20 April 2024

Dimensi.id-Publik patut kecewa dan menaruh curiga bagaimana mungkin sekelas Presiden tidak tahu apa yang akan dilakukan para Menteri-Menterinya. Para menteri mengeluarkan aturan, eh… tahu-tahu Presiden mengkritik kebijakan Menteri. Aneh memang. Dagelan macam apa ini? Apa rakyat Indonesia dungu, sehingga dramapun dimainkan demi membuat rakyat bersimpati terhadap penguasa?

 

Seperti belakangan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil para menteri yang tak pernah memberi penjelasan terkait kenaikan harga minyak goreng di pasar. Padahal, kenaikan harga komoditas pangan itu sudah terjadi selama empat bulan terakhir. “Tidak ada statement, tidak ada komunikasi, harga minyak goreng sudah naik empat bulan tidak ada penjelasan apa-apa. Kenapa ini terjadi?” ujar Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (6/4).

 

Bukan hanya soal kenaikan harga minyak goreng yang seolah Presiden tidak dilibatkan. Ternyata kenaikan harga Pertamax-pun Presiden Jokowi seolah tak diajak rembukan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur menteri karena tidak memberikan penjelasan soal kenaikan harga BBM jenis Pertamax. “Pertamax, menteri juga tidak memberikan penjelasan apa-apa,” ungkap Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (CNN Indonesia 6/4).

 

Penyataan-pernyataan Presiden Jokowi ini jelas blunder. Seolah para Menteri bekerja sendiri tanpa arahan dan komunikasi dari Presiden. Padahal saat Presiden Jokowi melantik para menterinya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019) pagi, dalam arahannya Presiden kembali mengulang penegasannya, bahwa tidak ada visi misi menteri, yang ada adalah visi misi presiden dan wakil presiden.

 

Pada pelantikan tersebut Jokowi bahkan mengatakan kalau sudah diputuskan di dalam rapat, jangan sampai di luar masih diributkan lagi. Ia mempersilakan ramai di dalam rapat, mau debat di dalam rapat akan ia dengarkan. Tetapi kalau sudah diputuskan, Presiden mengingatkan, dengan segala risiko harus kita laksanakan. Lah… ini malah Presiden yang meributkan kebijakan Menteri. Padahal sebagai Presiden dialah pemutus kebijakan, bukan hanya beretorika tanpa membawa perubahan terhadap kebijakan-kebijakan yang mencekik leher rakyat.

 

Kepemimpinan Dalam Islam

Adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan salah satu dari sahabat Nabi saw. Beliau juga merupakan khalifah pertama sesudah wafatnya Nabi saw. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang adil dan jujur, sehingga menjadi tempat bertanya dan berlindung bagi kaumnya. Dalam mengatur keuangan negara pun beliau sangat adil.

 

Beliau selalu memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Dalam pembagian jatah kesejahteraan, beliau tidak membedakan antara tua dan muda, budak dan merdeka, maupun laki-laki dan perempuan. Semua mendapat jatahnya masing-masing. Dalam masa kepemimpinannya selama dua tahun tiga bulan dan sepuluh hari tepatnya, beliau menerapkan sistem balance budget. Yang mana sebelum beliau wafat, beliau membagikan harta yang masuk kedalam kas kepada warga yang berhak hingga hanya tersisa satu dirham. Hal ini menunjukkan bahwa beliau begitu penuh tanggung jawab dalam menjaga kesejahteraan warganya.

 

Uang yang terkumpul tidaklah selayaknya ditahan terlalu lama. Hal ini dapat mengakibatkan lambatnya penanganan masalah negara yang membutuhkan kekuatan finansial. Seperti halnya pembebasan budak yanng terhambat, tertundanya dalam pemenuhan kebutuhan warga miskin, dan lain-lain yang dapat berdampak buruk bagi masyarakat luas.

 

Adapun di era kepemimpinan  Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, Khalifah dari Dinasti Umayyah, mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika. ’Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun,’’ ujar Yahya. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitul Mal masih terdapat banyak uang,’’ tutur sang gubernur dalam surat balasannya.

 

Khalifah Umar lalu memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah lalu memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah, ’’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.’’ Namun, di Baitul Mal ternyata dana yang tersimpan masih banyak.

 

Khalifah Umar lalu memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.’’

 

Maa syaa Allah, demikianlah hendaknya kepala negara, melakukan aksi nyata dalam melayani rakyatnya. Bukan hanya beretorika tanpa mampu berbuat apa-apa untuk mensejahterakan rakyatnya. Di dalam sistem kapitalis, justru para pejabat yang bertambah kaya, sebaliknya rakyat dijadikan sapi perah tanpa dipenuhi kebutuhan asasinya. Nauzubillah min dzalik. [smd] .

Wallahu ‘alam bishawwab

 

 

Penulis: Sabrina Nusaiba

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.