28 Maret 2024
8 / 100

Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi Untuk Peradaban)

Dimensi.id- LRT dan Kereta api cepat menambah deretan proyek yang tidak membawa manfaat optimal dan maksimal untuk rakyat. Kritik terhadap pembangunan Light Rail Transit atau LRT di Palembang kian marak saat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil blak-blakan menyebut proyek tersebut salah perencanaan. Kritik Kang Emil ada kegagalan dalam mengambil keputusan dalam pembangunan LRT Palembang.

Kegagalan decision Rp 9 triliun LRT Palembang. Decision based-nya political decision, not planning decision. Keputusannya berdasarkan keputusan politik, bukan keputusan perencanaan. Karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring. Ujarnya di Fablab Correctio Jababeka, Cikarang, Jumat lalu (21/10). Menurutnya pembangunan LRT belum dibutuhkan untuk masyarakat setempat. Hanya saja, kritiknya itu kalah dengan opini politik untuk menyukseskan Asian Games yang kuat. Akhirnya LRT dengan biaya Rp 9 triliun tersebut tidak ada penumpangnya. (Gelora co 23/10/’22).

Hal yang sama juga terjadi pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengejar pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang berkali-kali menuai persoalan. Salah satu masalah krusial yakni pembengkakan anggaran yang akhirnya memaksa pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya. Saat meninjau proyek di Tegalluar, Bandung pada 13/10/ 2013 silam. Presiden Joko Widodo menyebut saat ini prosesnya sudah mencapai 88%. Ia pun berharap jalur kereta sepanjang 142 kilometer itu akan mulai beroperasi pada Juni 2023.

Proyek raksasa dengan dana besar namun tak membuat rakyat makin mudah dan nyaman hidupnya. Proyek ambisius sekedar pencitraan menambah beban negara. Bukankah saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah kebutuhan dasarnya terpenuhi. Bukan proyek raksasa yang justru menghamburkan dana APBN, bahkan pembangunan ini tidak lepas dari bantuan/hutang investasi dari China. Meskipun pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam beberapa tahun begitu pesat, namun patut di dikhawatirkan atas jalur Sutra Modern China yang jadi polemik RI

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, menyoroti 23 penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) antara pengusaha Indonesia dan China. Kesepakatan yang terjadi saat acara One Belt One Road (OBOR) atau belakangan dikenal Belt Road Initiative (BRI), dinilai berpotensi memperlemah kedaulatan ekonomi dan politik negara. Ia memaparkan, kerja sama yang melibatkan swasta atau BUMN dari Negara Tirai Bambu itu berdalih menggunakan skema business to business. Viva.co.id 13/5/ 2019.

China diketahui memiliki proyek OBOR (One Belt One Road) atau yang kini telah direvisi menjadi proyek Belt Road Initiative (BRI). Terkait proyek ini, pada 27 April 2019 lalu baru saja dilakukan penandatanganan 23 Memorandum of Understanding (MoU) antara sejumlah pebisnis Indonesia dan China dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt Road Initiative (BRI) di Beijing.

Belt & Road Initiative, Gurita Investasi Cina di Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menjadi salah satu perpanjangan investasi Cina melalui proyek Belt & Road Initiative. Di sejumlah negara, proyek yang dibiayai Belt & Road Initiative (BRI) menuai kontroversi.

Menurutnya, proyek OBOR pertama-tama mewakili kepentingan China yang berambisi membangun jalur sutera baru di abad ke-21, baik di jalur darat, maupun maritim. Meskipun kemudian istilah OBOR telah diperhalus menjadi BRI, karena telah memancing reaksi serius di negara-negara Barat (13/5/2019).

Fadli mengatakan inisiatif BRI dilihat oleh para pengamat Barat sebagai cara untuk mengukuhkan dominasi China dalam jaringan perdagangan global, termasuk berpotensi menjadi alat ekspansi militer mereka.
Ia juga menyebut Indonesia pernah memiliki pengalaman tak menyenangkan dengan model kerjasama Turnkey Project yang pada akhirnya membuka jalan bagi pekerja kasar China masuk ke Indonesia.

Fadli memahami, saat ini Republik Rakyat Tiongkok menjadi negara adidaya baru. Namun, di sisi lain, ia juga mewanti-wanti, proyek tersebut dapat mewakili China yang berambisi membangun jalur sutera baru di abad ke-21, baik di jalur darat, maupun maritim.

Selain itu, proyek tersebut terkait dengan soal geopolitik dan geostrategis yang tak bisa digampangkan sebagai semata urusan bisnis dan investasi. Perjanjian semacam itu mestinya mendapatkan supervisi dari pemerintah, dan dikonsultasikan pada DPR, karena ada soal politik, pertahanan dan keamanan yang perlu dikaji di dalamnya,” kata Fadli dalam pesan tertulisnya, Senin 13 Mei 2019.

Fahri yang juga politikus Partai Gerindra, merujuk pada Undang Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Di mana, pada Pasal 10 secara khusus mengamanatkan, pengesahan perjanjian internasional terkait masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara termasuk pinjaman, serta hibah luar negeri perlu dikonsultasikan ke parlemen.

“Jadi, perjanjian-perjanjian yang terkait dengan OBOR atau BRI tak boleh dilepas begitu saja seolah itu adalah persoalan swasta. Sebab, ada isu geopolitik, geostrategis, dan isu pertahanan keamanan di dalamnya,” tuturnya.

Cina ingin menghidupkan kembali mimpinya ke masa kejayaan Jalur Sutra. Upaya membuka jalur perdagangan antarbenua yang lebih dikenal sebagai jalur sutra telah dilakukan sejak ribuan tahun lalu. Jalur sutra kuno ini merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan China dengan negara-negara di benua Eropa, Afrika dan Asia. Jalur yang dibangun untuk menghubungkan Timur dan Barat ini melintasi Indonesia.
Indonesia masuk dalam salah satu negara yang berperan aktif dalam upaya menghidupkan kembali Jalur Sutra Maritim. Indonesia menjadi sasaran dalam lingkaran OBOR. Indonesia, secara geografis, demografis dan ekonomi, termasuk negara yang berpotensi untuk diajak kerjasama lebih tepatnya dijajah.

OBOR dilahirkan oleh beberapa lembaga dan kementrian China seperti Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, serta melibatkan semua institusi terkait lainnya dalam penyusunan visi dan aksi implementasi program ini bagi dunia internasional maupun bagi China sendiri.
Dengan memiliki ideologi komunis China dan ekonomi kapitalisme, China bersaing dengan Amerika Serikat dalam kancah perekonomian dunia.

Dengan kolonialisasinya ingin memperluas kekuasaannya dengan mencari wilayah baru.Targetnya mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dengan menyandera negara lain Dalam skema kerja sama seolah-olah
saling menguntungkan.

Mimpi besar China untuk menjadi digdaya. Dengan menggagas OBOR menjadi proyek besar. China memperdaya negara-negara miskin ataupun berkembang yang kaya sumber daya alam. Konsep OBOR juga menjadi master plan pembangunan jalur perdagangan Asia ke Afrika dan Eropa.

Waspada Jebakan Utang
Negara-negara miskin dan berkembang terpikat oleh tawaran pinjaman murah dari Cina demi membangun proyek-proyek infrastruktur. Kemudian, ketika negara bersangkutan tak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, Beijing akan menuntut konsesi atau ganti rugi lainnya sebagai bentuk penghapusan utang.

Tidak ada makan siang gratis bagi kapitalis sejati berwajah komunis. Tawaran bantuan dalam skema investasi asing dan pembangunan infrastuktur memang mudah dipercayai negara tak berideologi. One Belt One Road (OBOR) yang menandai kebijakan besar China di bawah Xin Jinping tampaknya ada yang menelan mentah-mentah, termasuk Indonesia.

Satu hal yang harus dipahami, Proyek OBOR China membantu pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang, namun banyak negara mulai khawatir akan kemampuan untuk membayar utang pembangunannya. Jika itu terjadi lantas bagaimana nasib Indonesia? Bisa dipastikan kerugian besar yang akan didapat. China dengan sumberdaya ekonominya tampaknya menemukan lahan baru untuk melakukan hegemoni secara politik dan geoekonomi.

Membuat Proyek Jika Rakyat Butuh dan Manfaat Untuk Umat

  1. Dalam Islam, yang melandasinya dalam membuat proyek ditinjau dari segi manfaat bagi umat.
    Pengadaannya pun dibagi menjadi dua jenis.
    fasilitas yang sangat urgen dibutuhkan oleh rakyat dan jika menundanya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat.
  2. Infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya. Tentu saja hal yang diutamakan adalah pada kategori ke-1. Contoh: jika di suatu tempat belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit atau saluran air. Negara berkewajiban membuat proyek, ada atau tidak ada dana dalam APBN/Baitul Mal.

Jika ada dana, wajib didanai dari dana tersebut. Bagaimana jika tidak ada dana? Jika dana tidak ada atau tidak mencukupi, maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharîbah) dari rakyat. Jika waktu pemungutan dharîbah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun maka, negara boleh meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar jika dana dharîbah telah terkumpul dari masyarakat. Pinjaman tidak berbunga/riba, apalagi hingga negara bergantung kepada pemberi pinjaman. Penarikan dharîbah ini, dilakukan secara temporer hingga kas negara terpenuhi.

Hanya saja, terdapat perbedan yang mendasar antara pajak dalam sistem Islam dan pajak dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan pokok kekuatan pendapatan negara yang dipungut dari rakyat dengan berbagai cara yang ditetapkan sebagai objek pajak. Pemungutan pajak dalam Kapitalisme dilakukan terhadap seluruh warga miskin ataupun kaya dan secara permanen/berkelanjutan.

Kategori yang ke-2 memang rakyat membutuhkan fasilitas tersebut namun tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dan sebagainya. Maka, Infrastruktur/fasilitas dalam kategori ke-2 ini tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana. Jadi, hanya boleh dibangun ketika dana APBN atau Baitul Mal mencukupi.

Sumber Pemasukan Negara
Pemasukan negara dalam sistem Islam didapatkan dari berbagai macam pos-pos pemasukan yang telah ditetapkan oleh Syariah berupa harta-harta fa’i dan kharaj, pemasukan kepemilikan umum oleh negara dan pos khusus pemasukan zakat. Hanya saja pos khusus pemasukan zakat tidak boleh dicampur dengan pemasukan-pemasukan lainnya dan hanya diperuntukkan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat.

Demikian mudah dan indahnya jika kehidupan ini diautur oleh Islam. Kita semua akan merasakan keadilan dan ketenanga dalam hidup. Semoga negeri-negeri kaum muslimin segera bersatu mewujudkan sistem ini secara komprehensip.
Wallahu’alam Bissawab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.