikan makna pengajian demikian kerdil. Kaum ibu yang menuntut ilmu agama dianggap melalaikan anaknya. Sementara para wanita yang bekerja dan meninggalkan anaknya dipandang mandiri, pekerja keras. Meskipun mereka tidak mempunyai cukup waktu membersamai dan mendidik anak-anaknya.

 

Islam Mengatasi Stunting 

 

Sebagai agama sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan seluruh manusia. Islam menetapkan pemenuhan gizi rakyat sebagai tanggung jawab negara beserta penguasa.

 

Rasulullah saw. bersabda:

 

 Imam (khalifah) itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad) 

 

Negara yang menerapkan aturan Islam, akan menjamin seluruh pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya individu per individu. Negara dan penguasa Islam akan bertindak sebagai penanggung jawab yang menyediakan pasokan bahan pokok bergizi dan seimbang.

 

Agar kebutuhan pokok ini pemenuhannya dapat dirasakan oleh setiap keluarga, maka negara Islam akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sehingga para kepala keluarga mampu memberikan nutrisi yang baik lagi seimbang bagi anggota keluarganya.

 

Di sisi lain, untuk menjaga kestabilan ekonomi, maka negara Islam akan menerapkan sistem ekonomi berbasis syariat. Dalam hal ini, Baitulmal akan digunakan sebagai APBN negara. Sumber pemasukan Baitulmal berasal dari fa’i, kharaj, jizyah, ghanimah, serta harta kepemilikan umum (seperti tambang). SDA ini sendiri dikelola dengan baik oleh negara dan hasilnya diperuntukkan bagi umat. Dengan mekanisme demikian, maka tentu peluang negara Islam mengalami kemiskinan ekstrem yang menyebabkan stunting akan tertutup rapat.

 

Selain itu, negara Islam pun akan senantiasa mendorong rakyatnya untuk terus mengkaji Islam. Sebab Islam memandang, mengkaji ilmu agama sebagai bagian dari pembinaan individu. Agar dapat menghasilkan manusia yang bertakwa, dan tentunya supaya para orang tua memiliki pemahaman agama yang kuat sebagai bekal untuk mendidik anak-anaknya. Sehingga mereka kelak mampu melahirkan generasi pemimpin masa depan yang gemilang.

 

Demikianlah kiranya jika sistem Islam diterapkan. Seluruh kebutuhan pokok dan gizi rakyat akan terpenuhi. Pemahaman agama seluruh rakyat pun akan senantiasa diperhatikan.

 

Untuk itu, kembali kepada Islam merupakan hal yang urgen bagi kita saat ini. Sebab sungguh, selama sistem Kapitalisme masih digunakan sebagai parameter kehidupan, angka kemiskinan akan terus tinggi. Stunting pada anak dan pengerdilan makna pengajian akan terus terjadi.

 

Wallahu a’lam bi ash-shawwab. 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.