24 April 2024
21 / 100

Dimesi.id-Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) penuh dengan drama silih berganti. Dimulai saat awal proyek di 2015 diambil oleh China dari Jepang karena saat itu China dianggap mampu membangun proyek ini lebih murah dan mumpuni.

Awalnya China merinci dana sebesar US$ 5,13 miliar atau Rp 76 triliun pada proposal awal, tetapi perlahan berubah menjadi US$ 6,071 miliar lalu melonjak lagi jadi US$ 7,5 miliar atau setara Rp 117,75 triliun (kurs Rp 15.700).

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi sempat menyampaikan, bengkak biaya proyek KCJB adalah US$ 1,449 miliar atau Rp 22,7 triliun. Data tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 15 September 2022.

Pembengkakan ini berbagai alasan seperti biaya lahan yang kian bengkak dan lainnya. Perubahan ini membuat Indonesia-China negosiasi ulang soal penambahan pembengkakan biaya. Akhirnya, pada Senin (13/2/2023) keduanya sepakat bahwa pembengkakan biaya ‘hanya’ US$ 1,2 miliar atau Rp 18 triliun, atau turun dari hitungan Indonesia yang sampai US$ 1,449 miliar.

Meski demikian untuk menambal kekurangan Indonesia mengajukan hutang ke Negeri Tirai Bambu sebesar US$ 550 juta atau Rp 8,3 triliun. Uluran tangan APBN yang menambahkan Rp 3 triliun tak cukup. (CNBC,15/2/2023)

Pada titik inilah Indonesia seolah kena prank. Sebab, proyek yang dijanjikan bakal murah, tetapi kini harganya mahal selangit. Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan bahwa kereta api KA Argo Parahyangan akan ditutup. Hal ini menyusul proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang akan beroperasi Juni 2023.(kumparan,01-12-2022). Ini berarti KCJB akan menggantikan Argo Parahyangan.

Di tengah berbagai persoalan rakyat yang mendesak, Pemerintah ternyata tetap melanjutkan proyek KCJB meski harus mengambil dana dari APBN dan juga menambah hutang negara. Padahal proyek KCJB sebenarnya bukanlah perkara yang urgen dan mendesak, Karena sudah tersedia kereta Argo Parahyangan meski dari sisi kecepatan tidak segesit Kereta cepat yang dijanjikan Cina itu. 

Akan tetapi ditengah kesulitan ekonomi dan kemiskinan yang mendera rakyat, seharusnya pemerintah lebih fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan mendesak rakyat. Seperti: menangani kemiskinan, pengangguran,stunting, penyediaan rumah layak huni dan layanan air bersih.

Apalagi proyek KCJB yang digadang-gadang ternyata jauh lebih mahal dari kereta Argo Parahyangan. Belum lagi persoalan rute dan jangkauan KCJB yang akan beroperasi ternyata lebih pendek dibanding Argo Parahyangan. Dengan KCJB rakyat harus bayar jauh lebih mahal dan ini adalah pemalakan di tengah kesulitan ekonomi. Rakyat miskin semakin sengsara.

Baca juga: Nyinyir pada Pengajian, Buah dari Pemikiran Sekuler

Belum lagi Indonesia masih berduka dengan berbagai bencana dan musibah yang belum tuntas teratasi seperti penanganan korban gempa Cianjur, gempa papua dan banjir yang terus melanda. Hingga saat ini korban gempa Cianjur masih banyak yang belum mendapatkan dana untuk renovasi rumah.

Dalam sistem Islam pembangunan proyek semacam ini adalah tanggung jawab negara. Negara yang akan menyediakan berbagai fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, tol, bandara termasuk kereta api. Ini termasuk kebutuhan kolektif masyarakat. Hanya saja pembangunan ini harus disertai dengan ketersediaan dana di baitulmal. Jika negara memiliki dana maka negara boleh memperindah atau memperluas fasilitas umum. Akan tetapi jika dana yang dimiliki sangat minim, negara tidak akan menjerumuskan diri ke dalam jeratan hutang.

Islam mengatur bagaimana peran negara dalam membangun fasilitas umum dan proyek strategis. Jika sudah ada fasilitas dan sudah memadai maka negara akan mencukupkan diri dengan fasilitas yang sudah tersedia. Jika belum ada, maka negara boleh mengambil pajak dari orang kaya saja hingga negara mampu membangunnya. 

Akan tetapi jika sudah ada fasilitas yang memadai, negara ingin mengganti, memperluas dan memperindah maka keinginan ini harus ditunda hingga negara memiliki dana dan tidak boleh menarik pajak  jika dana telah tersedia, baru negara mengganti, memperluas dan memperindah fasilitas yang sudah tersedia ini dengan pandangan bahwa pembangunan ini sebagai wujud pelayanan terhadap urusan umat.  

Mengandalkan hutang dalam proyek strategis sama saja dengan bunuh diri secara politik. Negara juga tidak akan menjadikan proyek seperti ini sebagai ladang bisnis dan tidak boleh diserahkan kepada swasta.

Dalam Islam semua fasilitas umum menjadi tanggung jawab negara untuk membangunnya. Negara memberikan pelayanan gratis bukan dalam bingkai bisnis.

Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab RA suatu kali pernah bertutur, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’.”

Demikian berat cakupan definisi tanggung jawab seorang pemimpin bagi Umar bin Khattab. Ia yang berada di Madinah dengan segala keterbatasan komunikasi dan transportasi saat itu masih memikirkan tanggung jawabnya akan apa yang terjadi ribuan mil di Kota Baghdad.

Kita rindu sosok pemimpin yang tulus dalam meriayah rakyat dan sadar konsekuensi kepemimpinan. Karena Kepemimpinan itu hakikatnya akan menjadi penyesalan di akhirat bagi orang yang tidak menunaikan amanah dengan benar. Wallahu ‘alam [AW]

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.